Grondslag

Penulis

Senin, 1 Maret 2004 00:00 WIB

Jakarta, menjelang pertengahan 1945, tiga bulan sebelum bom atom jatuh di Hiroshima. Sekitar 80 orang hadir di sebuah pertemuan 10 hari.

Di antara mereka tak ada buruh atau peladang, orang dari pesantren atau masyarakat adat, dan hampir tak ada perempuan. Tapi ke-80 orang itu bukan orang yang jauh dari orang ramai. Selama belasan tahun, mereka pernah aktif sebagai "orang pergerakan" dan bertemu dengan pelbagai lapisan rakyat, atau jadi pejabat, atau ikut aksi untuk kemerdekaan lewat partai dan perhimpunan. Di antara mereka, ada Sukarno dan Hatta, yang telah jadi buah bibir sebagai "Bung Karno" dan "Bung Hatta".

Hari-hari itu, tugas mereka—diberikan oleh penguasa Jepang di Jakarta waktu itu, yang tahu Dai Nippon akan kalah dan mereka harus meninggalkan kepulauan ini—adalah menyiapkan lahirnya sebuah "Indonesia" yang "merdeka". Tapi apa yang disebut "Indonesia"? Bagaimana keadaan "merdeka" itu?

Jawab masih kabur. Masih banyak pengertian pokok yang hanya diangankan—dalam arti dikehendaki, dirancang-bentuk, tapi disadari atau tidak, hasilnya hanya punya dasar yang tentatif.

Dengan itu mereka berunding. Rapat berlangsung di Gedung Tyuuoo Sangi-In, tak jauh dari Stasiun Gambir. "Kita harus mencari persetujuan paham," kata mereka, seperti kemudian ditirukan Bung Karno.

Advertising
Advertising

Maka, pada tanggal 1 Juni, Bung Karno, salah seorang anggota sidang, berbicara tentang perlunya sebuah philosophische grondslag. "Negara Indonesia" yang sedang disiapkan itu butuh sebuah "dasar filsafat". Sebab bagi Bung Karno sebuah republik tak bisa didirikan "dengan isi seadanya saja." Banyak negeri, katanya, "berdiri di atas suatu Weltanschauung."

Ia sebutkan contoh lima negeri dan lima "pandangan dunia". Uni Soviet: Marxisme-Leninisme; Jerman di bawah Hitler: Naziisme; Jepang: Tennoo Koodoo Seishin; Arab Saudi: Islam; Cina: gagasan Sun Yat Sen dalam "tiga asas" atau San Min Chu I.

Dari tesis inilah Bung Karno pun merangkai "Pancasila".

Menarik bahwa tak seorang pun waktu itu yang bertanya kenapa grondslag begitu penting. Memang, "persetujuan paham" perlu ada di sebuah negeri dengan isi yang majemuk. Tapi bukankah "persetujuan paham" bisa dicapai tanpa sebuah "filsafat" yang mendasari kehidupan bersama? Tidakkah lebih mustajab bila sebuah negara punya aturan yang memadai buat membereskan sengketa dan menjaga kesepakatan? Dengan kata lain: bukankah lebih penting hukum positif ketimbang Weltanschauung? Jangan lupa: Swiss dan Brasilia—yang begitu plural penduduknya—tak punya satu "filsafat dasar", tapi keduanya tak pernah pecah.

Tapi orang terpesona kepada pidato Bung Karno. Mereka kemudian menjadikannya sebagai Lahirnya Pancasila, sebuah canon pemikiran politik Indonesia. Dan orang bertepuk buat grondslag. Pada masa itu mereka memang biasa mendengarkan semboyan "Asia untuk bangsa Asia", dan ingin menampik modernitas yang gemuruh dari "Eropa". Bagi mereka, "Barat" adalah kehampaan. Di sana telah hilang pegangan, telah runtuh "metanarasi" yang bisa memberi makna yang dihayati bersama, "telah mati Tuhan". Sanusi Pane, penyair yang memuja Hindia dan bersedia bekerja untuk kantor propaganda Jepang itu, melihat "Barat" sebagai "nihilisme".

Cemas itu memang bergema luas, juga di "Barat" sendiri. Daniel Bell mencatatnya dalam The Cultural Contradictions of Capitalism: itulah, ia berkata, salah satu problem modernitas dan sekularisasi. "Tuhan telah mati," kata Bell, berarti "pertalian sosial telah putus" dan "masyarakat telah mati."

Memang seharusnya Tuhan tak patut dianggap hanya sebagai sang penyangga nilai-nilai. Tapi manusia perlu jawab bagaimana menemui ajal, mengerti tragedi, memaknai cinta, menanggung kewajiban. Sebuah kebersamaan selalu membutuhkan "budaya", bukan hanya teknik dan teknologi.

Agaknya itulah sebabnya orang menyambut grondslag. Sebagaimana orang terpikat tulisan Mao atau terpukau pemikiran Sayid Qutb: ada hasrat mengembalikan "fondasi" ke kehidupan politik. Tuah dan mukjizat Kata telah surut dari dunia. Bersamaan dengan itu, acuan normatif tentang apa yang baik dan buruk, penilaian estetik tentang yang indah dan jelek, dan persoalan kognitif tentang yang benar dan salah telah berkembang di pengetahuan yang terpisah-pisah—sebuah gejala modernitas, kata Max Weber. Dalam kondisi itu, betapa bisa sebuah masyarakat bergerak bersama, tanpa dilecut kekuasaan?

Ternyata tak gampang memecahkan soal ini. Membuat sebuah grondslag yang bertuah dan bermakna bagi jutaan orang pada akhirnya merupakan ikhtiar besar "penyembuhan". Pancasila dan Maoisme disebarkan dengan indoktrinasi yang bertubi-tubi.

Dalam hal ini Qutb punya kelebihan: ia bisa menyatakan bahwa grondslag yang ditawarkannya adalah "Islam". Agama ini telah menyangga manusia berabad-abad, dengan keyakinan bahwa ia datang dari Tuhan.

Namun pada akhirnya ide-ide Qutb—sebuah kritik kepada modernitas—juga harus bersua dengan kritik lain kepada modernitas. Gianni Vattimo, pemikir Italia itu, memperkenalkan makna il pensiero debole, "fikir yang lemah". Dengan itu kita bisa lebih rendah hati dan melihat bahwa "semua adalah tafsir". Juga apa yang dikemukakan Qutb sebagai "Islam".

Tak berarti seluruh grondslag perlu dicopot. Apalagi dalam hal Pancasila, ada yang penting: ia sebuah grondslag dan sekaligus juga perundingan—dan ini tak hanya berlangsung di Gedung Tyuuoo Sangi-In itu. Di sebuah negeri yang sehat, semangat kebangsaan tak akan pernah jadi mutlak bila ada semangat lain yang sah, yakni perikemanusiaan. Di sana kita bisa yakin kepada kebenaran Tuhan tanpa menghabisi semangat demokrasi.

Pancasila kini memang dilecehkan. Tapi mungkin karena pernah mereka membuat Pancasila "sakti" dan bukan sebuah negosiasi. Kita lupa: grondslag itu adalah proses manusia dengan il pensiero debole.

Goenawan Mohamad

Berita terkait

PAN Mau Terima Jokowi dan Gibran Setelah Dipecat PDIP

2 menit lalu

PAN Mau Terima Jokowi dan Gibran Setelah Dipecat PDIP

Ketua Umum PAN Zulkifli Hasan sebelumnya mengaku dirinya sudah berulang kali menyampaikan bahwa PAN membuka pintu untuk Jokowi dan Gibran.

Baca Selengkapnya

Pesan DKPP kepada KPU dan Bawaslu Jelang Pilkada 2024 Serentak

3 menit lalu

Pesan DKPP kepada KPU dan Bawaslu Jelang Pilkada 2024 Serentak

KPU akan mendapatkan Data Penduduk Potensial Pemilih Pemilu (DP4) untuk Pilkada 2024 dari Kemendagri pada 2 Mei 2024.

Baca Selengkapnya

Menyelami Peluang dan Pengalaman Baru Melalui Konferensi International Model United Nations 2024

3 menit lalu

Menyelami Peluang dan Pengalaman Baru Melalui Konferensi International Model United Nations 2024

Model United Nations IGN tidak hanya berfokus pada debat semata, tetapi juga menerapkan pembelajaran praktis yang selaras dengan Kurikulum Merdeka.

Baca Selengkapnya

Mengenal Stasiun Luar Angkasa Internasional alias ISS

8 menit lalu

Mengenal Stasiun Luar Angkasa Internasional alias ISS

Stasiun Luar Angkasa Internasional atau ISS merupakan pesawat luar angkasa raksasa yang mengorbit mengelilingi bumi demi tujuan ilmiah.

Baca Selengkapnya

7 Tips Ikut Open Trip Naik Gunung Agar Tak Kena Tipu

10 menit lalu

7 Tips Ikut Open Trip Naik Gunung Agar Tak Kena Tipu

Sebelum mendaki, sebaiknya ketahui beberapa tips ikut open trip naik gunung agar tidak kena tipu oknum. Berikut beberapa tipsnya.

Baca Selengkapnya

Daftar Hakim Panel Sengketa Pemilu 2024 di Mahkamah Konstitusi

10 menit lalu

Daftar Hakim Panel Sengketa Pemilu 2024 di Mahkamah Konstitusi

MK mulai menggelar sidang sengketa pemilu 2024. Sidang dilakukan dengan mekanisme panel.

Baca Selengkapnya

Queen of Tears Jadi Drama Rating Tertinggi di tvN, Salip Crash Landing on You

12 menit lalu

Queen of Tears Jadi Drama Rating Tertinggi di tvN, Salip Crash Landing on You

Episode terakhir Queen of Tears berhasil mengalahkan rekor Crash Landing on You sebagai drama dengan rating tertinggi sepanjang sejarah tvN.

Baca Selengkapnya

Intip Strategi PPP Hadapi Sidang Sengketa Pileg di MK Hari Ini

12 menit lalu

Intip Strategi PPP Hadapi Sidang Sengketa Pileg di MK Hari Ini

PPP mengungkapkan telah mempersiapkan strategi untuk menghadapi sidang sengketa pileg di MK hari ini. Apa saja strateginya?

Baca Selengkapnya

Simak Dokumen yang Perlu Dibawa Peserta UTBK SNBT 2024

14 menit lalu

Simak Dokumen yang Perlu Dibawa Peserta UTBK SNBT 2024

UTBK-SNBT 2024 akan digelar di 74 lokasi yang tersebar di beberapa wilayah di Indonesia.

Baca Selengkapnya

Head-to-Head Timnas U-23 Indonesia vs Uzbekistan, Skuad Garuda Dihantui Catatan Buruk

15 menit lalu

Head-to-Head Timnas U-23 Indonesia vs Uzbekistan, Skuad Garuda Dihantui Catatan Buruk

Timnas U-23 Indonesia tidak pernah menang atas Uzbekistan baik di level U-23 maupun senior. Bagaimana catatan pertemuannya?

Baca Selengkapnya