Kampanye melalui surat kepada para guru jelas melanggar aturan pemilihan presiden. Badan Pengawas Pemilihan Umum (Bawaslu) menilai surat yang dialamatkan melalui sekolah tersebut merupakan pelanggaran karena memanfaatkan fasilitas pemerintah.
Surat Prabowo tersebut melanggar Pasal 42 Undang-Undang Nomor 42 Tahun 2008 tentang Pemilihan Presiden. Pasal itu melarang kampanye menggunakan fasilitas pemerintah, tempat ibadah, dan tempat pendidikan, serta melibatkan pegawai negeri.
Kasus surat tersebut mencuat setelah Bawaslu menerima aduan dari Federasi Serikat Guru Indonesia. Surat tersebut ditemukan di sejumlah sekolah negeri di Jakarta; Depok dan Bandung di Jawa Barat; serta Gunungkidul di Yogyakarta. Di Tanah Karo, Sumatera Utara, dalam sampul surat kepada para guru itu juga terselip uang sebesar Rp 50-100 ribu. Dalam surat tertanggal 6 Juni 2014 itu, Prabowo meminta dukungan penerima surat dalam pemilihan presiden 9 Juli nanti.
Bawaslu menyatakan kasus surat tersebut terjadi di pelbagai daerah. Badan Pengawas juga telah menyelidiki surat tersebut dan akan melayangkan surat teguran kepada tim kampanye Prabowo Subianto-Hatta Rajasa. Lembaga ini juga akan memanggil tim kampanye Prabowo-Hatta untuk mengklarifikasi kasus surat itu.
Sayangnya, Bawaslu belum bisa langsung menjatuhkan sanksi. Keputusan sanksi final harus menunggu rapat pleno terlebih dulu yang digelar pada pekan ini. Langkah sigap dan ketegasan Bawaslu menangani kasus itu sangat ditunggu publik. Sebab, selama ini Bawaslu dinilai kurang tanggap menindaklanjuti sejumlah laporan kecurangan dalam pemilu.
Sepanjang Juni 2014, misalnya, Bawaslu di Jakarta menerima 32 laporan pelanggaran pemilu. Laporan itu mengarah ke dugaan pelanggaran oleh kedua pasangan calon presiden atau pihak lain, seperti relawan dan tim sukses. Sebagian besar laporan itu tak ditindaklanjuti.
Bawaslu kerap beralasan laporan itu tak bisa diselesaikan karena tidak diatur dalam Undang-Undang Nomor 42 Tahun 2008 tentang Pemilu Presiden. Bawaslu juga acap berdalih laporan tidak bisa diproses lantaran telat dilaporkan, sehingga kedaluwarsa.
Waktu untuk menangani kasus memang sangat pendek. Masa pelaporan hanya tiga hari. Proses penyelidikan dan penyidikannya hanya 21 hari sebelum dinyatakan komplet (P21). Karena waktu yang pendek itulah Bawaslu dilengkapi dengan aparat penegak hukum, dari polisi sampai jaksa. Setelah 21 hari tak selesai ditangani, sebuah kasus akan dinyatakan kedaluwarsa.
Kasus besar yang gagal dibereskan Bawaslu adalah tabloid Obor Rakyat. Kasus ini dinyatakan kedaluwarsa karena Bawaslu tak menemukan lokasi dan pengelolanya. Dalam kasus Obor, ternyata Bawaslu diketahui tidak memanfaatkan aparat penegak hukum yang sudah ditempatkan di lembaga itu.
Bawaslu memang perlu berhati-hati dan tak gegabah dalam menangani kasus surat calon presiden Prabowo kepada para guru. Tapi Badan Pengawas ini juga harus cepat bertindak agar kasus serupa tidak terjadi. Lebih dari itu, pemilihan bisa berlangsung adil dan jujur.