Purnawan Andra, staf Direktorat Sejarah & Nilai Budaya Kemdikbud
Jalanan adalah penanda penting peradaban, wahana segala mobilitas yang berlangsung di atasnya. Tidak hanya berfungsi sebagai sarana lalu lintas barang dan manusia, jalan juga merepresentasikan perkembangan teknologi dan ilmu pengetahuan. Pemaknaan atas jalan berkembang dari konstruksi fisik, politik pemerintahan, hingga simbolisme nilai yang berada pada dan di wilayah sekitar jalanan.
Jalan pernah menjadi isu penting pada awal abad ke-19 ketika sebuah proyek raksasa dikerjakan Gubernur Jenderal Daendels untuk membangun Jalan Raya Pos sepanjang kurang-lebih 1.000 kilometer. Jalan ini menghubungkan ujung barat dan timur Pulau Jawa untuk kemudahan mobilisasi ekonomi dan sosial-budaya. Semuanya itu dilakukan dalam konteks politik kekuasaan kaum penjajah.
Sebelumnya dulu, jika seorang bangsawan lewat, seluruh rakyat harus menyisihkan jalan dan menundukkan kepala sebagai tanda hormat. Kuntowijoyo (dalam Mawardi, 2009) mengisahkan iring-iringan rombongan kerajaan pada masa Pakubuwono X, ketika hendak berwisata ke pesranggahan kerajaan di luar kota, bahkan perlu diberitakan di koran lokal sesuai dengan perintah raja. Jalan raya menjadi saksi perubahan makna atas identitas simbolik, yang kemudian kerap kali berhitungan dengan status sosial, ekonomi, bahkan politis dan kultural.
Hingga saat ini, orang harus minggir memberi jalan jika seseorang yang mempunyai "kekuasaan" melintas. Kasus termutakhir adalah seorang pengendara sepeda motor berpelat nomor L-4900-Y mengalami luka di bagian tangan dan badan saat terjatuh setelah ditendang polisi Patwal yang sedang mengawal iring-iringan sepeda motor Harley Davidson di Jalan Raya Demak, Demak, Jawa Tengah, pada 7 November. Padahal, pengendara sedang melaju di jalur yang bukan dilewati oleh konvoi tersebut. Meskipun mengetahui korban jatuh, polisi tersebut tidak menghentikan kendaraannya dan terus mengawal rombongan tersebut (www.merdeka.com).
Berdasarkan Pasal 65 PP Nomor 43/1993, barangkali tidak ada yang salah dengan penggunaan voorijder. Sayangnya, aturan tersebut digunakan semena-mena. Asalkan mampu menyewa, semua kendaraan lain bisa dipinggirkan dan lampu lalu lintas pun bisa diterobos.
Dalam kasus ini, jalan menjadi bagian dari logika sepihak yang menegaskan stigma tertentu atas dasar latar belakang sosial dan kultural seseorang/kelompok. Akibatnya, di jalanan, interaksi sosial secara simbolis tercipta dalam konsep opisisi biner: kekalahan dan kemenangan. Hal ini menggambarkan rusaknya basis sosial masyarakat yang seharusnya mengandaikan adanya kesadaran warganya untuk menghargai hak kepemilikan dan pemanfaatan instalasi publik.
Seturut dengan logika Yudi Latif (2014), jika kita gagal dalam menempatkan jalan (ruang publik) sebagai satu-satunya institusi definitif dalam demokrasi modern, hal itu akan berakibat fatal, yaitu kematian civil society, hancurnya kerekatan sosial (social bond) dalam masyarakat. Bila hal ini terjadi, akan tumbuh social distrust (iklim tidak saling mempercayai) di antara kelompok-kelompok sosial.
Jalanan (ruang publik) perlu dipandang sebagai sistem yang dapat mengakomodasi komunikasi bebas dominasi dalam rangka pembentukan konsensus rasional komunal, yaitu sopan santun bagi sesama pengguna jalan raya. *
Berita terkait
Bamsoet Dukung Rencana Touring Kebudayaan
5 hari lalu
Bamsoet mendukung rencana touring kebudayaan bertajuk "Borobudur to Berlin. Global Cultural Journey: Spreading Tolerance and Peace".
Baca SelengkapnyaIngin Jadi Pusat Seni dan Budaya, Hong Kong Dirikan Museum Sastra
9 hari lalu
Museum Sasta Hong Kong akan dibuka pada Juni
Baca SelengkapnyaIndonesia dan Jerman Sepakat Tingkatkan Kerja Sama Budaya
44 hari lalu
Indonesia dan Jerman menandatangani Pernyataan Kehendak Bersama untuk meningkatkan dan mempromosikan hubungan budaya kedua negara.
Baca Selengkapnya3 Tradisi Unik Jelang Ramadan di Semarang dan Yogyakarta
52 hari lalu
Menjelang Ramadan, masyarakat di sejumlah daerah kerap melakukan berbagai tradisi unik.
Baca SelengkapnyaTerkini: Anies dan Ganjar Kompak Sindir Politisasi Bansos di Depan Prabowo, Ide BUMN Jadi Koperasi Pengamat Sebut Pernyataannya Dipelintir
5 Februari 2024
Ganjar Pranowo dan Anies Baswedan kompak menyindir politisasi bantuan sosial atau Bansos di depan Prabowo Subianto dalam debat Capres terakhir.
Baca SelengkapnyaPrabowo Janjikan Dana Abadi Budaya, RI Sudah Punya Anggaran Rp 2 Triliun di APBN
5 Februari 2024
Segini besar anggaran dana abadi budaya yang sudah dikantongi Kementerian Keuangan sebelumnya.
Baca SelengkapnyaDebat Capres Usung Tema Kebudayaan, Apa Harapan Budayawan, Pekerja Seni, dan Sastrawan?
2 Februari 2024
Debat capres terakhir, 4 Februari 2024 salah satunya mengusung tema kebudayaan. Begini harapan budayawan, pekerja seni, dan sastrawan?
Baca SelengkapnyaAnies Baswedan Janjikan Yogyakarta sebagai Kancah Baur Budaya dalam Desak Anies, Ini Artinya
24 Januari 2024
Anies Baswedan janji kepada warga Desak Anies di Rocket Convention Hall, Sleman, Yogyakarta. Anies menjanjikan Yogyakarta menjadi Kancah Baur Budaya.
Baca SelengkapnyaMengenal Apa Itu Globalisasi, Penyebab, hingga Dampaknya
23 Januari 2024
Globalisasi adalah proses integrasi dan interaksi antar negara. Ketahui pengertian globalisasi, penyebab, hingga dampaknya di artikel ini.
Baca SelengkapnyaIndonesia Terpilih Jadi Ketua Pokja Budaya dan Pariwisata ASEAN Korea Centre
18 Januari 2024
Indonesia terpilih untuk menjadi Ketua Pokja Budaya dan Pariwisata ASEAN Korea Centre dari 11 perwakilan negara anggota ASEAN di Seoul
Baca Selengkapnya