Rumah

Penulis

Senin, 6 Oktober 2003 00:00 WIB

Tuan bertanya tidakkah saya takut akan kehilangan rumah. Seperti biasa saya punya jawab yang panjang, membingungkan, dan tak menarik. Sebab saya ingat akan sebuah sajak Chairil Anwar tentang rumah dan tak berumah—tentang kepastian dan ketidakpastian:

Banyak gores belum terputus saja
Satu rumah kecil putih dengan lampu merah muda caya

Langit bersih-cerah dan purnama raya...
Sudah itu tempatku tak tentu di mana

Ada kontras yang langsung dalam sajak itu. Rumah yang rapi dan terang itu adalah kelanjutan dari sebuah riwayat dan sekaligus harapan yang tak bisa dipenggal—salah satu dari ”gores [yang] belum terputus”. Tapi pada saat yang sama, di dalamnya ada yang tak permanen. Perubahan yang drastis, perpindahan yang tak menentu, juga keresahan dan kepergian, akan datang menyusul: ”Sudah itu tempatku tak tentu di mana”.

Advertising
Advertising

Rasanya tak kita dengar sebuah keluh dan sesal dalam baris terakhir Chairil Anwar itu. Bagi si ”aku” dalam puisi itu, ketidaktentuan adalah sesuatu yang tak tersingkirkan, juga bila ia berada dalam sebuah ruang dengan riwayat yang intim dan panjang. Sajak ini mengakui bahwa dalam ketenteraman itu selalu ada yang lain, yang bukan-ketenteraman. ”Satu rumah kecil putih dengan lampu merah muda” itu memang sebuah kosmos alit yang utuh, tapi di dalamnya selalu terkandung khaos yang tak tampak. ”Sekilap pandangan serupa dua klewang bergeseran”, tulis Chairil dalam bait berikutnya. Dan pada akhirnya kita pun terban, seperti diembus angin, ”tak perduli, ke Bandung, ke Sukabumi...!?”.

Tuan bertanya tidakkah saya takut akan kehilangan rumah. Saya cenderung bertanya kembali dengan pertanyaan panjang yang tak menarik: apa yang kini tersisa dari lokalitas dan stabilitas yang pernah ada dahulu? Tuan lihat: kini begitu banyak orang digusur, begitu banyak orang mengungsi. Saya sering dengar ajaran yang mengibaratkan manusia sebagai tanaman: punya petak, punya letak, punya akar. ”Akar” jadi hal yang mustahak. Seorang penulis pernah mengutip Heidegger yang bertanya, ”Masih adakah rumah yang memupuk akar, di mana manusia selamanya berdiri… dalam keadaan bodenstndig?”

Heidegger: pemikir ini dengan nostalgia seorang Jerman tua bisa dengan terharu bicara tentang sebuah rumah petani abad ke-19 di Hutan Hitam di dekat Freibourg. Ia memang salah satu suara abad ke-20 yang menyaksikan teknologi dengan cemas, salah satu kritik murung Eropa yang letih oleh kemajuan. Dalam ceramah memperingati 175 tahun kelahiran komponis Conradin Kreutzer, Heidegger menunjuk bahwa teknologi secara hakiki mengancam ”keberakaran manusia di hari ini”. Di tempat lain di masa lain, Gaston Bachelard juga menyesali perkembangan Paris yang mengubah ruang jadi mandul: di kota itu, kata penulis La poetique de l’espace ini, ”rumah tinggal telah jadi sekadar horizontalitas”.

Namun kritik kepada modernitas—dalam arti dorongan menaklukkan alam dan menjadikannya ruang tanpa kedalaman—tak sepenuhnya menjawab, benarkah ”akar” begitu sentral dalam hidup manusia. Tidakkah teknologi memberikan sesuatu yang lain, yakni kemerdekaan?

Dalam hal ini Chairil Anwar bisa mengejutkan dan sekaligus fasih. Dalam sebuah sajaknya yang lain ia—merasa terimpit di sebuah ruang yang pasti—menyatakan sebuah alternatif:

Kita terapit, cintaku
mengecil diri, kadang bisa mengisar setapak
Mari kita kepas, kita lepas jiwa mencari jadi
merpati

Terbang
mengenali gurun, sonder ketemu, sonder mendarat

the only possible non-stop flight

Terbang dan mengarungi samudra dengan kapal udara maupun laut, menjelajah dengan Internet yang tak bertempat, semua itu dimungkinkan oleh teknologi—dan manusia pun bebas membuat ”jiwa” jadi ”merpati” yang tak ”terapit” dan ”mengecil diri”. Kita pun mengarungi keluasan tak henti-henti, tak takut bila akhirnya kita tak ”mendapat”. Dan rumah pun jadi bagian dari mobilitas, dan arsitektur tak lagi merancang kastil yang gelap berat, melainkan konstruksi yang ringan bagaikan kemah musafir. Atau gubuk para gelandangan dan bedeng para pengungsi.

Rumah petani di Hutan Hitam itu akhirnya hanya dalam kenangan. Tapi nostalgia memang sebuah paradoks. Ia mendekatkan kita dengan apa yang tak lagi dekat. Mungkin karena hidup bukanlah sepenuhnya kehadiran, melainkan juga ketidakhadiran? Rumah—meskipun bukan sebuah puri yang angker—bisa merupakan kehadiran yang membatasi. Tapi bahkan dengan kecenderungannya yang konservatif pun Heidegger melihat peran perbatasan sebagai sebuah awal. ”Sebuah perbatasan bukanlah suatu tempat di mana sesuatu berhenti,” katanya dalam sebuah ceramah untuk satu simposium tentang ”manusia dan ruang” pada tahun 1951. Sebuah perbatasan, katanya, ”Adalah dari mana sesuatu memulai geraknya untuk hadir.” Dengan kata lain, kemerdekaan itu ada justru di antara ketidakmerdekaan.

Maka apa arti sebuah rumah, sebenarnya? Sebuah ruang hidup di mana ada kemerdekaan. Ketika rumah kehilangan sifatnya itu, ia pun jadi sesuatu yang lain—mungkin sepetak bumi berpasir hisap yang menyedot kita ke kematian. Sebab itu rumah (juga tanah air dan tiap ruang tempat kita mempertautkan diri) adalah sebuah ekspresi dan sekaligus sebuah rekaman perjalanan penjelajahan. ”Rumahku dari unggun-timbun sajak,” kata sebaris sajak seorang penyair Belanda yang disadur Chairil Anwar.

Pada akhirnya, paradoks itu memang tak terelakkan. Manusia berdiri bertaut dengan bumi, selalu dalam bodenstndig, tapi kita tak mungkin terjebak di dalam pot dan petak tanah. Tak mengherankan bila—meskipun ia menakutkan rusaknya ”akar”—Heidegger juga mengutip penyair Johann Peter Hebel: ”Kita tanaman, yang… harus bangkit dengan akarnya, dari bumi, jika ingin berbunga di udara terbuka…”.

Takutkah saya kehilangan rumah? Bukankah kita akan selalu kehilangan rumah?

Goenawan Mohamad

Berita terkait

Komnas HAM Papua Rekomendasikan Pasukan Tambahan ke Intan Jaya Bukan Orang Baru

38 detik lalu

Komnas HAM Papua Rekomendasikan Pasukan Tambahan ke Intan Jaya Bukan Orang Baru

Komnas HAM Papua berharap petugas keamanan tambahan benar-benar memahami kultur dan struktur sosial di masyarakat Papua.

Baca Selengkapnya

Media AS Sebut Arab Saudi Tangkap Warganya yang Kritik Israel soal Gaza

1 menit lalu

Media AS Sebut Arab Saudi Tangkap Warganya yang Kritik Israel soal Gaza

Menurut media asal AS, Arab Saudi menangkap warganya karena mengkritik Israel di media sosial terkait perang di Gaza.

Baca Selengkapnya

4 Kota di Afganistan yang Paling Menarik Dikunjungi, Banyak Peninggalan Sejarah

1 menit lalu

4 Kota di Afganistan yang Paling Menarik Dikunjungi, Banyak Peninggalan Sejarah

Afganistan yang terletak di Asia Selatan dan Asia Tengah menawarkan banyak hal untuk dijelajahi, misalnya situs bersejarah dan budaya.

Baca Selengkapnya

Laporan Investigasi: Indonesia Impor Spyware dari Perusahaan Israel

9 menit lalu

Laporan Investigasi: Indonesia Impor Spyware dari Perusahaan Israel

Indonesia dikabarkan tengah mengimpor Indonesia tengah mengimpor sejumlah produk spyware dan pengawasan yang sangat invasif dari Israel.

Baca Selengkapnya

Cerita Dosen Muda ITB, Raih Gelar Doktor di Usia 27 dan Bimbing Tesis Mahasiswa Lebih Tua

9 menit lalu

Cerita Dosen Muda ITB, Raih Gelar Doktor di Usia 27 dan Bimbing Tesis Mahasiswa Lebih Tua

Nila Armelia Windasari, dosen muda ITB menceritakan pengalamannya meraih gelar doktor di usia 27 tahun.

Baca Selengkapnya

Polisi Philadelphia Tolak Permintaan Kampus UPenn untuk Serbu Demo Dukung Palestina

15 menit lalu

Polisi Philadelphia Tolak Permintaan Kampus UPenn untuk Serbu Demo Dukung Palestina

Kepolisian Philadelphia menolak permintaan Universitas Pennsylvania untuk membubarkan paksa perkemahan mahasiswa pendukung demo Palestina

Baca Selengkapnya

Taliban Siapkan Promosi Wisata Afganistan untuk Tingkatkan Perekonomian

17 menit lalu

Taliban Siapkan Promosi Wisata Afganistan untuk Tingkatkan Perekonomian

Dalam beberapa tahun terakhir, pariwisata Afganistan meningkat. Turis asing paling banyak berasal dari Cina.

Baca Selengkapnya

Resmi Pensiun, Kento Momota Nikmati Persaingan dengan Anthony Sinisuka Ginting hingga Viktor Axelsen

23 menit lalu

Resmi Pensiun, Kento Momota Nikmati Persaingan dengan Anthony Sinisuka Ginting hingga Viktor Axelsen

Kento Momota ingin membuat lebih banyak orang mencintai bulu tangkis lebih dari dia mencitainya usai resmi pensiun.

Baca Selengkapnya

Bendesa Adat Peras Pengusaha yang Mau Investasi Kejati Bali: Baru Pertama Kali Terungkap

24 menit lalu

Bendesa Adat Peras Pengusaha yang Mau Investasi Kejati Bali: Baru Pertama Kali Terungkap

Kejaksaan Tinggi Bali melakulan operasi tangkap tangan terhadap Bendesa Adat yang diduga memeras seorang pengusaha.

Baca Selengkapnya

Projo Banten Dorong Program Calon Kepala Daerah Searah dengan Program Prabowo-Gibran

25 menit lalu

Projo Banten Dorong Program Calon Kepala Daerah Searah dengan Program Prabowo-Gibran

Projo Banten berharap program-program Prabowo-Gibran dapat berjalan dan searah dengan program kepala daerah.

Baca Selengkapnya