TEMPO.CO, Jakarta - Muhidin M. Dahlan, kerani @warungarsip
"Jamput! Ujok muruki aku. Ayo siap-siap nggepuk Inggris!" - Hasanuddin, Komandan PTKR
Foto/poster Bung Tomo berambut gondrong yang berhadapan dengan mikrofon dengan urat muka menegang dan jari telunjuk tangan kanan menusuk langit adalah poster yang wajar.
Tapi di sinilah masalahnya. Foto yang oleh publik kadung dianggap sebagai sesuatu yang wajar itu menyimpan narasi yang (di)gelap(kan). Foto itu tak pernah ada saat lima babak pertempuran Surabaya digelar: insiden bendera Hotel Yamato (19 September 1945), rapat raksasa Tambaksari (21 september 1945), pelucutan senjata tentara Jepang (29, 30 September, dan 1 Oktober 1945), pertempuran tiga hari melawan tentara Sekutu Inggris (28-30 Oktober 1945), dan pertempuran 10 November 1945.
Koran dwibahasa (Indonesia-Tiongkok) Nanyang Pos pada 1947 justru memberi kesaksian yang mengagetkan. Disitir dari Yudhi Soerjoatmodjo (2000), koran itu memuat beberapa bingkai foto Bung Tomo, di mana mikrofon, tenda bergaris-garis, dan seragam yang dipakai sama dengan properti yang ada dalam poster "pertempuran Surabaya". Bunyi keterangan foto itu:
"Rapat oemoem di Malang jang baroe ini, mengoempoelkan pakaian-pakaian boeat korban-korban Soerabaja. Jang lagi berbitjara pemimpin pemberontak toean Soetomo".
Ada yang cacat dalam kronik poster Bung Tomo itu. Peristiwa, gambar, dan peruntukannya tidak linier. Betapa jauh waktu antara foto pidato di Malang itu (1947) dan "Pertempuran Surabaya" (1945). Belum lagi rambut gondrong Bung Tomo di poster mustahil ada pada 1945, yang memang diharamkan Jepang. Nah, cacat kronika itu menjadikan poster Bung Tomo sebagai meme heroisme yang tragis.
Dalam historiografi Pertempuran Surabaya, Bung Tomo memang bukan faktor utama. Ia memang tukang bicara di Radio Pemberontakan, yang bekerja sama dengan RRI mengagitasi semangat warga di kampung-kampung untuk melawan. Masih ada sederet pemimpin-pemimpin pemuda pejuang yang berhimpun di PTKR, TKR, Hizbullah, dan PRI.
Dalam penilaian Wakil Komandan Polisi Tentara Keamanan Rakyat (PTKR) Soehario Padmowiryo, justru Pemuda Republik Indonesia (PRI) yang dipimpin Soemarsono-lah yang paling getol menghimpun kekuatan pemuda-pemuda pejuang di kampung. Bung Tomo termasuk anggota PRI (bagian penerangan) sebelum mendirikan Barisan Pemberontak Rakyat Indonesia (BPRI).
Usaha Bung Tomo memecah diri itu justru dinilai sebagai tindakan pemecah persatuan pemuda pejuang kampung yang membuat si bung nyaris dikeroyok.
Saya berkeyakinan, nama Bung Tomo dikerek lewat narasi dan poster sebagai siasat dan mitos dalam kepahlawanan untuk menggelapkan arus kiri dalam Pertempuran Surabaya. Nama seperti Soemarsono dan laskar-laskar rakyat yang terlibat dalam layar besar pertempuran dikrop setelah Peristiwa Madiun meletus tiga tahun setelah 10 November.
Dalam historiografi yang demikian itu, Pertempuran Surabaya mesti disucikan dari keterlibatan orang-orang komunis dan kaum kiri progresif. Terlalu suci jihad Surabaya itu untuk kehadiran dan keterlibatan pentolan-pentolan komunis yang dituding bikin pengkhianatan di Madiun 1948 dan Jakarta 1965.
Jadi, sejak kapan poster heroik Bung Tomo berpidato itu beredar di halaman buku sejarah dan alam pikiran manusia Indonesia? Sejak komunisme dan Marxisme menjadi hantu blau dalam historiografi Indonesia! *
Berita terkait
3 Fakta Cut Nyak Dhien di Sumedang, Mengajar Agama dan Disebut Ibu Suci
15 jam lalu
Cut Nyak Dhien sangat dihormati masyarakat Sumedang dan dijuluki ibu perbu atau ibu suci. Ia dimakamkan di tempat terhormat bangsawan Sumedang.
Baca SelengkapnyaKisah Cut Nyak Dhien Ditetapkan Sebagai Pahlawan Nasional 60 Tahun Lalu, Rakyat Aceh Menunggu 8 Tahun
20 jam lalu
Perlu waktu bertahun-tahun hingga akhirnya pemerintah menetapkan Cut Nyak Dhien sebagai pahlawan nasional.
Baca SelengkapnyaKisah Ki Hadjar Dewantara Sebelum Jadi Bapak Pendidikan: Wartawan Kritis Musuh Belanda
1 hari lalu
Sebelum memperjuangkan pendidikan, Ki Hadjar Dewantara adalah wartawan kritis kepada pemerintah kolonial. Ia pun pernah menghajar orang Belanda.
Baca SelengkapnyaReza Rahadian Mengaku tertarik Perankan Leluhurnya, Siapa Thomas Matulessy?
12 hari lalu
Dalam YouTube Reza Rahadian mengaku tertarik memerankan Thomas Matulessy jika ada yang menawarkan kepadanya dalam film. Apa hubungan dengannya?
Baca SelengkapnyaLegenda Lagu Hari Lebaran Karya Ismail Marzuki, Begini Lirik Lengkapnya
20 hari lalu
Ismail Marzuki menciptakan lagu tentang Hari Lebaran yang melegenda. Begini lirik dan profil pencipta lagu tentang Lebaran ini?
Baca SelengkapnyaProfil Usmar Ismail, Wartawan yang Jadi Bapak Film Nasional
33 hari lalu
Usmar Ismail dikenal sebagai bapak film nasional karena peran penting dalam perfilman Indonesia, Diberi gelar pahlawan nasional oleh Jokowi.
Baca SelengkapnyaJika Prabowo Jadi Presiden, Butet Kertaradjasa Cemas Soeharto Ditetapkan Pahlawan Nasional
17 Februari 2024
Seniman Butet Kertaradjasa cemas bila Prabowo Subianto menjadi presiden menghidupkan kembali Orde Baru
Baca SelengkapnyaAnies Baswedan Sebut Nama John Lie Saat Bertemu Komunitas Indonesia Tionghoa, Siapa Dia?
4 Februari 2024
Anies Baswedan menyebut nama John Lie saat acara Desak Anies bersama Komunitas Indonesia Tionghoa, di Glodok, Jakarta. Siapa John Lie?
Baca SelengkapnyaKisah Lafran Pane Pendiri HMI dalam Film Lafran Akan Tayang Februari 2024, Begini Perjuangannya
1 Desember 2023
Lafran Pane merupakan pendiri organisasi Himpunan Mahasiswa Islam (HMI). Film Lafran tayang pada Februari 2024. Berikut biografinya.
Baca SelengkapnyaSiapa Lafran Pane yang Kisah Hidupnya Ditampilkan dalam Film Lafran?
1 Desember 2023
Film Lafran dibintangi Dimas Anggara sebagai Lafran Pane akan tayang pada Februari 2024. Siapa dia, apa hubungannya dengan HMI?
Baca Selengkapnya