Menunda Kekalahan

Penulis

Minggu, 20 Juli 2014 22:57 WIB

Betapa memprihatinkan cara kubu Prabowo Subianto-Hatta Rajasa menyikapi hasil sementara pemilihan presiden 2014. Mereka tak segera menyadari kekalahannya. Belakangan, Prabowo malah menginginkan penundaan rekapitulasi suara.

Sikap itu aneh karena sebelumnya Koalisi Merah Putih, yang mengusung pasangan Prabowo-Hatta, justru mengklaim kemenangan. Mereka juga mengkritik kubu Joko Widodo-Jusuf Kalla yang sempat bergembira setelah melihat perolehan suara lewat hitung cepat. Saat itu kubu Prabowo meminta semua pihak menunggu penghitungan suara oleh Komisi Pemilihan Umum.

Kubu Prabowo juga sempat ngotot akan mengerahkan pendukung ke gedung KPU. Alasannya, demi mengamankan proses rekapitulasi suara. Tapi, belakangan, manuver tim Koalisi Merah Putih berubah lagi. Mereka menuntut KPU menunda rekapitulasi dengan dalih terjadi kecurangan. Kubu Prabowo pun berancang-ancang memperkarakan hasil pemilihan ke Mahkamah Konstitusi.

Tim Merah Putih, yang berisi tokoh-tokoh dari partai yang cukup berpengalaman, seperti Golkar, Partai Amanat Nasional, dan Partai Keadilan Sejahtera, semestinya bersikap sportif. Kalau tidak percaya akan hasil hitung cepat, mereka bisa menghitung sendiri hasil pemilihan. Dengan begitu, mereka segera mendapatkan gambaran perolehan suara calon yang didukungnya.

Sejak awal, berbagai hasil hitung cepat yang kredibel jelas memenangkan Joko Widodo alias Jokowi dengan selisih 5 persen lebih. Hasil hitung riil dengan menggunakan data pindai formulir C1 bahkan menunjukkan selisihnya semakin lebar. Selisih itu terkesan kecil, tapi sebetulnya amat besar. Lima persen dari jumlah pemilih sekitar 130 juta adalah 6,5 juta. Jumlah ini setara dengan jumlah pemilih dari dua atau tiga provinsi di luar Jawa.

Advertising
Advertising

Kalaupun tim Prabowo menemukan dugaan kecurangan, seharusnya hal itu disampaikan sejak awal. Dengan begitu, pemungutan suara ulang bisa segera dilakukan tanpa menghambat tahapan pemilu. KPU jelas tak mungkin menunda rekapitulasi suara di tingkat nasional karena bertentangan dengan undang-undang. Langkah ini juga akan menimbulkan ketidakpastian politik.

Upaya menggugat hasil pemilihan ke MK mungkin perlu dihargai kendati akan sia-sia. Langkah ini juga pernah dilakukan pasangan Megawati-Prabowo pada 2009 dan tak berhasil. Bagaimanapun, tak gampang hakim konstitusi mengabulkan permohonan penggugat, apalagi mengubah hasil pemilihan presiden yang disahkan oleh KPU. Hakim konstitusi hanya akan mempertimbangkan kecurangan yang benar-benar masif dan mempengaruhi hasil pemilihan.

Pemilu bukan hanya soal menang atau kalah, melainkan juga tentang sportivitas. Mekanisme demokrasi ini akan rusak bila calon presiden tak menghargai aturan main. Manuver yang hanya menunda kekalahan semestinya tak dilakukan begitu pemilu selesai. Rakyat akan lega bila yang kalah segera memberikan ucapan selamat kepada sang pemenang.

Berita terkait

Jadwal Proliga 2024 Jumat 3 Mei: 3 Laga Live, Termasuk Aksi Megawati Hangestri Bersama Jakarta BIN

10 menit lalu

Jadwal Proliga 2024 Jumat 3 Mei: 3 Laga Live, Termasuk Aksi Megawati Hangestri Bersama Jakarta BIN

Jadwal bola voli Proliga 2024 Jumat, 3 Mei, akan menampilkan 3 pertandingan, termasuk aksi Megawati Hangestri bersama Jakarta BIN.

Baca Selengkapnya

Dewan Pers Minta Wartawan yang Jadi Kontestan atau Tim Sukses di Pilkada 2024 Mundur

19 menit lalu

Dewan Pers Minta Wartawan yang Jadi Kontestan atau Tim Sukses di Pilkada 2024 Mundur

Insan media yang terlibat dalam kontestasi atau menjadi tim sukses pada Pilkada 2024 diminta mengundurkan diri sebagai wartawan

Baca Selengkapnya

Penemuan Mayat di Kosan Depok, Kepala Tertutup Bantal di Atas Kloset

19 menit lalu

Penemuan Mayat di Kosan Depok, Kepala Tertutup Bantal di Atas Kloset

Polisi telah mengamankan TKP, mencari dan menggali informasi penemuan mayat tersebut.

Baca Selengkapnya

Komnas PP KIPI Sebut Tidak Ada Efek Samping Vaksin AstraZeneca di Indonesia

23 menit lalu

Komnas PP KIPI Sebut Tidak Ada Efek Samping Vaksin AstraZeneca di Indonesia

Sebanyak 453 juta dosis vaksin telah disuntikkan ke masyarakat Indonesia, dan 70 juta dosis di antaranya adalah vaksin AstraZeneca.

Baca Selengkapnya

Lagu MAESTRO SEVENTEEN Versi Orkestra Bakal Dirilis Hari Ini

36 menit lalu

Lagu MAESTRO SEVENTEEN Versi Orkestra Bakal Dirilis Hari Ini

Lagu MAESTRO SEVENTEEN versi aslinya bergenre dance R&B, versi orkestra ini akan lebih megah

Baca Selengkapnya

Pembekuan Darah Usai Vaksinasi AstraZeneca, Epidemiolog: Kasusnya Langka dan Risiko Terkena Minim

36 menit lalu

Pembekuan Darah Usai Vaksinasi AstraZeneca, Epidemiolog: Kasusnya Langka dan Risiko Terkena Minim

Pasien pembekuan darah pertama yang disebabkan oleh vaksin AstraZeneca adalah Jamie Scott.

Baca Selengkapnya

KKP Berkomitmen Tingkatkan Jangkauan Pasar Tuna Indonesia

40 menit lalu

KKP Berkomitmen Tingkatkan Jangkauan Pasar Tuna Indonesia

Kementerian Kelautan dan Perikanan atau KKP berkomitmen meningkatkan jangkauan pasar tuna Indonesia.

Baca Selengkapnya

Timnas U-23 Indonesia Kalah dalam Perebutan Posisi Ke-3, Shin Tae-yong Ungkap Kunci Kemenangan Irak

47 menit lalu

Timnas U-23 Indonesia Kalah dalam Perebutan Posisi Ke-3, Shin Tae-yong Ungkap Kunci Kemenangan Irak

Pelatih Timnas U-23 Indonesia, Shin Tae-yong, mengungkap satu hal yang menjadi faktor kunci kemenangan Irak.

Baca Selengkapnya

Usai Penembakan oleh OPM, Polda Papua: Situasi Paniai Sudah Aman

48 menit lalu

Usai Penembakan oleh OPM, Polda Papua: Situasi Paniai Sudah Aman

Polda Papua menyatakan situasi di Kabupaten Paniai kembali aman paska penembakan OPM terhadap anggota TNI yang berpatroli.

Baca Selengkapnya

Kisah Jendela Wine di Restoran-restoran di Italia, Digunakan untuk Social Distancing pada Abad ke-15

50 menit lalu

Kisah Jendela Wine di Restoran-restoran di Italia, Digunakan untuk Social Distancing pada Abad ke-15

Jendela wine diperkenalkan pada 1600-an, pada saat wabah bubonic menyebar ke seluruh Florence. Kembali populer saat pandemi Covid-19.

Baca Selengkapnya