Angkor

Penulis

Senin, 4 Agustus 2003 00:00 WIB

Hutan dan kesunyian, patung dan puing, kabut dan hujan, membuat sisa-sisa kota tua Angkor Thom seakan-akan bersatu kembali dengan Waktu—tapi Waktu yang agaknya tidak kita kenal. Berdiri di antara tiang batu yang hitam dan dinding laterit yang kecokelatan yang membentuk Candi Bayon, kita akan bertatapan dengan empat patung kepala Buddha yang dipahat di mercu yang setinggi 45 meter itu; kita akan terkesima menyadari sebuah sejarah 800 tahun. Tapi sejenak. Sekarang.

Tentu saja saya seorang turis, yang telah membayar $ 20 untuk masuk ke kompleks Angkor ini. Pada akhirnya saya seorang pengunjung dengan waktu yang terdiri dari sederet "sejenak" dan "sekarang" yang terukur.

Tiap turis memulai langkahnya untuk terkesima, tapi kemudian, meskipun ia seorang diri, berjalan dengan waktu yang ditentukan oleh publik. Di pintu gerbang itu ada sebuah organisasi; ia menawarkan tiket dan menyodorkan pengertian bahwa pengalaman di tengah hutan dan di antara 30 candi itu harus disusun dalam satuan yang bisa dikalkulasi dengan uang yang diakui orang ramai—karena pengalaman sedang diperjualbelikan.

Pengalaman: mungkin kini ia adalah waktu yang dikemas. Agaknya ada sesuatu dalam akal manusia yang mampu mengemasnya—akal yang kian menguat peranannya dalam modernisasi hidup. Dengan itulah "masa lalu" bisa dipasarkan atau dikutuk, "masa depan" bisa ditawarkan atau diatur. Tak hanya oleh kapitalisme. Ketika Pol Pot mengubah Kambodia menjadi "Kambodia Demokratik", konon ia hancurkan candi dan patung, ia copot jubah para biksu, dan ia tiadakan persembahyangan di seluruh negeri. Semua yang dianggap masuk kategori pengalaman "masa lalu" harus dibuang. Kambodia hanya boleh siap untuk mengalami "masa depan".

Pol Pot dan Khmer Merah—orang-orang modern yang tak mengenal semadhi—mengemas pengalaman sebagai sesuatu yang terdiri dari beberapa tahap. Bagi kaum Marxis ini, tiap tahap tak akan kembali. Marx, seperti Hegel, menyajikan sejarah sebagai proses dialektik tadi-kini-dan nanti. "Tadi" mengandung sesuatu yang akan menyebabkan "kini" menampilkan antitesisnya. Setelah itu, "nanti" akan menghadirkan suatu Aufhebung, sesuatu yang mengatasi bentrokan "tadi" dan "kini".

Advertising
Advertising

Tapi siapa yang menggerakkan dialektik itu, merumuskan mana yang "tadi" dan mana yang "kini"? Siapa yang menjadi saksi Aufhebung yang berlangsung? Hegel, Marx, dan Pol Pot pastilah mengasumsikan bahwa ada subyek (atau "Subyek") yang bergeming, tak berubah-ubah, yang mengalami dan mengemas apa yang dialami, dan menyebutnya sejarah. Seperti sang turis yang telah membayar $ 20 dan ingin mendapatkan pengalaman yang telah dikemas. Tapi benarkah?

Jangan-jangan tidak. Saya berdiri di depan Candi Bayon. Hutan dan kesunyian, patung dan puing, kabut dan hujan, dan para biksu yang berteduh di ruang-ruang kecil candi seraya ber-semadhi…. Tidakkah mereka sebenarnya tengah bersatu dengan Waktu yang tak terduga dalamnya—bukan waktu yang dibentangkan ke khalayak ramai, bukan waktu yang gampang diukur, tapi sebuah ekstasis. Saat yang dahsyat. Saat ketika sang subyek raib, tak lagi berdaulat.

Buddha pun tak hanya mengajarkan dukkha ("duka") dalam kehidupan. Ia juga mengajarkan anatman dan anitya: ia menunjukkan bahwa tak ada subyek yang sama, tak ada yang permanen. Hidup adalah sebuah arus eksistensi yang selalu lahir kembali, tapi tiap-tiap kali berbeda, tiap-tiap kali satu momen kelahiran tak ingat akan kelahiran sebelumnya, juga tak akan tahu kelahiran yang kelak.

Ada yang berulang, tapi tak terasa sebagai repetisi dari hal yang identik. Agaknya itulah sebabnya kematian, keberanian, kesedihan, dan cinta, tak henti-hentinya ditulis dan diabadikan oleh para penyair—dan apa yang menggetarkan dari Mahabharata, yang sayu dari Shakespeare tak terasa sebagai hanya replika, tak cuma mengulang hal yang itu-itu saja. Ada gerak kembali yang kekal, ada eternal return, tapi yang pulang bukanlah yang sama, melainkan yang beda. Pada saat itu, tampak bahwa memang "beda menghuni repetisi," kata Gilles Deleuze. Sebab momen ekstasis tak pernah terulangi. Yang dahsyat tak akan jadi dahsyat ketika ia dikemas dalam reproduksi.

Sebab itu, bagi mereka yang percaya akan dukkha, anatman, dan anitya, patung adalah puing, hutan adalah kesunyian, dan hujan seperti kabut. Mercu setinggi 45 meter di Candi Bayon itu, juga Angkor Wat, bukanlah sebuah situs kebanggaan yang datang sebagai warisan masa lalu yang agung. Mereka adalah penemuan hari ini, kesyahduan hari ini, bagian dari duka hari ini. Sebab apa hubungan antara si biksu muda pada abad ke-21, yang petang itu berjalan di atas jembatan candi, dan Raja Suryavarman II, pendiri candi besar abad ke-12 ini? Jika semadhi adalah sebuah pengakuan tentang ketidak-kekalan hidup, jika ketidak-kekalan hidup berarti juga tidak langgengnya kerajaan dan benda-benda, bukankah warisan hanyalah bentukan ilusi?

Namun mungkin salah satu bagian dari samsara, bahwa ilusi juga ternyata diperlukan manusia—oleh para turis, misalnya. Mereka membayar, mereka senang untuk terkesima tentang sesuatu yang ganjil, yang lain, dari masa silam, dan mereka memotret. Kemudian mereka akan pergi ke tempat lain. Atau pulang dan mengenang hutan, puing, patung, parit besar, sebuah kota yang telah punah. Mereka pun merasa berbahagia karena mengetahui sesuatu yang sebenarnya tak pernah seluruhnya terungkap. Tapi di dalam hidup yang ruwet, siapa saja berhak tersenyum, puas, bahwa ada yang bisa diulangi, ada yang bisa dikemas.

Goenawan Mohamad

Berita terkait

Kepolisian Australia Menembak Mati Remaja Laki-laki karena Penikaman

12 menit lalu

Kepolisian Australia Menembak Mati Remaja Laki-laki karena Penikaman

Kepolisian Australia mengkonfirmasi telah menembak mati seorang remaja laki-laki, 16 tahun, karena penikaman dan tindakan bisa dikategorikan terorisme

Baca Selengkapnya

Peluang PKB Masuk Koalisi Prabowo, Muhaimin Iskandar: Tunggu Sampai Oktober

15 menit lalu

Peluang PKB Masuk Koalisi Prabowo, Muhaimin Iskandar: Tunggu Sampai Oktober

Muhaimin Iskandar bakal menentukan sikap partainya bergabung atau tidak dalam koalisi Prabowo pada Oktober mendatang.

Baca Selengkapnya

Polres Bintan Surati Kemendagri untuk Periksa Pj Wali Kota Tanjungpinang Tersangka Pemalsuan Surat Tanah

16 menit lalu

Polres Bintan Surati Kemendagri untuk Periksa Pj Wali Kota Tanjungpinang Tersangka Pemalsuan Surat Tanah

Polda Kepri menjamin penanganan kasus dugaan pemalsuan surat tanah yang melibatkan Pj Wali Kota Tanjungpinang tetap berlanjut,

Baca Selengkapnya

Perjalanan Band Metal Misery Index Hingga Sampai ke Panggung Hammersonic 2024

19 menit lalu

Perjalanan Band Metal Misery Index Hingga Sampai ke Panggung Hammersonic 2024

Misery index menjadi salah satu band metal yang tampil pada hari kedua Festival Hammersonic. Telah melalui perjalanan panjang hingga saat ini.

Baca Selengkapnya

Viral Benda Bercahaya Hijau Melintasi Langit Yogyakarta, Meteor?

27 menit lalu

Viral Benda Bercahaya Hijau Melintasi Langit Yogyakarta, Meteor?

Meteor terang atau fireball itu bergerak dari selatan ke utara, tak hanya terpantau di langit Yogyakarta tapi juga Solo, Magelang, dan Semarang

Baca Selengkapnya

Hasil Final Piala Thomas 2024: Jonatan Christie Perpanjang Napas Indonesia atas Cina di Final, Skor Sementara 1-2

34 menit lalu

Hasil Final Piala Thomas 2024: Jonatan Christie Perpanjang Napas Indonesia atas Cina di Final, Skor Sementara 1-2

Jonatan Christie mampu menyudahi perlawanan sengit Li Shi Feng dalam duel tiga game di laga ketiga final Piala Thomas 2024.

Baca Selengkapnya

Polisi Sebut KKB Serang Jemaat Gereja yang Sedang Ibadah Minggu di Pegunungan Bintang Papua

51 menit lalu

Polisi Sebut KKB Serang Jemaat Gereja yang Sedang Ibadah Minggu di Pegunungan Bintang Papua

Polisi menyebut Kelompok Kriminal Bersenjata menyerang jemaat gereja yang tengah ibadah minggu di Distrik Borme, Pegunungan Bintang Papua.

Baca Selengkapnya

Dikalahkan Liang / Wang di Final Piala Thomas 2024, Fajar / Rian Sebut Lawan Main Lebih Berani dan Cerdik

1 jam lalu

Dikalahkan Liang / Wang di Final Piala Thomas 2024, Fajar / Rian Sebut Lawan Main Lebih Berani dan Cerdik

Fajar / Rian mengungkapkan keunggulan lawan yang membuat mereka kalah di pertandingan final Piala Thomas 2024, Minggu, 5 Mei 2024.

Baca Selengkapnya

Israel Resmi Menutup Operasional Al Jazeera

1 jam lalu

Israel Resmi Menutup Operasional Al Jazeera

Lewat pemungutan oleh anggota parlemen Israel, operasional Al Jazeera di Israel resmi ditutup karena dianggap menjadi ancaman keamanan

Baca Selengkapnya

Mengintip Isi Metropolitan Museum of Art di New York, Tempat Penyelenggaraan Met Gala setiap Tahun

1 jam lalu

Mengintip Isi Metropolitan Museum of Art di New York, Tempat Penyelenggaraan Met Gala setiap Tahun

Metropolitan Museum of Art tidak hanya dikenal karena koleksi seni yang luar biasa, tapi juga perannya dalam dunia mode seperti untuk Met Gala.

Baca Selengkapnya