Troya

Penulis

Senin, 14 Juni 2004 00:00 WIB

Perang itu berlangsung 10 tahun lamanya. Seribu kapal dan 100 ribu prajurit dikerahkan, dan Troya, sebuah kota kerajaan yang dulu onon terletak di ujung barat laut Turki, digepuk. Korban pun jatuh bertumpuk-tumpuk, para pendekar gugur. Dalam wiracarita yang termasyhur ini, medan tempur terlukis bengis:

"Idomeneus menusuk Erymas, lurus menerobos mulut: ujung tombak logam itu tembus ke dekat otak, mengrowak, membelah tengkorak yang berkilau keringat—gigi pun berhamburan, darah muncrat, menutupi kedua mata hingga kelopak, mengucur di liang hidung, dan bibir itu terkuak…."

Untuk apa kebuasan itu? Menurut kisah Homeros, seorang penyair buta yang konon hidup 2850 tahun yang lalu, Perang Troya terjadi karena Agamemnon, raja orang Achaea, hendak merebut kembali istri adiknya yang diculik. Senjata pun dihunus karena sang penculik adalah seorang pangeran dari negeri lain. Seperti Ramayana: mengasyikkan tapi tak masuk akal.

Terutama bagi penulis sejarah. Herodotus, sejarawan yang hidup pada abad ke-5 sebelum Masehi, meragukan motif pembebasan istri itu. Maka wajar bila zaman ini, di tengah Perang Irak yang lancung alasannya, film Troy yang disutradarai Wolfgang Petersen menyodorkan penjelasan yang lebih bisa dimengerti abad ke-21. Hektor, pangeran dan pendekar perang dari Troya itu, berkata, menurut skenario David Benioff: "Ini perkara kekuasaan, bukan cinta."

Kedua hal itu sebetulnya tak berbeda, bila "cinta" berarti "memiliki". Dan pada zaman ketika "memiliki" (kata lain untuk "menguasai") jadi penting, ketika perempuan hanya pelengkap, alasan Agamemnon untuk berperang habis-habisan bisa merupakan kombinasi antara "wanita" dan "takhta". Benar bahwa Helena, iparnya, diculik oleh Paris dan dibawa ke Troya. Tapi benar pula bahwa soalnya menyangkut gengsi dan kekukuhan sebuah kerajaan.

Advertising
Advertising

Saya kira itu sebabnya Jean Giraudoux menuliskan lakonnya, Perang Troya Tak Akan Meletus (La Guerre de Troie n'aura pas lieu) dengan cemooh, dan ketika Arifin C. Noer mementaskannya di Taman Ismail Marzuki 30 tahun yang lalu, ia menyelipkan logat orang Tegal dalam dialog, untuk meledek. Dalam Babak ke-2, Hektor yang tak menghendaki perang memanggil seorang pakar hukum internasional, Busiris. Orang ini menguraikan dasar-dasar legal untuk berperang melawan orang Achaea yang telah siaga di laut itu. Tapi Hektor, yang melihat betapa gampangnya orang menemukan dalih untuk berperang, berhasil menekan Busiris agar memakai dalih yang sama untuk tidak berperang. "Kita harus cepat-cepat menutup semua pintu peperangan, dengan segala gembok, segala palang," katanya.

Menarik bahwa dalam lakon ini Hektor melihat perang sebagai sesuatu yang datang dari luar. Tapi "luar" itu baginya bukan balatentara bangsa Achaea itu. Ia bahkan tak hendak menutup gerbang kota untuk mereka. Yang ingin ditampiknya adalah bencana bagi yang tak bersalah.

Akhirnya kita tahu, Hektor tak bisa mencegah bencana itu. Dalam penuturan Homeros, Hektor akhirnya ikut bertempur. Ia maju dengan gagah, meskipun ia tahu Troya akan jatuh dan ia akan gugur. Dan tatkala akhirnya kota itu bobol, dan pasukan Yunani masuk, yang tak bersalah memang jadi korban: putra Hektor, Astyanax, dilemparkan pasukan yang menang itu ke dinding. Bayi itu mati.

Tapi pangeran Troya itu benar: perang tak datang dari dalam dan dari 1.000 kapal Yunani. Dalam kisah Homeros, perang itu datang dari atas—dari para dewa.

Dalam cerita kuno ini, Kahyangan adalah Olimpus yang sibuk: para dewa dengan bernafsu menyeret manusia ke dalam kebuasan yang sebenarnya tak mereka inginkan. Raja Priam dari Troya tahu itu. Ia memandang sedih Helena yang dituduh jadi biang perkara, dan berkata, "Anakku, aku tak menyalahkanmu. Para dewalah yang harus disalahkan. Merekalah yang menyebabkan perang yang mengerikan ini."

Mungkin terlampau gampang menyalahkan para dewa, tapi di bagian ketiga wiracarita Homeros, memang inilah yang terjadi: setelah bertahun-tahun kedua kubu berkelahi tanpa kalah dan menang, mereka pun bersepakat menyelesaikan persoalan dengan cara yang lebih hemat dan adil: Paris, yang menculik Helena, akan berduel dengan Menelues, sang suami, adik Raja Agamemnon. Siapa yang menang akan berhak menyunting perempuan jelita itu, dan setelah itu perang akan ditutup.

Tapi ternyata dewa dan dewi di Olimpus tak menghendaki perdamaian….

Bagi Dewi Afrodita, yang mencintai Paris yang tampan, laki-laki itu harus ditolong di saat ia nyaris terbunuh. Bagi Hera, istri Zeus, pokoknya Troya harus hancur. Zeus akhirnya mengalah: bapak para dewa ini menyetujui Troya binasa, karena Hera kelak akan merelakan kota-kota kesayangannya, antara lain Argos dan Sparta, terbasmi. Dengan hasutan para dewa, kedua kubu pun segera saling membunuh kembali. Kekejaman berkobar, dan Troya hancur.

Saya tak tahu bagaimana dengan imajinasi seperti itu agama bisa menyusun argumennya. Tapi mungkin tiga milenia yang lalu kisah Homeros adalah awal kesadaran akan absurditas hidup dan ambivalensi iman: manusia percaya adanya dewa yang berkuasa, tapi dengan itu manusia harus menanggungkan nasib sebagai ketentuan Langit. Dalam kondisi semuram itu, apa kiranya yang membuat hidup berharga?

Saya kira jawabnya muncul di bagian akhir cerita: malam itu Priam, ayah Hektor, datang dari Troya tanpa pengawal ke kemah musuh. Ia menemui Akhilles yang telah membunuh Hektor dan dengan bengis menyeret jasadnya berkeliling dengan kereta perang. Priam ingin mengambil jenazah anaknya.

Akhilles tersentuh melihat pak tua yang kehilangan itu, dan seraya mencoba menahan tangis, ia menyilakan tamunya duduk. "Para dewa yang kekal tak peduli," katanya, "tapi nasib yang mereka timpakan kepada manusia penuh dengan tragedi." Suara itu akrab.

Di saat seperti ini hidup pun terasa berarti kembali, berpijar kembali, karena manusia berjabat tangan dan Kahyangan terdiam.

Goenawan Mohamad

Berita terkait

Ketua KPU Akui Sistem Noken di Pemilu 2024 Agak Aneh, Perolehan Suara Berubah di Semua Partai

2 menit lalu

Ketua KPU Akui Sistem Noken di Pemilu 2024 Agak Aneh, Perolehan Suara Berubah di Semua Partai

Ketua KPU Hasyim Asy'ari mengakui sistem noken pada pemilu 2024 agak aneh. Apa sebabnya?

Baca Selengkapnya

Halal Fair Digelar Akhir Pekan Ini di Yogyakarta, Pengunjung Langsung Membeludak

5 menit lalu

Halal Fair Digelar Akhir Pekan Ini di Yogyakarta, Pengunjung Langsung Membeludak

Halal Fair 2024 menyajikan nuansa berwisata syariah bersama keluarga, digelar tiga hari di Jogja Expo Center Yogyakarta.

Baca Selengkapnya

Warga Terdampak Erupsi Gunung Ruang Bakal Direlokasi ke Bolaang Mongondow

11 menit lalu

Warga Terdampak Erupsi Gunung Ruang Bakal Direlokasi ke Bolaang Mongondow

Kementerian PUPR bakal merelokasi merelokasi warga terdampak erupsi Gunung Ruang di Sulawesi Utara.

Baca Selengkapnya

Mengenal Nur Alim Jabrik, Legenda Sepak Bola Indonesia yang Memuji Timnas U-23

11 menit lalu

Mengenal Nur Alim Jabrik, Legenda Sepak Bola Indonesia yang Memuji Timnas U-23

Nur Alim legenda sepak bola Indonesia asal Bekasi memuji performa Timnas U-23 Indonesia di Piala Asia U-23

Baca Selengkapnya

IM57+ Nilai Nurul Ghufron Panik

12 menit lalu

IM57+ Nilai Nurul Ghufron Panik

Nurul Ghufron dinilai panik karena mempermasalahkan prosedur penanganan perkara dugaan pelanggaran etiknya dan menyeret Alexander Marwata.

Baca Selengkapnya

Imam Budi Hartono Siap Maju Pilkada Depok 2024, Berharap Bisa Koalisi dengan Golkar

23 menit lalu

Imam Budi Hartono Siap Maju Pilkada Depok 2024, Berharap Bisa Koalisi dengan Golkar

Imam Budi Hartono sudah memegang surat keputusan dari DPP PKS untuk maju Pilkada Depok 2024 dan berharap bisa berkoalisi dengan Golkar.

Baca Selengkapnya

Prabowo Bakal Bentuk Presidential Club, Megawati, SBY dan Jokowi Masuk di Dalamnya

24 menit lalu

Prabowo Bakal Bentuk Presidential Club, Megawati, SBY dan Jokowi Masuk di Dalamnya

Prabowo disebut akan membentuk Presidential Club yang menjadi wadah pertemuan mantan presiden.

Baca Selengkapnya

Bulog Beberkan Alasan Penyerapan Jagung Belum Maksimal

25 menit lalu

Bulog Beberkan Alasan Penyerapan Jagung Belum Maksimal

Direktur Utama Perum Bulog Bayu Krisnamurthi membeberkan alasan penyerapan jagung dari petani hingga kini masih terkendala.

Baca Selengkapnya

Jurnalis Palestina Peliput Perang Gaza Menangkan Penghargaan Kebebasan Pers UNESCO

25 menit lalu

Jurnalis Palestina Peliput Perang Gaza Menangkan Penghargaan Kebebasan Pers UNESCO

Kepala UNESCO menyerukan penghargaan atas keberanian jurnalis Palestina menghadapi kondisi 'sulit dan berbahaya' di Gaza.

Baca Selengkapnya

Wisata Karang Boma Cliff: Harga Tiket, Lokasi, dan Cara Menuju Kesana

27 menit lalu

Wisata Karang Boma Cliff: Harga Tiket, Lokasi, dan Cara Menuju Kesana

Weekend ini bisa agendakan untuk melancong ke Wisata Karang Boma Cliff. Tempat ini cocok bagi para sunset seekers atau pencari matahari terbenam.

Baca Selengkapnya