Passion

Penulis

Senin, 5 April 2004 00:00 WIB

Darah di mana-mana. Jangat itu, di bagian pinggang, koyak-koyak oleh pukulan cambuk bertembilang. Sepasang mata itu hampir tertutup oleh cairan kental dari luka. Kedua telapak tangan itu memuncratkan darah ketika dipantek dengan paku besi pada kayu salib....

Begitukah sengsara Yesus seharusnya ditampilkan? Saya menonton The Passion of the Christ di sebuah gedung bioskop yang khidmat tanpa mengunyah brondong jagung. Saya menyaksikan sebuah pornografi penyiksaan.

Pornografi adalah suatu bentuk ekspresi yang menerobos apa yang selama ini tak dianggap pantas: menggambarkan tubuh manusia dengan maksud menimbulkan rangsangan yang optimal. Sebab itu, dalam pornografi, bagian badan manusia diurai dengan bergairah, dan detail sama pentingnya dengan totalitas—sebuah totalitas yang hampir sepenuhnya tampak sebagai sebuah peristiwa badan.

Dalam The Passion of the Christ, film karya Mel Gibson itu, apa yang selama ini tak lazim justru dibentangkan dengan bersemangat di layar putih. Film ini menerobos tabu dalam hal ini. Tradisi gambar klasik penyaliban umumnya terasa bersih—seakan-akan bersih berarti suci—hampir selalu tampak tanpa darah, tanpa gerak. Pada ikon-ikon kuno terasa sikap orang Kristen lama yang menganggap penyaliban lebih sebagai perjalanan rohani menuju kemenangan. Satu kekecualian yang tak terduga-duga tampak pada karya Hans Holbein Muda dari tahun 1521: tubuh Yesus terbaring kurus, luka, sendirian, dengan mata masih terbuka kesakitan—sebuah gambaran kesengsaraan badan yang begitu mencekam hingga Dostoyewski, dalam novel terkenalnya, Idiot, menyebut lukisan itu sebagai sesuatu yang bisa mengguncangkan iman.

Tapi bahkan karya Holbein tak menampilkan jasad yang berlumur darah, dan luka itu menakutkan justru karena seperti membisu. Karya yang lebih modern juga tak hendak memekikkan apa yang memang brutal dalam tiap penyaliban. Kanvas Rouault dari tahun 1930-an tentang sengsara Kristus, misalnya, berhasil menampilkan suasana misterius dan muram—dengan penggunaan teknik "impasto" dan garis luar yang tebal—tapi tak terasa ada tubuh di sana; yang hadir hampir sepenuhnya puisi spiritual.

Advertising
Advertising

Seakan-akan di kalangan Kristen masih berlaku kata-kata Goethe: "Kita tutupi dengan cadar penderitaan Kristus, semata-mata karena kita menghormatinya begitu dalam."

Tapi pada tahun 2004, Mel Gibson merobek cadar itu. Apa yang pernah digambarkan satu naskah kuno Gereja Syria tak terdapat lagi di dalam The Passion of the Christ-nya: "Hari menjadi gelap sebab mereka sedang membantai Tuhan, yang ditelanjangi di atas pohon". Golgotha dalam film Gibson penuh dengan close-up di bawah sinar matahari. Ia ingin agar gambaran yang dicapainya "realistis" dalam memaparkan kesakitan Yesus—dan "realistis", dalam tradisi Hollywood, adalah sesuatu yang terang benderang, dapat dilihat dengan mata telanjang.

Tapi sebagaimana "realisme" iklan, tak ada yang datar di sini. Yang lebih terasa bukanlah "realisme" sehari-hari, sebab tampak benar hasrat untuk memukau, meyakinkan. Salah satu adegan yang paling brutal dalam film ini—lebih brutal dari film Si Pitung, yang pada satu saat menggambarkan mata yang dicongkel dengan satu pukulan silat—adalah pemaparan panjang ketika Yesus diikat di sebuah tonggak dan dihajar oleh dua aljogo Romawi dengan pecut kayu dan cambuk yang ujungnya bertembilang besi. Daging di pinggang kelihatan terkelupas dalam darah, terenggut. Yesus mengaduh. Kedua penyiksa itu tertawa puas: sadisme dalam bentuknya yang paling terbuka.

Saya bukan orang Kristen, dan saya tak merasa memperoleh apa pun dari sensasi itu. Dari The Passion of the Christ saya tak bisa mendapatkan pengertian, kenapa—setelah hukuman yang luar biasa bengisnya itu—dosa manusia menjadi tertebus. Saya lebih cenderung memahami pendapat René Girard ketika ia mengemukakan bahwa kepercayaan tentang upacara korban sebagai jalan agar manusia selamat adalah justru sebuah kepercayaan pra-Kristen. Bukankah itu juga yang diyakini pada masa Inca purba, ketika mereka menyembelih korban manusia ke hadapan dewa-dewa? Bagi Girard, cerita kesengsaraan Yesus justru perubahan radikal dari keyakinan seperti itu. Passio Christi adalah awal sebuah era ketika sejarah manusia tak dilihat dari kacamata mereka yang menang dan selamat, melainkan dari ia yang disiksa: para budak yang membangun piramida, kaum jelata yang menjalani rodi bagi jalan Daendels pada abad ke-19 di Jawa, para tahanan yang tak bersalah yang menyebabkan sebuah masyarakat "aman dan terkendali".

Mungkin itu sebenarnya yang bisa dicapai oleh The Passion of the Christ. Film dimulai dengan adegan malam di Kebun Gethsemani: Yesus dalam keadaan ketakutan, berdoa sendirian dalam gelap, karena ia tahu nasib apa yang menantinya. Ia mencoba menolak nasib itu: ia memohon kepada Tuhan agar ia dibebaskan dari tugas. Tuhan tak berkenan, sebagaimana Tuhan tak melepasnya dari salib.

Namun jika semua ini iradat Tuhan, haruskah via dolorosa itu, jalan kesengsaraan itu, tak putus-putusnya penuh kekejaman? Film Mel Gibson pada akhirnya terasa sebagai sebuah hiperbol. Semuanya dilebih-lebihkan, sampai tingkat yang meragukan: kenapa Yesus, seseorang yang dihukum bukan karena berbuat kejam, diperlakukan jauh lebih sadistis ketimbang para penjahat yang juga disalibkan bersamanya di siang hari itu? Dalam film Mel Gibson, tubuh para bajingan itu tampak tak bergelimang darah tak terbalut debu, tak ada tanda mereka telah didera sebelum dikirim ke Golgotha.

Hiperbol memang diperlukan, tapi jika efek yang diharapkan terjadi. Di sekitar kesengsaraan yang luar biasa itu, tak terasa oleh saya sesuatu bergetar—ada orang ramai, ada beberapa sosok orang yang jatuh hati, tapi The Passion of the Christ sedikit sekali mengantar kita kepada cerita lain dari Yesus: bagaimana laku yang begitu menggugah, yang dirumuskan dengan satu kata, "Cinta", lebih besar ketimbang "Sakit".

Goenawan Mohamad

Berita terkait

Jokowi Kesal Indonesia Banjir Impor Perangkat Teknologi: Kenapa Kita Diam?

2 menit lalu

Jokowi Kesal Indonesia Banjir Impor Perangkat Teknologi: Kenapa Kita Diam?

Jokowi mengatakan CEO dari perusahaan teknologi global, yakni Tim Cook dari Apple dan Satya Nadela dari Microsoft telah bertemu dengan dia di Jakarta.

Baca Selengkapnya

Awal Mula Penemuan Taptilo untuk SLB yang Sempat Ditahan dan Dipajaki Bea Cukai, Alat Apakah Itu?

4 menit lalu

Awal Mula Penemuan Taptilo untuk SLB yang Sempat Ditahan dan Dipajaki Bea Cukai, Alat Apakah Itu?

Alat pembelajaran taptilo untuk salah satu SLB sempat ditahan dan dipajaki Bea Cukai. Apakah itu Taptilo yang penting bagi belajar tunanetra?

Baca Selengkapnya

Kecelakaan KA Pandalungan vs Minibus di Pasuruan Tewaskan Empat Orang, Ini kata KAI

5 menit lalu

Kecelakaan KA Pandalungan vs Minibus di Pasuruan Tewaskan Empat Orang, Ini kata KAI

Satu unit minibus yang melintas di perlintasan sebidang tanpa palang pintu tertabrak KA Pandalungan relasi Gambir-Jember

Baca Selengkapnya

Sekelompok Hakim AS Konservatif Tolak Pekerjakan Lulusan Universitas Columbia Pro-Palestina

7 menit lalu

Sekelompok Hakim AS Konservatif Tolak Pekerjakan Lulusan Universitas Columbia Pro-Palestina

Tiga belas orang hakim federal konservatif di AS memboikot lulusan Universitas Columbia karena protes pro-Palestina.

Baca Selengkapnya

Tentara AS Ditahan di Rusia, Dituduh Mencuri Uang Kekasihnya

8 menit lalu

Tentara AS Ditahan di Rusia, Dituduh Mencuri Uang Kekasihnya

Rusia menuduh tentara AS terlibat pencurian dengan mengambil uang kekasihnya.

Baca Selengkapnya

PSG vs Borussia Dortmund: Pelatih Edin Terzic Kembali Menanti Daya Magis Jadon Sancho

10 menit lalu

PSG vs Borussia Dortmund: Pelatih Edin Terzic Kembali Menanti Daya Magis Jadon Sancho

Jadon Sancho diharapkan kembali tampil gemilang pada laga leg kedua Liga Champions antara PSG vs Borussia Dortmund.

Baca Selengkapnya

Yusril Sebut Prabowo Bisa Tambah Nomenklatur Kementerian: Lewat Revisi UU atau Keluarkan Perpu

10 menit lalu

Yusril Sebut Prabowo Bisa Tambah Nomenklatur Kementerian: Lewat Revisi UU atau Keluarkan Perpu

Yusril mengatakan, Prabowo bisa menambah nomenklatur kementerian dengan melakukan revisi Undang-Undang Kementerian Negera.

Baca Selengkapnya

Ganjar Deklarasi Jadi Oposisi, Anies Sebut Tetap Berada di Jalan Perubahan

11 menit lalu

Ganjar Deklarasi Jadi Oposisi, Anies Sebut Tetap Berada di Jalan Perubahan

Anies mengatakan enggan mendahului sikap apakah bergabung atau tidak dengan pemerintahan Prabowo.

Baca Selengkapnya

Gelar Halalbihalal Nasional, MUI Ingatkan Kembali Pesan Kemanusiaan Terkait Palestina

14 menit lalu

Gelar Halalbihalal Nasional, MUI Ingatkan Kembali Pesan Kemanusiaan Terkait Palestina

MUI ingin merawat tali silaturahmi dengan berbagai mitra kerja dan komponen bangsa

Baca Selengkapnya

Yusril Dukung Prabowo Tambah Kementerian, Singgung Kemendikbudristek yang Terlalu Gemuk

17 menit lalu

Yusril Dukung Prabowo Tambah Kementerian, Singgung Kemendikbudristek yang Terlalu Gemuk

Menurut Yusril, setelah Prabowo dilantik jadi presiden, ia bisa langsung mengeluarkan Perppu terkait penambahan nomenklatur kementerian.

Baca Selengkapnya