Wang-F

Penulis

Selasa, 20 April 1999 00:00 WIB

PADA sebuah dinihari, serdadu-serdadu masuk ke dalam losmen tempat pelukis itu menginap, dan menangkapnya. Dalam cerita Marguerite Yourcenar, Wang-F, pelukis masyhur yang berkelana itu, dihadapkan kepada Maharaja, seorang muda yang menjatuhkan hukuman yang paling mengerikan kepadanya, dengan sebuah alasan: "Kau telah membohongi aku, Wang-F, penipu tua". Sang Putra Kahyangan pun becerita. Ketika ia masih anak, ia mengalami apa yang tak dialami orang lain: "Ayahandaku menyimpan lukisan-lukisanmu di ruang istana yang paling tersembunyi. Menurut dia, tokoh-tokoh dari lukisan itu harus dihindarkan dari pandangan orang awam, karena siapa pun yang melihatnya tak bakal mengerdipkan mata. Dalam ruangan-ruangan itulah aku dibesarkan, Wang-F tua, karena hanya suasana heninglah yang telah disiapkan untuk pertumbuhanku. Agar kepolosan nuraniku tidak terjangkiti jiwa-jiwa manusia, aku dijauhkan dari gelombang kegelisahan bakal rakyatku. Tak seorang pun diperkenankan lewat di depan ambang pintuku, jangan sampai bayangan laki-laki atau perempuan tertangkap mataku." Dalam isolasi itu, si anak kecil, semata-mata ditemani lukisan Wang-F, menemukan lanskap yang tak ditemukan siapa saja di dunia, selama 10 tahun. Ia tak punya perbandingan. Perbandingan hadir ketika kemudian, pada umur ke-16, ia boleh keluar dari kamar. Dan pada saat itulah ia tahu bahwa Wang-F telah memperdayakannya. "Karena engkaulah, laut kusangka mirip genangan air yang luas membentang, sedemikian birunya hingga batu yang terjatuh ke dalamnya pasti akan berubah menjadi batu nilam. Wanita kusangka membuka dan menutup diri seperti bunga, mirip makhluk-makhluk yang bergerak, terdorong oleh embusan angin dalam taman-taman lukisanmu" Ketika perbandingan hadir, dunia dan lukisan di kanvas seakan-akan saling menampik. "Darah para korban penyiksaan tak semerah buah delima yang terlukis di atas kanvasmu. Kutu di daerah pedesaan menutup keindahan persawahan. Tubuh perempuan membuatku jijik, mereka tak ubahnya seperti daging yang bergelantungan di ujung kait tukang jagal." Maka Maharaja muda itu pun mengulangi kesimpulannya: "Kau telah membohongi aku, Wang-F tua. Dunia hanyalah seonggok noda yang memusingkan kepala, dilemparkan ke atas kekosongan oleh seorang pelukis gila." Adakah seni sebuah dusta? Sebuah pengasingan dari realitas? Dalam cerita Yourcenar, Wang-F ditemani Ling, seorang pemuda yang memutuskan menjadi pelayan sang pelukis dalam perjalanan dari kota ke kota. Inilah sebabnya: Ling bersua dengan Wang di sebuah kedai minum, ketika sang pelukis melukis orang mabuk. Di situ Ling menemukan suatu pencerahan. Ia mulai melihat dunia secara lain. Ia tak takut lagi melihat badai, bebas dari rasa ngeri mendengar geledek, karena ia kini bisa "mengagumi kilat yang berwarna pucat dan berbiku-biku". Ia menyadari, dengan kagum, bahwa "dinding rumahnya bukanlah merah seperti yang senantiasa ia pikirkan, melainkan warna buah jeruk yang nyaris membusuk". Sebatang perdu di pelataran yang selama ini tak diperhatikannya jadi seperti "wanita muda yang tengah mengeringkan rambut". Dengan kata lain: Ling menemukan kembali pesona dunia. Hidup merupakan momen dari syukur ke syukur. Tapi di sini persoalan yang berabad-abad diperdebatkan orang muncul kembali: bagaimana hubungan kanvas Wang-F_-dan kanvas siapa pun jugadengan realitas? Wang-F tidak menirukan dunia. Ia membuat dunia lebih indah dari warna aslinya. Mungkin ia bersalah, mungkin ia berjasa. Tapi apa sebenarnya warna asli dunia? Orang berbicara tentang "realisme", dalam kesenian, tetapi "realitas" bagi Sang Maharajayang mualdengan "realitas" bagi Ling, yang terkesima, hadir dalam presentasi yang berbeda. Hidup memang tidak sepenuhnya terjangkau, dan di dalam kekurangan kita, saat yang berharga ialah ketika kita tidak jera dan mandek. Akhirnya di sini kita tak hanya bicara tentang lukisan Wang-F. Kisah itu bukan saja tentang keindahan, tapi datang dengan keindahan: bagaimana Marguerite Yourcenar menghadirkannya. Diterjemahkan oleh Winarsih P. Arifin, karya sastrawan Prancis terkemuka ini (dalam Cerita-Cerita Timur Marguerite Yourcenar, terbitan Yayasan Obor Indonesia, 1999) menghadirkan apa yang juga ditemukan Ling: pesona. Yourcenar, sebagaimana layaknya seorang sastrawan, adalah seorang yang menulis dengan keterperanjatan akan bahasa, sesuatu yang masih terasa bahkan dalam versi Indonesia yang mengagumkan ini. Tiba-tiba kata menjadi begitu berartisehingga kita mengerti bahwa percakapan bukanlah sekadar statemen, melainkan, seperti lukisan Wang-F, sesuatu yang membuat kita tak berkerdip. Ada yang kekal di sanaA thing of beauty is a joy forever. Kalimat Keats itu sudah jadi klise tapi yang indah memang bisa menghibur selama-lamanya, membubuhkan luka selama-lamanya, meskipun benda seni bisa lenyap. Ia seakan-akan roh yang hadir dan pergi ketika kata menjadi dilupakan dan benda jadi aus. Tapi apa arti roh tanpa tubuh yang tak sempurna di dunia? Keindahan tidak bisa menjadi total. Ketika ia merangkum total, ia abstrak, dan manusia dan dunia tidak mengejutkan lagi. Ia tak layak dan tak penting lagi untuk ada sebagaimana dirinya. Syahdan, istri Ling pun membunuh diri. "Pada suatu hari ia ditemukan mati tergantung di dahan pohon prem merah jambu. Ujung selendang yang mencekiknya meliliti rambutnya. Ia terlihat lebih ramping dan tanpa cela seperti wanita-wanita jelita yang dipuji-puji para penyair masa lalu. Wang-F melukisnya untuk terakhir kali, karena ia menyukai rona hijau yang menyalut raut wajah orang mati. Sementara itu, Ling, muridnya, menumbuk cat. Pekerjaan itu sedemikian menuntut perhatiannya sehingga ia lupa menitikkan air mata". Goenawan Mohamad

Berita terkait

Sukarno Pernah Melarang Manifesto Kebudayaan 60 Tahun Lalu, Apa itu Manikebu dan Lekra?

10 hari lalu

Sukarno Pernah Melarang Manifesto Kebudayaan 60 Tahun Lalu, Apa itu Manikebu dan Lekra?

Presiden Sukarno pernah melarang Manifesto Kebudayaan pada 60 tahun lalu. Apa itu Manikebu dan Lekra yang mengemuka saat itu?

Baca Selengkapnya

Goenawan Mohamad Bicara Pentingnya Kepercayaan dan Etik dalam Profesi Jurnalistik

18 hari lalu

Goenawan Mohamad Bicara Pentingnya Kepercayaan dan Etik dalam Profesi Jurnalistik

Goenawan Mohamad mengatakan etik bukanlah sesuatu yang diajarkan secara teoritis, melainkan harus dialami dan dipraktikkan sehari-hari.

Baca Selengkapnya

Dies Natalis ke-3 Politeknik Tempo: Utamakan Etika di Tengah Gempuran AI

18 hari lalu

Dies Natalis ke-3 Politeknik Tempo: Utamakan Etika di Tengah Gempuran AI

Dies Natalis Politeknik Tempo kali ini mengambil tema "Kreativitas Cerdas Tanpa Batas" dihadiri segenap civitas akademika Politeknik Tempo.

Baca Selengkapnya

MK Terima 52 Amicus Curiae Terhadap Sengketa Pilpres 2024, Berapa Amicus Curiae yang Akan Dipakai?

27 hari lalu

MK Terima 52 Amicus Curiae Terhadap Sengketa Pilpres 2024, Berapa Amicus Curiae yang Akan Dipakai?

Hakim MK telah memutuskan hanya 14 amicus curiae, yang dikirimkan ke MK sebelum 16 April 2024 pukul 16.00 WIB yang akan didalami di sengketa Pilpres.

Baca Selengkapnya

Film Djakarta 66, Kisahkan Kelahiran Supersemar, Hubungan Sukarno-Soeharto, dan Kematian Arif Rahman Hakim

11 Maret 2024

Film Djakarta 66, Kisahkan Kelahiran Supersemar, Hubungan Sukarno-Soeharto, dan Kematian Arif Rahman Hakim

Peristiwa Surat Perintah Sebelas Maret atau Supersemar disertai gelombang demo mahasiswa terekam dalam film Djakarta 66 karya Arifin C. Noer

Baca Selengkapnya

53 Tahun Majalah Tempo, Profil Goenawan Mohamad dan Para Pendiri Tempo Lainnya

6 Maret 2024

53 Tahun Majalah Tempo, Profil Goenawan Mohamad dan Para Pendiri Tempo Lainnya

Majalah Tempo telah berusia 53 tahuh, pada 6 Maret 2024. Panjang sudah perjalanannya. Berikut profil para pendiri, Goenawan Mohamad (GM) dan lainnya.

Baca Selengkapnya

53 Tahun Majalah Tempo, Berdiri Meski Berkali-kali Alami Pembredelan dan Teror

6 Maret 2024

53 Tahun Majalah Tempo, Berdiri Meski Berkali-kali Alami Pembredelan dan Teror

Hari ini, Majalah Tempo rayakan hari jadinya ke-53. Setidaknya tercatat mengalami dua kali pembredelan pada masa Orde Baru.

Baca Selengkapnya

Goenawan Mohamad Sebut Jokowi Tak Paham Reformasi, Merusak MA hingga Konstitusi

9 Februari 2024

Goenawan Mohamad Sebut Jokowi Tak Paham Reformasi, Merusak MA hingga Konstitusi

Pendiri Majalah Tempo Goenawan Mohamad atau GM menilai pemerintahan Presiden Joko Widodo atau Jokowi saat ini seolah pemerintahan Orde Baru.

Baca Selengkapnya

Goenawan Mohamad Sampai Pada Keputusan Tak Jadi Golput, Ini Alasannya

9 Februari 2024

Goenawan Mohamad Sampai Pada Keputusan Tak Jadi Golput, Ini Alasannya

Budayawan Goenawan Mohamad bilang ia tak jadi golput, apa alasannya? "Tanah Air sedang menghadapi kezaliman yang sistematis dan terstruktur," katanya.

Baca Selengkapnya

ArtSociates Gelar Pameran Goenawan Mohamad di Galeri Lawangwangi Bandung

2 Februari 2024

ArtSociates Gelar Pameran Goenawan Mohamad di Galeri Lawangwangi Bandung

Karya Goenawan Mohamad yang ditampilkan berupa sketsa drawing atau gambar, seni grafis, lukisan, artist book, dan obyek wayang produksi 2016-2024.

Baca Selengkapnya