TEMPO.CO, Jakarta - Nur Haryanto, wartawan Tempo
Hampir setiap sore, ratusan bocah berlatih sepak bola di kompleks Sekolah Ragunan, Jakarta Selatan. Dimas, 10 tahun, salah satu siswa di sana, berlari ke pinggir lapangan saat peluit panjang dibunyikan pelatih. Sambil mengusap peluh di wajahnya dengan kaus seragam yang terlihat kedodoran, dia mengambil air minum. "Besok kalau sudah besar mau jadi pemain sepak bola, ya?" saya menyapa bocah itu. Dia meringis memperlihatkan giginya sambil menganggukkan kepala, selepas latihan.
Andai saja ada 1.001 anak di Indonesia yang serius berlatih sepak bola, yang terbagi dalam 100 kesebelasan, dari Aceh sampai Papua, ada baiknya diadakan model pertandingan yang seru dan bermanfaat. Turnamen menggunakan sistem setengah kompetisi dan kompetisi penuh hingga bermuara pada pertemuan antarzona. kalau itu terjadi, akan menjadi kompetisi sepanjang tahun yang meriah dan diharapkan bisa menjaring pemain-pemain muda bertalenta untuk mewujudkan mimpi bangsa Indonesia berkiprah dalam Piala Dunia.
Tentu saja tidak sesederhana itu. Maaf, saya hanya larut dalam kegembiraan melihat semangat bocah-bocah Ibu Kota itu berlatih. Soalnya, Minggu, 26 Oktober lalu, ada sebuah keanehan luar biasa di dunia sepak bola kita. Pertandingan antara PSS Sleman dan PSIS Semarang itu telah mencoreng dunia sepak bola.
Jika Anda melihat tayangannya di YouTube, Anda akan geleng-geleng kepala. Sulit dipahami, seorang pemain menggiring bola ke gawang sendiri dan justru dihalang-halangi pemain lawan agar tidak melakukan gol bunuh diri. Pemain depan lawan berganti posisi menjadi pemain belakang tim lawannya. Kekonyolan ini benar-benar tak pantas dilakukan di dunia sepak bola mana pun. Dagelan sepak bola pada akhir kompetisi Divisi Utama itu pun menjadi buah bibir internasional.
Kemungkinan besar, PSS dan PSIS sengaja tidak mau menang agar tidak memimpin Grup 1. Posisi ini berimbas ke pertandingan berikutnya, saat tim yang kalah otomatis tidak akan menghadapi runner-up Grup 2, Pusamania Borneo FC. Artinya, PSS dan PSIS sama-sama menghindari Pusamania.
"Sepak bola gajah" pernah terjadi waktu kesebelasan Indonesia melawan Thailand dalam laga terakhir penyisihan grup Piala Tiger 1998. Skor pada menit-menit terakhir masih imbang 2-2, namun Mursyid Effendi membuat kejutan dengan menyarangkan bola ke gawang sendiri. Asosiasi bola internasional FIFA memberi hukuman kepada tim Merah Putih dengan denda US$ 40 ribu dan Mursyid terkena hukuman seumur hidup. Ia dilarang tampil dalam pertandingan internasional.
Komisi Disiplin PSSI pernah memberi hukuman untuk otak di balik "sepak bola gajah". Dalam laporan majalah Tempo edisi 5 Maret 1994, Komisi Disiplin PSSI menghukum manajer tim Persebaya Surabaya, Agil H. Ali, saat itu. Dia dituduh mengotaki pengaturan skor pertandingan dalam Kompetisi Perserikatan PSSI Wilayah Timur. Agil tidak boleh menjadi ofisial selama setahun dan membayar denda Rp 500 ribu. Adapun pelatih PSIM Yogya, Berce Matulapelwa, diskors enam bulan tapi tak didenda.
"Sepak bola gajah" muncul kembali bulan lalu. Mudah-mudahan, Dimas yang masih belajar sepak bola di Ragunan belum paham benar kasus ini. Seandainya paham, dia akan berpikir seribu kali sebelum memutuskan untuk menjadi pemain sepak bola. Wallahu A'lam Bishawab.
Berita terkait
Divonis Bersalah, Ini Rangkaian Perbuatan Joko Driyono
23 Juli 2019
Joko Driyono dihukum 1,5 tahun penjara atas perbuatannya dalam kasus perusakan barang bukti pengaturan skor Liga Indonesia.
Baca SelengkapnyaHakim Sidang Joko Driyono: Perkara Sederhana, Hanya Saja ...
2 Juli 2019
Jaksa penuntut umum meminta waktu tiga hari lagi untuk menyelesaikan berkas tuntutan untuk Joko Driyono.
Baca SelengkapnyaJaksa Belum Siap, Sidang Tuntutan Joko Driyono Ditunda Lagi
2 Juli 2019
Joko Driyono dan penasehat hukumnya menyatakan tidak keberatan dengan penundaan sidang kedua kalinya tersebut.
Baca SelengkapnyaAlasan Joko Driyono Sempat Mangkir dari Dua Panggilan Polisi
25 Maret 2019
Satgas Antimafia Sepak Bola sebelumnya telah melayangkan dua panggilan kepada Joko Driyono.
Baca SelengkapnyaJoko Driyono Batal Diperiksa Hari Ini
21 Maret 2019
Joko Driyono seharusnya diperiksa kelima kalinya sebagai tersangka perusakan barang bukti kasus mafia bola hari ini pukul 10.00 WIB.
Baca SelengkapnyaSempat Mangkir, Joko Driyono Kembali Dipanggil Polisi Besok
20 Maret 2019
Satgas Antimafia Bola telah memeriksa Joko Driyono sebanyak empat kali berkaitan dengan kasus perusakan barang bukti pengaturan skor bola.
Baca SelengkapnyaIni Alasan Polisi Tak Menahan Joko Driyono
1 Maret 2019
Satgas Antimafia Bola sebelumnya menyatakan Joko Driyono telah mengakui perbuatannya dalam kasus perusakan barang bukti.
Baca SelengkapnyaSatgas Antimafia Bola Kembali Periksa Joko Driyono Hari Ini
27 Februari 2019
Satgas Antimafia Bola sebelumnya menyita uang Rp 300 juta saat menggeledah apartemen milik Joko Driyono pada 14 Februari 2019.
Baca SelengkapnyaPolisi Jelaskan Uang Rp 300 Juta di Apartemen Joko Driyono
22 Februari 2019
Dalam penggeledahan di apertemen Joko Driyono, penyidik menyita uang Rp 300 juta.
Baca SelengkapnyaRisau Kasus Pengaturan Skor, Manajer U-15 Minta Arahan Satgas
22 Februari 2019
Satgas Antimafia Sepak Bola tengah memburu sejumlah orang yang terlibat match fixing atau pengaturan skor.
Baca Selengkapnya