Merawat Harapan Rakyat

Penulis

Senin, 27 Oktober 2014 01:18 WIB

TEMPO.CO, Jakarta -Ali Rif'an, Peneliti Poltracking

Euforia dan gegap-gempita pelantikan Presiden Joko Widodo dan Wakil Presiden Jusuf Kalla (Jokowi-JK) baru saja usai. Syukuran rakyat yang menyedot perhatian seluruh publik Indonesia hingga mewarnai pemberitaan media massa luar negeri itu seolah memantulkan sinar optimisme bagi masa depan bangsa. Tentu saja, antusiasme warga dalam menyongsong pemerintahan baru ini tak boleh dilihat sebagai sekadar selebrasi, karena di dalamnya terdapat harapan yang menyala-nyala.

Harapan rakyat yang teramat tinggi tersebut tentu tak boleh lapuk termakan janji-janji pepesan kosong. Harapan rakyat harus terus dirawat dengan kerja keras, seperti yang diungkapkan Jokowi dalam pidato pelantikan kemarin. Ada beberapa cara untuk merawat harapan rakyat.

Pertama, Presiden Jokowi harus mampu membentuk kabinet bersih. Kabinet bersih menjadi fondasi penting untuk memupuk harapan rakyat sehingga pemerintahan yang efektif dan efisien akan dapat tercipta.

Komisi Pemberantasan Korupsi serta Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) sudah mengembalikan hasil penelusuran rekam jejak 43 calon menteri kepada Presiden Jokowi. Hasilnya, ada beberapa nama bermasalah. Kriteria bermasalah yang diungkapkan KPK adalah terkait dengan dugaan korupsi atau berpotensi korupsi, pernah diperiksa KPK, dan tidak taat melaporkan harta kekayaan. Sedangkan menurut PPATK, beberapa calon menteri pernah tercatat memiliki rekening yang tak sesuai dengan profil, baik rekening pribadi maupun keluarga (Tempo, 21 Oktober 2014).

Penelusuran rekam jejak calon menteri tersebut sangat penting, karena jangan sampai menteri yang diusung nantinya menjadi beban pemerintahan Jokowi atau bahkan menyenderanya. Presiden Jokowi harus belajar dari pengalaman Kabinet Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) yang kerap direpotkan dan tersandera oleh pembantunya sendiri. Karena itu, komitmen Jokowi yang hendak membentuk kabinet kerja dan profesional harus benar-benar diwujudkan. Paling tidak, pembentukan kabinet bersih dan profesional akan dapat merawat harapan rakyat terhadap pemerintah baru Jokowi.

Kedua, Presiden Jokowi harus mampu melunasi janji-janji kampanye. Salah satu gagasan fenomenal Jokowi adalah revolusi mental. Dalam tulisannya di harian nasional, Jokowi pernah mengatakan bahwa sudah saatnya Indonesia melakukan tindakan kolektif, tidak dengan menghentikan proses reformasi yang sudah berjalan, melainkan dengan mencanangkan revolusi mental menciptakan paradigma, budaya politik, dan pendekatan nation building baru yang lebih manusiawi, sesuai dengan budaya Nusantara, bersahaja, dan berkesinambungan. Dalam konteks implementasi, rakyat kini tentu menunggu gagasan revolusi mental tersebut.

Selain revolusi mental, di antara janji-janji Jokowi lainnya adalah menyejahterakan desa dengan cara mengalokasikan dana desa rata-rata Rp 1,4 miliar per desa, perbaikan 5.000 pasar tradisional dan membangun pusat pelelangan, penyimpanan, dan pengelolaan ikan, serta menurunkan pengangguran dengan menciptakan 10 juta lapangan kerja baru selama lima tahun.

Dengan melihat beragam janji tersebut, dalam 100 hari pemerintah mendatang, Jokowi harus tancap gas dan melupakan sejenak bulan madu. Sebab, ekspektasi rakyat yang tinggi terhadap pemerintahan baru Jokowi ini tak boleh dianggap remeh. Sekali rakyat kecewa, bisa jadi rakyat akan mencabut dukungannya. Kemarahan rakyat tentu jauh lebih berbahaya ketimbang kemarahan sejumlah elite.

Sebab, harus diakui, Jokowi merupakan pemimpin yang lahir dari rakyat. Kemenangan Jokowi dalam pilpres yang lalu dapat dipastikan bukan karena faktor elite politik yang mengusungnya, melainkan karena faktor figuritas Jokowi itu sendiri. Tak mengherankan bila ada yang mengatakan, tanpa diusung Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan sekalipun-alias diusung partai lain-Jokowi akan tetap menang.

Sebab, figur Jokowi yang sangat identik dengan "rakyat biasa" adalah magnet tersendiri dalam pertarungan pilpres lalu. Karena itu pulalah banyak "rakyat biasa" rela menjadi relawan untuk mendukung pencalonannya. Untuk itu, bila harus berutang budi, utang budi terbesar bagi Jokowi sesungguhnya adalah kepada para relawan. Membalas utang budi terhadap para relawan tentu dengan cara memenuhi semua harapan dan keinginan rakyat.

Jika mau jujur, kemampuan Jokowi untuk melakukan gebrakan dan menggunakan hak prerogatifnya jauh lebih besar peluangnya ketimbang presiden-presiden sebelumnya. Sebab, Jokowi tidak tersandera oleh transaksi atau politik dagang sapi sejumlah elite. Jokowi lebih leluasa untuk memilih siapa yang akan duduk menjadi menteri karena dari awal sudah mampu merangkul mitra koalisi dengan slogan "koalisi tanpa syarat".

Dengan posisi seperti itu, Jokowi semestinya mampu bekerja di bawah tekanan publik, bukan tekanan elite. Begitu pula kebijakan-kebijakan yang digelindingkannya, harus mampu memenuhi harapan rakyat. Harapan ini tentu akan terlihat bagaimana gebrakan 100 hari pemerintah Jokowi, apakah rakyat akan puas atau sebaliknya.

Berita terkait

Unggah Foto Bareng Susi Pudjiastuti, Jonan: We Will Do More

27 Oktober 2019

Unggah Foto Bareng Susi Pudjiastuti, Jonan: We Will Do More

Mantan Menteri ESDM, Ignasius Jonan, mengunggah potret hitam-putih berisi kenang-kenangan bersama bekas koleganya, Susi Pudjiastuti.

Baca Selengkapnya

5 Fakta Unik Perpisahan Kabinet Kerja Jokowi Jilid I

19 Oktober 2019

5 Fakta Unik Perpisahan Kabinet Kerja Jokowi Jilid I

Presiden Joko Widodo atau Jokowi mennggelar acara silaturahmi bersama Wakil Presiden Jusuf Kalla dan menteri Kabinet Kerja Jokowi di Istana Negara.

Baca Selengkapnya

Menteri M. Nasir Mengaku Sudah Siapkan Landasan untuk Ristekdikti

18 Oktober 2019

Menteri M. Nasir Mengaku Sudah Siapkan Landasan untuk Ristekdikti

Nasir juga mendorong agar badan riset dan inovasi nasional segera dibentuk di pemerintahan Jokowi mendatang.

Baca Selengkapnya

Kabinet Kerja Bubar, Budi Karya Kemas Barang dari Rumah Dinas

18 Oktober 2019

Kabinet Kerja Bubar, Budi Karya Kemas Barang dari Rumah Dinas

Sejumlah menteri mulai mengemas barangnya dari rumah dinas, termasuk Budi Karya.

Baca Selengkapnya

Perpisahan Kabinet Kerja, Jokowi Sebut Setiap Hari Adalah Spesial

18 Oktober 2019

Perpisahan Kabinet Kerja, Jokowi Sebut Setiap Hari Adalah Spesial

Jokowi menyatakan setiap hari adalah hari yang spesial dalam kabinet kerja jilid I.

Baca Selengkapnya

Hanif Dhakiri: Kabinet Kerja Solid Percepat Pembenahan Masalah

18 Oktober 2019

Hanif Dhakiri: Kabinet Kerja Solid Percepat Pembenahan Masalah

Hanif mengungkap tantangan sejumlah isu ketenagakerjaan mendatang yakni ekosistem ketenagakerjaan perlu ditransformasi menjadi lebih fleksibel.

Baca Selengkapnya

Presiden Jokowi: Setiap Momen Adalah Spesial, Spesial Pusing

18 Oktober 2019

Presiden Jokowi: Setiap Momen Adalah Spesial, Spesial Pusing

Silaturahmi tersebut dimulai dengan Shalat Jumat bersama, foto bersama, dan dilanjutkan dengan makan siang bersama.

Baca Selengkapnya

Jokowi Akui Baru Kali Ini Bisa Bersantai Bersama Para Menterinya

18 Oktober 2019

Jokowi Akui Baru Kali Ini Bisa Bersantai Bersama Para Menterinya

Sejumlah menteri menampilkan kebolehannya dalam bernyanyi termasuk di antaranya Mendikbud Muhadjir Effendy yang menyanyikan lagu Stuck on You dan Yell

Baca Selengkapnya

Akbar Tandjung Bocorkan Calon Kabinet Jokowi Jilid II

15 Oktober 2019

Akbar Tandjung Bocorkan Calon Kabinet Jokowi Jilid II

Akbar Tandjung mengatakan calon menteri dari partai hanya sedikit dalam komposisi Kabinet Jokowi Jilid II.

Baca Selengkapnya

Jokowi Mengenang Arahannya Saat Sidang Kabinet Paripurna

3 Oktober 2019

Jokowi Mengenang Arahannya Saat Sidang Kabinet Paripurna

Jokowi dalam sidang kabinet paripurna terakhirnya bersama Jusuf Kalla mengucapkan terimakasih kepada para menteri dan pimpinan lembaga.

Baca Selengkapnya