Eddi Elison, Mantan Sekretaris Tim Pemberantasan Mafia Perwasitan PSSI 1998
Menanggapi "sepak bola gajah" yang terjadi di Yogyakarta, 26 Oktober lalu, pertandingan antara PSIS Semarang vs PSS Sleman dalam Kompetisi Divisi Utama saat pertandingan delapan besar, Ketua Umum PSSI Djohar Arifin Husin menyebutnya sebagai "kotoran". Karena itu, harus disapu bersih.
Meskipun tidak menyebutkan jenis kotorannya, Komisi Disiplin (Komdis) pimpinan Hinca Panjaitan langsung "menyapu bersih" dengan menjatuhkan vonis terhadap klub PSIS dan PSS, meliputi manajer dan pelatih kedua klub, beberapa pemain yang terlibat dan diprediksi terlibat, termasuk juga pemijat. Keputusan ini tampaknya masih panjang, karena wasit yang memimpin pertandingan pun ikut diincar. "Orang luar" yang disinyalir bertindak sebagai "pawang" sepak bola gajah itu juga kini sedang dicari.
Cukup bersidang sekali, PSIS dan PSS ditendang dari pertarungan babak delapan besar, sehingga mereka didenda dan tidak mungkin mendapat promosi ke tingkat Liga Super Indonesia. Selain itu, kedua manajer dan pelatih masing-masing klub serta beberapa pemain dihukum seumur hidup. Dalam sekali sidang, ada pemain lainnya yang juga dijatuhi hukuman bervariasi.
Dengan menghukum pelatih dan pemain seumur hidup secara dadakan, PSSI telah memutus mata pencarian hidup mereka dan keluarga. Padahal mereka semua menggantungkan kehidupannya di bidang sepak bola, sesuai dengan bakat dan pilihannya. Karena itulah, kalau ada beberapa kalangan menyebutkan vonis tersebut sebagai pembinasaan, bukan pembinaan, tentu bisa dimengerti.
Sejak lahirnya PSSI, terutama pada era Galatama dalam kepengurusan Ali Sadikin pada 1980-an, terjadi sekian banyak atur-mengatur skor (nama "sepak bola gajah" belum dikenal), yang melibatkan pemilik klub, pelatih, dan pemain. Hukuman yang dijatuhkan oleh pengadilan negeri bertujuan "agar kapok/jera".
Hal yang perlu dicatat tentang keputusan PSSI terkait dengan sepak bola gajah adalah Komdis terkesan melupakan etika dalam menjatuhkan vonis. Para "terdakwa" juga difungsikan sebagai saksi. Pemeriksaan terkesan mengejar target "harus disapu bersih", tanpa ada pertimbangan lainnya, seperti biografi terdakwa, sumbangsih mereka terhadap sepak bola, tingkah polah selama ini, dan lain-lain.
Strategi yang dipakai Hinca, yang merupakan putra Kisaran, Asahan, itu tampaknya adalah pola EGP (emang gue pikirin), karena dikejar target pemasukan dana besar ke kas PSSI melalui denda. Khusus untuk kasus sepak bola gajah ini, Komdis menghasilkan Rp 3 miliar lebih.
Bayangkan, selain memutus rantai kehidupan para terhukum, terjadi "perampasan" harta dan uang mereka, sehingga bisa disetarakan dengan peribahasa "sudah jatuh, tertimpa tangga pula".
Bagi mereka yang terhukum, masih ada jalan untuk membela diri, yakni banding ke Komisi Banding, selain perlu melapor ke Komnas HAM, mengingat vonis tersebut dapat dikategorikan sebagai melanggar HAM, yang berbunyi: "Setiap orang berhak untuk hidup serta berhak mempertahankan hidup dan kehidupannya." Bahkan UUD 1945 Pasal 27 ayat (2) menyebutkan, "Tiap-tiap warga negara berhak atas pekerjaan dan penghidupan yang layak bagi kemanusiaan." *
Berita terkait
Divonis Bersalah, Ini Rangkaian Perbuatan Joko Driyono
23 Juli 2019
Joko Driyono dihukum 1,5 tahun penjara atas perbuatannya dalam kasus perusakan barang bukti pengaturan skor Liga Indonesia.
Baca SelengkapnyaHakim Sidang Joko Driyono: Perkara Sederhana, Hanya Saja ...
2 Juli 2019
Jaksa penuntut umum meminta waktu tiga hari lagi untuk menyelesaikan berkas tuntutan untuk Joko Driyono.
Baca SelengkapnyaJaksa Belum Siap, Sidang Tuntutan Joko Driyono Ditunda Lagi
2 Juli 2019
Joko Driyono dan penasehat hukumnya menyatakan tidak keberatan dengan penundaan sidang kedua kalinya tersebut.
Baca SelengkapnyaAlasan Joko Driyono Sempat Mangkir dari Dua Panggilan Polisi
25 Maret 2019
Satgas Antimafia Sepak Bola sebelumnya telah melayangkan dua panggilan kepada Joko Driyono.
Baca SelengkapnyaJoko Driyono Batal Diperiksa Hari Ini
21 Maret 2019
Joko Driyono seharusnya diperiksa kelima kalinya sebagai tersangka perusakan barang bukti kasus mafia bola hari ini pukul 10.00 WIB.
Baca SelengkapnyaSempat Mangkir, Joko Driyono Kembali Dipanggil Polisi Besok
20 Maret 2019
Satgas Antimafia Bola telah memeriksa Joko Driyono sebanyak empat kali berkaitan dengan kasus perusakan barang bukti pengaturan skor bola.
Baca SelengkapnyaIni Alasan Polisi Tak Menahan Joko Driyono
1 Maret 2019
Satgas Antimafia Bola sebelumnya menyatakan Joko Driyono telah mengakui perbuatannya dalam kasus perusakan barang bukti.
Baca SelengkapnyaSatgas Antimafia Bola Kembali Periksa Joko Driyono Hari Ini
27 Februari 2019
Satgas Antimafia Bola sebelumnya menyita uang Rp 300 juta saat menggeledah apartemen milik Joko Driyono pada 14 Februari 2019.
Baca SelengkapnyaPolisi Jelaskan Uang Rp 300 Juta di Apartemen Joko Driyono
22 Februari 2019
Dalam penggeledahan di apertemen Joko Driyono, penyidik menyita uang Rp 300 juta.
Baca SelengkapnyaRisau Kasus Pengaturan Skor, Manajer U-15 Minta Arahan Satgas
22 Februari 2019
Satgas Antimafia Sepak Bola tengah memburu sejumlah orang yang terlibat match fixing atau pengaturan skor.
Baca Selengkapnya