Agar Kekuasaan DPR Tak Berlebihan

Penulis

Minggu, 20 April 2014 21:04 WIB

Setelah lebih dari 16 tahun mengalami periode ketatanegaraan yang menitikberatkan pada peran parlemen (legislative-heavy), sudah saatnya Indonesia kembali ke titik kesetimbangan. Gugatan judicial review yang diajukan Rektor Universitas Islam Indonesia, Edy Suandi Hamid, ke Mahkamah Konstitusi, dua pekan lalu, merupakan kesempatan emas untuk mencapai hal tersebut.

Judicial review yang diajukan Edy berpotensi mengoreksi dua kewenangan Dewan Perwakilan Rakyat yang selama ini membuat lembaga itu amat berkuasa. Yang pertama adalah kewenangan Senayan memilih pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi. Yang kedua, kewenangan DPR memilih komisioner Komisi Yudisial.

Bersenjatakan dua kewenangan tersebut, parlemen menjadi sangat berkuasa menentukan hitam-putih penegakan hukum di negeri ini. Semua orang sadar bahwa KPK merupakan ujung tombak pemberantasan korupsi. Sedangkan Komisi Yudisial adalah harapan untuk membersihkan para hakim dari jajaran pengadilan negeri sampai Mahkamah Agung.

Realitas selama ini menunjukkan bahwa para politikus di Senayan lebih sering menyalahgunakan kedua kewenangan tersebut. Semangat esprit de corps para politikus yang merasa menjadi sasaran gerakan pemberantasan korupsi menjadikan mereka kerap mencari celah untuk melemahkan kewenangan KPK. Inisiatif untuk mendukung dan menguatkan kapasitas Komisi Yudisial juga jarang terdengar dari parlemen.

Dengan alasan itulah, gugatan Edy punya landasan kuat. Apalagi Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 jelas-jelas mengatur bahwa DPR hanya punya tiga fungsi: legislasi, anggaran, dan pengawasan. Kewenangan DPR memilih pimpinan lembaga negara hanya tercantum dalam pasal mengenai tata cara seleksi pimpinan Badan Pemeriksa Keuangan dan tiga hakim Mahkamah Konstitusi. Selebihnya, politikus Senayan sebenarnya hanya bisa memberikan pertimbangan atau persetujuan.

Selain itu, patut dicatat bahwa tren menuju titik kesetimbangan dalam sistem ketatanegaraan kita sebenarnya sudah dimulai. Pada awal Januari lalu, para hakim konstitusi memutuskan bahwa DPR tidak berhak lagi menyeleksi hakim agung yang diajukan Komisi Yudisial. Sesuai dengan konstitusi, parlemen hanya berhak memberikan persetujuan atas nama-nama calon hakim agung. Sebelumnya, peran DPR dalam memilih calon duta besar yang diajukan presiden juga sudah dihapuskan.

Advertising
Advertising

Menghilangkan kewenangan DPR dalam seleksi pimpinan KPK dan Komisi Yudisial akan memberikan harapan baru bagi publik. Calon-calon terbaik yang selama ini kandas akibat pertimbangan politik di DPR kini punya kans untuk lolos. Pimpinan yang terpilih pun dijamin tak bakal tersandera oleh utang budi, yang membuatnya kerap sungkan bersikap independen terhadap Senayan.

Sudah lama rakyat merindukan gerakan pemberantasan korupsi yang lebih trengginas dan hakim-hakim yang lebih bersih. Kini Mahkamah Konstitusi punya kesempatan mewujudkan harapan itu.

Berita terkait

Keluarga Akui Tak Tahu Detail Masalah Pribadi yang Diduga Sebabkan Brigadir RA Tewas

2 menit lalu

Keluarga Akui Tak Tahu Detail Masalah Pribadi yang Diduga Sebabkan Brigadir RA Tewas

Keluarga Brigadir RA masih menunggu hasil pemeriksaan ponsel oleh penyidik Polres Jakarta Selatan

Baca Selengkapnya

Jokowi Resmikan Jalan 5 Inpres di NTB Senilai Rp 211 Miliar: Anggaran yang Tidak Kecil

19 menit lalu

Jokowi Resmikan Jalan 5 Inpres di NTB Senilai Rp 211 Miliar: Anggaran yang Tidak Kecil

Jokowi meresmikan pelaksanaan Instruksi Presiden (Inpres) Jalan Daerah di Provinsi Nusa Tenggara Barat (NTB) pada Kamis pagi, 2 Mei 2024.

Baca Selengkapnya

Komentar Jokowi dan Ma'ruf Amin Usai Timnas Indonesia Dikalahkan Uzbekistan

21 menit lalu

Komentar Jokowi dan Ma'ruf Amin Usai Timnas Indonesia Dikalahkan Uzbekistan

Timnas Indonesia kalah melawan Uzbekistan dalam semifinal Piala Asia U-23 2024. Ini komentar Jokowi dan Ma'ruf Amin.

Baca Selengkapnya

Presiden Jokowi dalam Sorotan Aksi Hari Buruh Internasional Kemarin

21 menit lalu

Presiden Jokowi dalam Sorotan Aksi Hari Buruh Internasional Kemarin

Aksi Hari Buruh Internasional pada Rabu kemarin menyoroti janji reforma agraria Presiden Jokowi. Selain itu, apa lagi?

Baca Selengkapnya

Riset BRIN: Penduduk Indonesia Akan Kehilangan 2,5 Tahun Usia Harapan Hidup Akibat Polusi Udara

26 menit lalu

Riset BRIN: Penduduk Indonesia Akan Kehilangan 2,5 Tahun Usia Harapan Hidup Akibat Polusi Udara

Efek polusi udara rumah tangga baru terlihat dalam jangka waktu relatif lama.

Baca Selengkapnya

Menjajal Atraksi Melangkah di Atas Atap Optus Stadium Perth yang Mendebarkan

33 menit lalu

Menjajal Atraksi Melangkah di Atas Atap Optus Stadium Perth yang Mendebarkan

Optus Stadium Perth, Australia menawarkan atraksi yang cukup ekstrem, melangkah di atas atap stadium dengan ketinggian 42 meter di atas permukaan tanah.

Baca Selengkapnya

Seribu Orang Kena PHK Efek Korupsi Timah

34 menit lalu

Seribu Orang Kena PHK Efek Korupsi Timah

PJ Gubernur Bangka Belitung menyebut sekitar seribu pekerja di lima smelter yang terkait korupsi timah terkena PHK

Baca Selengkapnya

Jadwal Proliga 2024 Kamis 2 Mei: Jakarta LavAni Allo Bank dan Jakarta STIN BIN Berduel, Berebut Puncak Klasemen

40 menit lalu

Jadwal Proliga 2024 Kamis 2 Mei: Jakarta LavAni Allo Bank dan Jakarta STIN BIN Berduel, Berebut Puncak Klasemen

Tim bola voli putra Jakarta LavAni Allo Bank dan Jakarta STIN BIN bertemu di pertandingan pekan kedua Proliga 2024 di GOR Jatidiri, Semarang, Kamis.

Baca Selengkapnya

6 Tips Alami Memutihkan Gigi

42 menit lalu

6 Tips Alami Memutihkan Gigi

Berikut enam tips alami memutihkan gigi menggunakan bahan-bahan yang mudah dijangkau.

Baca Selengkapnya

Gaga Muhammad Bebas Bersyarat, Ini Isi Tuntutan yang Membuatnya Divonis 4,5 Tahun Penjara

45 menit lalu

Gaga Muhammad Bebas Bersyarat, Ini Isi Tuntutan yang Membuatnya Divonis 4,5 Tahun Penjara

Setelah dua tahun mendekam di bui, kini Gaga Muhammad bebas bersyarat. Vonisnya 4,5 tahun penjara. Apa isi tuntutan saat itu?

Baca Selengkapnya