Sepak Bola Kancil

Penulis

Rabu, 3 Desember 2014 01:47 WIB

EDDI ELISON, bekas pengurus PSSI

Pengenalan terhadap mouse deer football (sepak bola kancil) pada dasarnya terkait dengan dongeng tentang kancil, si hewan cerdik yang memiliki insting tipu muslihat luar biasa. Sampai-sampai gajah, harimau, buaya, atau ular bisa dikalahkannya hanya dengan permainan "akal-akalan"-nya.

Jika dikaitkan dengan sepak bola, permainan ala kancil baru bisa dirasakan setelah melalui pendalaman atas policy yang ditempuh pengurus PSSI dalam menggerakkan roda organisasi, demi pembinaan dan kemajuan persepakbolaan nasional--seperti tertera dalam Mukadimah Statuta PSSI. Dari empat alinea itu bisa disimpulkan bahwa PSSI merupakan alat perjuangan yang mengabdikan diri kepada bangsa dan negara dalam mewujudkan masyarakat adil dan makmur berdasarkan Pancasila dan UUD 1945.

Karena itu, kegagalan di Hanoi dalam AFF Cup 2014 barusan agaknya pantas dikategorikan sebagai pendegradasian martabat bangsa. Pelatih Alfred Riedl (Austria) jelas harus bertanggung jawab, tapi pengurus PSSI tak mungkin lepas tangan. Riedl hanya bertanggung jawab soal masalah teknik, tapi PSSI bertanggung jawab atas policy yang justru dominan sebagai penyebab utama kegagalan lima timnas.

Diawali oleh timnas U-14 (pelatih Mundari Karya/Piala Asia di Uzbekistan), U-16 (pelatih Sutan Harharah/Piala AFF di Myanmar), U-19 (pelatih Indra Syafri/Piala Asia di Myanmar), U-23 (pelatih Aji Santoso/AG-XVII di Icheon), dan timnas senior (pelatih Riedl/AFF Cup di Vietnam), semua gagal. Berarti, selama kepengurusan Djohar Arifin Husin, tidak ada satu timnas pun yang berhasil.

Penyebab utama kegagalan demi kegagalan itu, jika dikaji secara mendalam, jelas terkait dengan policy yang ditempuh kepengurusan Djohar Arifin, yakni permainan "sepak bola kancil" di luar arena. Riedl mengeluhkan fisik pemainnya akibat kompetisi ISL yang panjang, berarti kompetisi yang selalu disebut-sebut sebagai jantungnya pembinaan timnas dilaksanakan dengan compang-camping. Terjadinya sepak bola gajah di Divisi Utama, selain bentrokan antarpendukung, keributan pemain atau manajer versus wasit, artinya menempatkan kompetisi sebagai "racun" bagi timnas.

Pola strategi yang diterapkan PSSI untuk kompetisi ISL/Divisi Utama bagaikan polah tingkah kancil untuk menyelamatkan dirinya. PSSI lebih cenderung mengacu pada sepak bola = uang, demi "keselamatan" pengurus, sehingga unsur pembinaan hanya 25 persen, dikalahkan unsur transaksional 75 persen. Pembinaan cabang olahraga apa pun memerlukan dana, tapi jika uang yang paling utama dikibarkan, berarti PSSI hanya memikirkan bagaimana menjual timnas, terutama hak siar ke televisi swasta, menguber sponsor--yang jelas bertentangan dengan mukadimah statuta PSSI. Apalagi insan sepak bola sampai saat ini masih bertanya-tanya tentang transparansi hasil penjualan hak siar dan sponsor itu.

Dengan mengemukakan secuil kisah "permainan kancil" ala PSSI, tentunya semakin jelas bahwa jangan hanya Riedl yang dijadikan "kambing hitam" atas kegagalan di AFF Cup Hanoi. Tapi yang paling harus bertanggung jawab adalah pengurus PSSI di bawah pimpinan Djohar Arifin Husin, bersama Wakil Ketua Umum/Ketua BTN La Nyalla Mattalitti.


Berita terkait

Divonis Bersalah, Ini Rangkaian Perbuatan Joko Driyono

23 Juli 2019

Divonis Bersalah, Ini Rangkaian Perbuatan Joko Driyono

Joko Driyono dihukum 1,5 tahun penjara atas perbuatannya dalam kasus perusakan barang bukti pengaturan skor Liga Indonesia.

Baca Selengkapnya

Hakim Sidang Joko Driyono: Perkara Sederhana, Hanya Saja ...

2 Juli 2019

Hakim Sidang Joko Driyono: Perkara Sederhana, Hanya Saja ...

Jaksa penuntut umum meminta waktu tiga hari lagi untuk menyelesaikan berkas tuntutan untuk Joko Driyono.

Baca Selengkapnya

Jaksa Belum Siap, Sidang Tuntutan Joko Driyono Ditunda Lagi

2 Juli 2019

Jaksa Belum Siap, Sidang Tuntutan Joko Driyono Ditunda Lagi

Joko Driyono dan penasehat hukumnya menyatakan tidak keberatan dengan penundaan sidang kedua kalinya tersebut.

Baca Selengkapnya

Alasan Joko Driyono Sempat Mangkir dari Dua Panggilan Polisi

25 Maret 2019

Alasan Joko Driyono Sempat Mangkir dari Dua Panggilan Polisi

Satgas Antimafia Sepak Bola sebelumnya telah melayangkan dua panggilan kepada Joko Driyono.

Baca Selengkapnya

Joko Driyono Batal Diperiksa Hari Ini

21 Maret 2019

Joko Driyono Batal Diperiksa Hari Ini

Joko Driyono seharusnya diperiksa kelima kalinya sebagai tersangka perusakan barang bukti kasus mafia bola hari ini pukul 10.00 WIB.

Baca Selengkapnya

Sempat Mangkir, Joko Driyono Kembali Dipanggil Polisi Besok

20 Maret 2019

Sempat Mangkir, Joko Driyono Kembali Dipanggil Polisi Besok

Satgas Antimafia Bola telah memeriksa Joko Driyono sebanyak empat kali berkaitan dengan kasus perusakan barang bukti pengaturan skor bola.

Baca Selengkapnya

Ini Alasan Polisi Tak Menahan Joko Driyono

1 Maret 2019

Ini Alasan Polisi Tak Menahan Joko Driyono

Satgas Antimafia Bola sebelumnya menyatakan Joko Driyono telah mengakui perbuatannya dalam kasus perusakan barang bukti.

Baca Selengkapnya

Satgas Antimafia Bola Kembali Periksa Joko Driyono Hari Ini

27 Februari 2019

Satgas Antimafia Bola Kembali Periksa Joko Driyono Hari Ini

Satgas Antimafia Bola sebelumnya menyita uang Rp 300 juta saat menggeledah apartemen milik Joko Driyono pada 14 Februari 2019.

Baca Selengkapnya

Polisi Jelaskan Uang Rp 300 Juta di Apartemen Joko Driyono

22 Februari 2019

Polisi Jelaskan Uang Rp 300 Juta di Apartemen Joko Driyono

Dalam penggeledahan di apertemen Joko Driyono, penyidik menyita uang Rp 300 juta.

Baca Selengkapnya

Risau Kasus Pengaturan Skor, Manajer U-15 Minta Arahan Satgas

22 Februari 2019

Risau Kasus Pengaturan Skor, Manajer U-15 Minta Arahan Satgas

Satgas Antimafia Sepak Bola tengah memburu sejumlah orang yang terlibat match fixing atau pengaturan skor.

Baca Selengkapnya