Parrhesia

Penulis

Senin, 16 Februari 2004 00:00 WIB

Jika Indonesia datang hari ini ke pengadilan, besok ia akan pulang dengan kaki patah. Tak ada yang akan menyelamatkannya. Keadilan bukanlah sekadar masalah kesalahan dan hukuman. Keadilan adalah lapisan humus dari ladang sebuah kebersamaan. Dengan itu, di atasnya sebuah negeri akan tumbuh sebagai sebuah negeri. Tanpa itu, hanya akan ada kemah-kemah peperangan, sebuah situasi yang digambarkan Hobbes dengan sikap dingin: di sanalah hukum dibuat oleh mereka yang punya kekuasaan, bukan oleh mereka yang punya kebenaran. Autoritas, non veritas facit legem.

Kini itulah yang sedang terjadi di Indonesia: sebuah negeri yang sedang patah-patah. Humus yang menyuburkan kebersamaan itu begitu tipis dan semakin habis. Hakim-hakim tak bisa dipercaya lagi, apalagi jaksa dan polisi. Para pengacara hanya dianggap sibuk memilih warna dasi dan datang ke mahkamah sebagai makelar, mempersiapkan jual-beli tuntutan dan keputusan.

Orang mulai mengatakan bahwa dalam keadaan seperti ini, demokrasi tak menolong. Statemen ini bukan sesuatu yang baru. Ia sudah merupakan cemooh kaum aristokrat dan pendukung oligarki di zaman Yunani kuno. Kata mereka, demos, atau rakyat kebanyakan (yang dalam bahasa Indonesia juga disebut "orang ramai"), memang hanya sejumlah suara riuh ramai. Di abad ke-4 Sebelum Masehi seorang bernama Isocrates telah menulis ketus ke arah para demokrat: "Untuk urusan pribadi, tuan datang kepada mereka yang lebih cerdik pandai untuk mendapatkan nasihat, tapi untuk urusan Negara, tuan mencurigai dan tak menyukai orang yang punya karakter. Malah tuan lebih suka menjalin hubungan dengan tukang pidato yang paling sakit jiwa."

Tukang pidato seperti itu (katanya kini banyak di partai-partai politik dan parlemen) tentulah tak akan bisa diharapkan memperbaiki keadaan. Sebab politikus pun, sekarang—dengan mobil baru, rumah baru, dan perjalanan ke luar negeri yang sarat bekal, dan tanpa tahu dari mana mereka mendapatkan semua itu—sudah dianggap jadi bagian dari autoritas, kekuasaan, bukan veritas, kebenaran.

Tapi apa gerangan "kebenaran"? Apa gerangan "keadilan"? Bagaimana mungkin itu didapat oleh orang ramai? Bagaimana pula itu diperoleh para orator jelek itu? Namun saya kira, di sinilah justru jawaban kenapa demokrasi penting—selama demokrasi berada bersama parrhesia, sebuah kata kuno untuk menggambarkan "kemerdekaan bicara".

Menarik, bahwa kata itu datang dari dunia teater. Euripides di abad ke-4 Sebelum Masehi memperkenalkannya dalam keenam lakon yang ditulisnya. Dalam lakon Perempuan-Perempuan Phoenisia, sang ibu, Iocasta, bertanya kepada anaknya, Polyneises, yang datang dari tanah buangan untuk merebut takhta dari kakaknya: Apa yang paling menyakitkan selama hidup di tanah pengasingan? Jawab Polyneices: "Yang terburuk ini: kemerdekaan bicara tak ada."

Satu segi baru dikemukakan Euripides dalam lakon Ion. Dewa Apollo, yang memerkosa seorang perempuan, tak mengakui anaknya yang lahir dari perbuatan itu. Sang dewa diam. Tapi toh manusia kemudian menyimpulkannya sendiri, ketika orang datang bertanya kepadanya. Jawaban itu memang ternyata dusta, tapi satu proses telah dimulai. Seperti diutarakan Michel Foucault tentang parrhesia dalam Ion, yang terjadi adalah "pencarian tahu dengan cara interogatif", bukan dengan diam menunggu jawab sang dewa dalam bentuk orakel yang biasanya remang-remang. Dengan melalui tanya-jawab, yang gelap pun menjadi terang.

Teater adalah sebuah dunia di mana percaturan tanya dan jawab menjadi alasan hidup. Dari sini suspens tumbuh, dan dari sini gerak tampak. Tapi lebih dari itu, teater adalah sebuah arena, tempat manusia tampil sebagai makhluk yang harus memandang apa yang terbatas dengan sudut pandang yang terbatas. Teater adalah seni tentang perspektif. Tapi pada saat yang sama, dari perspektif yang dibentuk oleh tubuh dan posisinya, ada proses ke arah yang tak terbatas itu.

Teater juga sebuah dunia di mana bahasa menunjukkan sejarahnya yang tak lurus dan riwayatnya yang tak sepenuhnya terang-benderang. Bila bahasa adalah sesuatu yang 100 persen bersih dan transparan, teater akan berhenti. Di sini hidup tak dapat dibayangkan sebagai wujud matematik. Bahasa akan senantiasa gagal, atau separuh gagal, tapi ajaib: manusia tak selamanya harus saling menggembok mulut. Bisu bahkan sesuatu yang seperti titik hitam dalam geometri: di sana, semuanya berhenti.

Maka yang penting bukanlah jaminan akan datang solusi, bukan pula garansi bahwa akan terbit kebenaran. Yang penting adalah percakapan dengan kebebasan. Juga kemerdekaan untuk mencari sendiri apa yang benar dan yang adil—dengan sikap ingin tahu, ragu, juga gigih. Itu sebabnya mahkamah yudikatif lahir. Ada pendakwa, ada pembela, ada hakim. Ketika hakim jadi bisu karena disuap, parrhesia hilang.

Dengan demikian, memang kebenaran harus dilihat sebagai suatu yang hendak dicapai bukan dalam laboratorium. Mengutip Foucault di sini menjadi relevan: ia membandingkan parrhesia dengan pengertian yang datang kemudian, ketika modernitas mulai, yakni tentang evidence. Bagi pengertian ala Descartes itu, cocoknya keyakinan dengan kebenaran didapat dalam satu pengalaman dalam pikiran kita tentang evidence. Bagi orang Yunani seperti dalam teater Euripides, kecocokan itu tidak di sana, tapi dalam percakapan, dalam parrhesia.

Di situlah demokrasi jadi penting. Sebuah republik bukanlah sebuah ruang steril. Maka apa boleh buat, yang berbicara tak hanya para pakar dengan rumus, tapi orang biasa—dengan kesalahan-kesalahannya, dengan nafsunya, dengan ketakutannya. Kita hidup bersama mereka, dalam dunia mereka.

Goenawan Mohamad

Berita terkait

Hasil Liga Italia: Inter Milan Kalahkan Torino 2-0, Hakan Calhanoglu Cetak Brace

1 menit lalu

Hasil Liga Italia: Inter Milan Kalahkan Torino 2-0, Hakan Calhanoglu Cetak Brace

Dua gol Hakan Calhanoglu mengantarkan Inter Milan meraih kemenangan atas Torino dengan skor 2-0 pada pekan ke-34 Liga Italia.

Baca Selengkapnya

Tak Sabar Queen of Tears Episode Terakhir, Netizen Ajak Nobar di Berbagai Kota

5 menit lalu

Tak Sabar Queen of Tears Episode Terakhir, Netizen Ajak Nobar di Berbagai Kota

Nonton bareng tidak hanya untuk pencinta bola. Netizen pun menyiapkan kegiatan nobar untuk nikmati episode terakhir Queen of Tears.

Baca Selengkapnya

Sosok Brigadir RA di Mata Teman Sekolah, Terbuka dan Humoris

6 menit lalu

Sosok Brigadir RA di Mata Teman Sekolah, Terbuka dan Humoris

Kepastian tentang kematian Brigadir RA terungkap setelah keluarganya mendapatkan kiriman foto jasad polisi itu di dalam mobil Toyota Aphard.

Baca Selengkapnya

Hasil Proliga 2024: Jakarta STIN BIN Menang Lagi, Kalahkan Pertamina Pertamax 3-0

10 menit lalu

Hasil Proliga 2024: Jakarta STIN BIN Menang Lagi, Kalahkan Pertamina Pertamax 3-0

Tim bola voli putra Jakarta STIN BIN kembali memetik kemenangan di ajang Proliga 2024. Mereka mengalahkan Jakarta Pertamina Pertamax dengan skor 3-0.

Baca Selengkapnya

Anies Baswedan Singgung Peluang Masuk Kabinet Prabowo-Gibran

16 menit lalu

Anies Baswedan Singgung Peluang Masuk Kabinet Prabowo-Gibran

Anies Baswedan mengakui dirinya masih kerap ditanya apakah akan masuk kabinet pemerintahan Prabowo Subianto - Gibran Rakabuming Raka.

Baca Selengkapnya

Kemenhub Pastikan Bandara Domestik Tetap Bisa Melayani Penerbangan Luar Negeri, Asal...

28 menit lalu

Kemenhub Pastikan Bandara Domestik Tetap Bisa Melayani Penerbangan Luar Negeri, Asal...

Bandara yang statusnya diubah dari internasional menjadi domestik masih dimungkinkan untuk kembali berubah.

Baca Selengkapnya

MK Besok Mulai Sidangkan Sengketa Pileg, Ini Agenda Lengkapnya

40 menit lalu

MK Besok Mulai Sidangkan Sengketa Pileg, Ini Agenda Lengkapnya

MK akan kembali menjadi pusat perhatian saat memulai sidang Sengketa Pileg 2024. Besok mulai digelar, berikut adalah agenda lengkapnya.

Baca Selengkapnya

Otoritas di Kementerian Luar Negeri Amerika Serikat Tak Percaya Israel Gunakan Senjata dengan Benar

47 menit lalu

Otoritas di Kementerian Luar Negeri Amerika Serikat Tak Percaya Israel Gunakan Senjata dengan Benar

Biro-biro di Kementerian Luar Negeri Amerika Serikat tidak percaya Israel gunakan senjata dari Washington tanpa melanggar hukum internasional

Baca Selengkapnya

4 Tips Atasi Masalah Kantung Mata

58 menit lalu

4 Tips Atasi Masalah Kantung Mata

Kantung mata dapat disebabkan oleh faktor seperti penuaan, genetika, alergi, asap rokok, diet yang buruk, atau konsumsi garam yang berlebihan.

Baca Selengkapnya

Dikepung Bencana, Garut Tetapkan Status Tanggap Darurat Bencana

1 jam lalu

Dikepung Bencana, Garut Tetapkan Status Tanggap Darurat Bencana

Akibat dikepung bencana, Kabupaten Garut Jawa Barat, tetapkan status Tanggap Darurat Bencana. Selain gempa bumi 6,2 Magnitudo yang baru terjadi kemarin, daerah ini juga tengah dilanda bencana pergerakan tanah. Tiga warga diantaranya tertimbun longsor dan 48 Kepala Keluarga mengungsi.

Baca Selengkapnya