1944

Penulis

Senin, 14 Juli 2003 00:00 WIB

DUNIA tampak sedikit lebih tenang di Dumbarton Oaks hari itu. Musim gugur mendekat, udara bertambah sejuk seperti lazimnya bulan September, dan di rumah yang dihiasi lukisan dari zaman Bizantium dan Abad Tengah itu, di antara petak-petak kebun yang asri, empat menteri luar negeri bertemu—seakan-akan setelah itu, tak ada musim dingin yang akan mencengkeram.

Sebuah cita-cita tinggi sedang hendak dicapai, sebuah rencana besar disusun: mereka menyiapkan cetak-biru sebuah lembaga yang disebut "Perserikatan Bangsa-Bangsa". Mimpi mereka perdamaian, niat mereka keamanan dunia. Mereka—wakil Amerika Serikat, Inggris, Rusia, dan Cina—datang karena rasa ngeri, tapi juga karena sangka baik.

Betapa berbeda tahun 1944 itu dengan tahun 2003. Di Dumbarton Oaks, harapan sedang naik. Posisi keempat negeri yang bertemu itu di atas angin dalam perang besar yang melanda Eropa, Afrika, dan Asia. Musuh mereka, Jerman, Italia, dan Jepang, sudah terdesak. Tapi para calon pemenang itu toh tahu betapa besar ongkos konflik selama lima tahun itu. Seusai perang, tercatat 21 juta orang sipil tewas—setelah Hitler bunuh diri di bunkernya di Berlin dan bom atom jatuh di Hiroshima dan Nagasaki.

Dunia gentar. Para pemimpin pelbagai negeri berupaya untuk menemukan cara dan institusi yang dapat menyelesaikan konflik tanpa kekerasan. Ide untuk mendirikan PBB bahkan bermula sebelum pertemuan di Dumbarton Oaks.

Hulunya bisa ditemukan dalam Atlantic Charter yang disusun Presiden AS Roosevelt dan Perdana Menteri Inggris Churchill pada tahun 1941. Atau bahkan jauh sebelumnya, setiap kali manusia baru merasakan luka busuk peperangan. Immanuel Kant telah memikirkannya pada tahun 1795. Presiden Wilson melaksanakan gagasan yang sama pada tahun 1918, dengan mendirikan Liga Bangsa-Bangsa.

Advertising
Advertising

Kant, Wilson, dan pertemuan di Dumbarton Oaks sama-sama bertolak dari sebuah sangka baik, bahwa setelah sebuah perang besar, bangsa-bangsa akan bersedia bekerja sama, dan berunding, untuk perdamaian.

Tapi tak jarang memang sangka baik itu ditertawakan oleh mereka yang bisa menunjukkan bahwa dunia bukanlah sebuah resepsi perkawinan. PBB dianggap telah keliru dalam memandang bagaimana dunia "sebenarnya".

Mungkin karena PBB berangkat dari cita-cita yang terlampau luhur hingga harus dilaksanakan dengan sikap pragmatik—tapi sebuah sikap pragmatik yang sering membingungkan.

Dalam cita-cita itu, perdamaian dunia akan dikaitkan dengan perkawanan dan kesetaraan. Tapi tak mudah untuk memutuskan apa dan siapa yang berdamai dan setara di dunia ini. Akhirnya, "bangsa"-lah yang dipilih untuk menjadi sang subyek.

Sebagai konsekuensinya, "bangsa" harus dianggap homogen dalam tubuhnya. Sebuah "bangsa" harus diasumsikan punya struktur, punya batas dan otoritas yang mewakilinya. Walhasil, "negara-bangsa"-lah yang diakui sebagai subyek. PBB pada akhirnya memang sebuah perkumpulan "negara-bangsa", lain tidak.

Tapi "bangsa" bukanlah sebuah subyek yang kukuh apalagi kekal. Pada tahun 1971, misalnya, "bangsa Pakistan" tak lagi berarti mencakup mereka yang hidup di sebelah timur. Bangla Desh menjadi sebuah bangsa tersendiri, dan diterima sebagai anggota PBB pada tahun 1974.

"Negara" juga tak dengan sendirinya identik dengan "bangsa". Kekuasaan yang berada di pucuk "negara", yang dalam sidang PBB mengatasnamakan orang banyak yang hidup di sebuah wilayah, belum tentu sebuah kekuasaan yang diterima orang banyak itu. Yakinkah kita, bisakah "bangsa" Korea Utara diwakili rezim yang sekarang bertakhta? Begitu juga "bangsa" Saud?

Dalam pada itu, "negara" juga bisa berganti secara radikal, seperti setelah robohnya Tembok Berlin pada tahun 1989. USSR atau Uni Soviet tak lagi sebuah federasi komunis, dan Rusia berdiri sendiri pada tahun 1991.

"Negara-bangsa", subyek itu, memang sebuah pengertian yang sering meragukan—dan juga tanpa kesetaraan: begitu besar beda India (penduduknya lebih dari semiliar), misalnya, dari Brunei (penduduknya cuma 300 ribu), meskipun kedua-duanya punya suara yang sama di PBB. Sebenarnya sejak pertemuan di Dumbarton Oaks, telah tampak perbedaan itu: ada bangsa yang menang dan ada yang kalah perang. Itu sebabnya sampai dengan hari ini ada "negara-bangsa" yang duduk dalam Dewan Keamanan dengan kekuasaan memveto keputusan yang diambil. Tapi rupanya di awal abad ke-21, Amerika, salah satu "negara-bangsa" yang punya posisi istimewa itu, kian merasa privilese itu tak memadai.

PBB, bagi pemerintahan Bush, adalah gangguan bagi kedaulatan nasionalnya. Kini Amerika tegak seperti sebuah benteng besar yang memandang ke luar dengan sikap seperti memelototi sebuah wilayah barbar yang mengancam—dalam bentuk Al-Qaidah ataupun AIDS. Dan ia merasa bisa membereskan sendiri wilayah barbar itu. Maka buat apa PBB?

Tapi mari kita bayangkan PBB bubar. Bayangkan sebuah dunia yang tanpa lembaga untuk merundingkan konflik bersenjata antara pelbagai negeri. Bayangkan sebuah dunia tempat penyelesaian sengketa sepenuhnya ditentukan oleh perang dan oleh siapa yang paling kuat dalam perang itu.

Mungkin itulah yang sedang terjadi. Tapi sepenuhnya? Kini sebuah hegemon akan tak cukup dengan hanya menggertak dan menyuap. Dunia kian berliku dan tak terduga. Kekuatan—setidaknya dalam perekonomian—tak pernah bisa bertahan sendirian terus-menerus. Pada akhirnya akan diperlukan juga sebuah daya yang bukan cuma militer, tapi daya untuk meyakinkan tentang apa yang dianggap "adil" dan "tak adil". Dengan kata lain, sebuah "ideologi", yang palsu ataupun setengah palsu, tapi memerlukan percaturan pendapat. Kita tak berada di masa pra-1944, sebelum Dumbarton Oaks, sebelum orang di dunia merasa saling membutuhkan.

Goenawan Mohamad

Berita terkait

Zulhas Ungkap Asal Mula Ditemukannya Baja Ilegal Produksi Pabrik Milik Cina

1 jam lalu

Zulhas Ungkap Asal Mula Ditemukannya Baja Ilegal Produksi Pabrik Milik Cina

Sebuah pabrik baja Cina, PT Hwa Hok Steel, terungkap memproduksi baja tulangan beton tidak sesuai SNI sehingga produk mereka dinyatakan ilegal.

Baca Selengkapnya

Gempa Bikin Warga Garut Berhamburan dan Trauma, Kaca Jendela Bergetar Kencang

2 jam lalu

Gempa Bikin Warga Garut Berhamburan dan Trauma, Kaca Jendela Bergetar Kencang

Masyarakat Kabupaten Garut, Jawa Barat, dikagetkan dengan gempa bumi yang terjadi pada Sabtu malam, 27 April 2024, sekitar pukul 23.30 WIB.

Baca Selengkapnya

5 Fakta Menjelang Laga Timnas U-23 Indonesia vs Uzbekistan di Semifinal Piala Asia U-23 2024

2 jam lalu

5 Fakta Menjelang Laga Timnas U-23 Indonesia vs Uzbekistan di Semifinal Piala Asia U-23 2024

Duel timnas U-23 Indonesia vs Uzbekistan di semifinal Piala Asia U-23 2024 akan digelar di Stadion Abdullah bin Khalifa, Doha, Qatar, Senin, 29 April.

Baca Selengkapnya

Gempa yang Mengguncang Kencang Garut hingga Jakarta, Ini Data dan Penjelasan BMKG

3 jam lalu

Gempa yang Mengguncang Kencang Garut hingga Jakarta, Ini Data dan Penjelasan BMKG

BMKG memperbarui informasi gempa yang mengguncang kuat dari laut selatan Pulau Jawa pada Kamis menjelang tengah malam, 27 April 2024.

Baca Selengkapnya

Hasil Liga Inggris: Ditekuk Newcastle, Sheffield Jadi Tim Pertama yang Terdegradasi

3 jam lalu

Hasil Liga Inggris: Ditekuk Newcastle, Sheffield Jadi Tim Pertama yang Terdegradasi

Sheffield United dipastikan menjadi tim pertama yang terdegradasi dari Liga Inggris (Premier League) musim 2023/24.

Baca Selengkapnya

Real Madrid di Ambang Juara Liga Spanyol, Carlo Ancelotti Segera Lewati Catatan Prestasi Zinedine Zidane

4 jam lalu

Real Madrid di Ambang Juara Liga Spanyol, Carlo Ancelotti Segera Lewati Catatan Prestasi Zinedine Zidane

Real Madrid selangkah lagi menjadi juara Liga Spanyol 2023-2024. Pelatih Carlo Ancelotti segera bisa melewati catatan prestasi Zinedine Zidane.

Baca Selengkapnya

Jelang Laga Timnas U-23 Indonesia vs Uzbekistan di Semifinal Piala Asia U-23 2024, Pelatih Timur Kapadze Analisis Skuad Garuda

4 jam lalu

Jelang Laga Timnas U-23 Indonesia vs Uzbekistan di Semifinal Piala Asia U-23 2024, Pelatih Timur Kapadze Analisis Skuad Garuda

Duel Timnas U-23 Indonesia vs Uzbekistan di semifinal Piala Asia U-23 2024 akan digelar di Stadion Abdullah bin Khalifa, Doha, pada Senin malam WIB.

Baca Selengkapnya

5 Tips Agar Tidak Tertipu AI Saat Belanja Online

4 jam lalu

5 Tips Agar Tidak Tertipu AI Saat Belanja Online

Pakar Komunikasi Digital bagikan tips agar masyarakat tidak tertipu oleh konten rekayasa teknologi artificial intelligence (AI) saat belanja online

Baca Selengkapnya

Gempa M6,5 Malam Ini, Guncangan Terkuat di Sukabumi dan Tasikmalaya

4 jam lalu

Gempa M6,5 Malam Ini, Guncangan Terkuat di Sukabumi dan Tasikmalaya

Berikut data dan penjelasan dari BMKG tentang sebaran dampak gempa itu dan pemicunya.

Baca Selengkapnya

Serial Secret Ingredient Dibantu 3 Alih Bahasa

4 jam lalu

Serial Secret Ingredient Dibantu 3 Alih Bahasa

Nicholas Saputra menceritakan berbagai hal menarik soal proses syuting "Secret Ingredient". Salah satunya soal penggunaan beberapa alih bahasa.

Baca Selengkapnya