Seragam

Penulis

Jumat, 5 Desember 2014 00:56 WIB

Purnawan Andra, anggota staf Direktorat Sejarah dan Nilai Budaya Kemdikbud

Seragam tidak hanya menjadi penanda identitas dalam hal status sosial, agama, hingga profesi. Dalam politik, seragam menjadi alat komunikasi semiotis yang dimainkan dalam kontestasi kepemimpinan, karena kekuasaan memerlukan seperangkat pakaian yang berwibawa. Sukarno memiliki seragam kebesaran sebagai "Presiden, Panglima, dan Pemimpin Besar Revolusi" yang dandy, modis, dan trendi pada masanya.

Logika ini dipahami betul oleh negara yang menjadikan seragam sebagai representasi atas segala aspek kehidupan manusia Indonesia, dari sebagai material perekonomian, presentasi budaya, dan sekaligus sebagai penanda keberhasilan politik pemerintahan. Seragam tidak hanya merupakan simbolisme identitas dan komunalitas, tapi juga menegaskan kuasa negara atas nama nasionalisme yang ideologis. Negara menghendaki kepatuhan rakyat terhadap kuasa politik. Oleh karenanya, seragam dihadirkan untuk mencipta ketertiban dan kontrol. Seragam diartikan sebagai sebuah kesatuan, kesamaan yang mengesankan suatu kebersamaan dan kekuatan sekaligus. Seragam menjadi sarana penting untuk mengurangi individualitas, membentuk dan mereproduksi identitas kolektif dan solidaritas kelompok sehingga terlihat jelas dan sulit ditembus.

Sekimoto (2005) mencatat bahwa pada masa Orde Baru seragam mempunyai arti penting dalam konteks (re)presentasi sebuah identitas kelompok yang menjadi bagian atau, bahkan, melampaui pertunjukan arak-arakan kebesaran dan upacara. Seragam terlihat jelas, baik secara fisik maupun maknanya, terutama dalam peristiwa seremonial publik, seperti saat upacara hari nasional. Seragam pada upacara bukan hanya produk suatu pola induk mengenai tata cara berpakaian. Seragam berfungsi sebagai tanda kedekatan si pemakai dengan negara.

Hal ini terjadi karena upacara pada dasarnya merupakan suatu kumpulan orang di dalam dan di sekeliling perlengkapan negara. Pemakaian seragam merupakan cara yang tepat bagi orang-orang yang merupakan alat negara untuk membedakan diri dari massa tanpa nama (rakyat), yang tidak memiliki seragam dan dianggap tidak memiliki peran dalam cara berpikir negara dan bangsa. Agar dapat mengenakan suatu seragam pada masa Orde Baru, seseorang harus menjadi anggota organisasi yang diakui resmi, yang secara langsung atau tidak langsung menyatakan otorisasi pemerintah.

Seragam menjadi penanda makna sekaligus tafsir atas dominasi ideologi maupun kampanye. Seragam tidak hanya membentuk barisan atau serdadu untuk berkontestasi, tapi juga mempertegas jarak antara aku, kami, dan Anda. Seragam menciptakan imajinasi untuk membentuk kekuatan solidaritas maupun perlawanan terhadap sebuah rezim (Munawir Aziz, 2012). Seperti halnya seragam kampanye Jokowi berupa baju kotak-kotak warna merah, biru, dan putih yang menggambarkan pluralitas masyarakat secara suku, etnis, maupun agama, tanda kompleksitas kebinnekaan yang harus mampu dihadapi seorang (calon) pemimpin.

Seragam adalah penanda politisasi tubuh massa (rakyat). Melalui seragam, politik berbaur dengan imaji estetis sebuah konstruksi identitas yang dibangun atas nama kekuasaan. Tunjukkan seragam yang Anda gunakan, akan saya jelaskan siapa Anda dan berada di pihak mana.*


Berita terkait

Taliban Segera Umumkan Pemerintahan Baru di Afghanistan, Siapa Saja?

2 September 2021

Taliban Segera Umumkan Pemerintahan Baru di Afghanistan, Siapa Saja?

Taliban sedang bersiap mengumumkan pemerintahan baru Afghanistan. Siapa saja yang akan menjadi pejabat?

Baca Selengkapnya

Wagub Uu Ajak ICMI Bangun Jabar

30 November 2019

Wagub Uu Ajak ICMI Bangun Jabar

Prioritas pembangunan Pemprov Jabar saat ini adalah mengurangi kesenjangan di masyarakat.

Baca Selengkapnya

Ingin Selamat dari Perang Dunia III? Pindahlah ke Negara Ini

11 Oktober 2017

Ingin Selamat dari Perang Dunia III? Pindahlah ke Negara Ini

Konflik Amerika Serikat dan Korea Utara dalam beberapa bulan terakhir ini memicu kekhawatiran terjadinya Perang Dunia III.

Baca Selengkapnya

Din Syamsuddin Sebut Konsep Khilafah Digaungkan HTI Salah Kaprah

23 Agustus 2017

Din Syamsuddin Sebut Konsep Khilafah Digaungkan HTI Salah Kaprah

Sebab, kata Din Syamsuddin, Indonesia telah menjalankan konsep khilafah dengan mengamalkan nilai-nilai keislaman.

Baca Selengkapnya

Menteri Penerima Opini Disclaimer dari BPK Bakal Kena Sanksi

24 Mei 2017

Menteri Penerima Opini Disclaimer dari BPK Bakal Kena Sanksi

Wakil Presiden Jusuf Kalla mengatakan, pengelolaan anggaran kementerian atau lembaga pemerintahan dari BPK harus baik di tahun depan.

Baca Selengkapnya

2,5 Tahun Pemerintahan Jokowi-JK, Publik Merasa Puas 64,4 Persen

22 Maret 2017

2,5 Tahun Pemerintahan Jokowi-JK, Publik Merasa Puas 64,4 Persen

Lembaga Indo Barometer merilis hasil survei menyangkut evaluasi publik terhadap 2,5 tahun pemerintahan Jokowi-JK, tingkat kepuasan publik 64,4 persen.

Baca Selengkapnya

Agus Pambagio: Komunikasi Pemerintah ke Publik Masih Buruk  

2 Februari 2017

Agus Pambagio: Komunikasi Pemerintah ke Publik Masih Buruk  

Pengamat kebijakan publik, Agus Pambagio, mengungkapkan masih belum berjalannya komunikasi publik yang baik dari pemerintah Presiden Joko Widodo.

Baca Selengkapnya

Jokowi dan Pimpinan MPR Bahas UU MD3 Hingga Haluan Negara

24 Januari 2017

Jokowi dan Pimpinan MPR Bahas UU MD3 Hingga Haluan Negara

Jokowi dan Pimpinan MPR menggelar rapat konsultasi yang membahas UU MD3, Haluan Negara, 2 peringatan hari besar, dan Lembaga Pemantapan Pancasila.

Baca Selengkapnya

Rayakan Dua Tahun Jokowi-Kalla, Fadli Zon Bikin Puisi

22 Oktober 2016

Rayakan Dua Tahun Jokowi-Kalla, Fadli Zon Bikin Puisi

Fadli Zon mengatakan ini puisi dua tahun Jokowi-JK ini spontan dibuat di ponselnya.

Baca Selengkapnya

Wiranto Panggil Sejumlah Menteri ke Kantornya, untuk Apa?  

13 September 2016

Wiranto Panggil Sejumlah Menteri ke Kantornya, untuk Apa?  

Yang hadir dalam rapat koordinasi itu adalah anggota Tim Crisis Center pemerintah RI. Anggota tim yang belum tampak adalah Kepala BIN Budi Gunawan.

Baca Selengkapnya