Chandra Budi, Bekerja di Ditjen Pajak
Ada fakta yang mengejutkan, seperti dirilis oleh salah satu media nasional, bahwa salah satu aset orang kaya berupa nilai simpanan di bank umum per September 2014 meningkat sebesar 36,6 persen dibanding pada 2012. Sementara itu, nilai pembayaran pajak individual pada 2013 hanya naik 16,5 persen dibanding pada 2012. Karena itu, wajar jika dalam berbagai kesempatan pelaksana tugas Ditjen Pajak, Mardiasmo, mengatakan pihaknya akan fokus mengejar pajak dari orang-orang kaya tersebut.
Namun sayangnya selama ini Ditjen Pajak selalu gagal menggali potensi itu. Sebab, tambahan kekayaan atau aset bukanlah obyek pajak, sehingga tidak dapat dikenai aturan pajak. Menurut undang-undang, pajak penghasilan (PPh) didefinisikan sebagai tambahan kemampuan ekonomis untuk konsumsi atau menambah kekayaan. Tambahan kemampuan ekonomis yang dimaksudkan dapat berasal dari gaji, honor, serta imbalan lain atau dividen. Adapun segala bentuk kekayaan yang dimiliki, selama tidak berpindah tangan (transfer of wealth), tidak akan dikenai pajak.
Lantas bagaimana cara mengkonversi sebagian kecil harta milik orang kaya ini menjadi pajak? Ada instrumen yang dapat dipertimbangkan, yaitu pemberlakuan pajak atas kekayaan. Pajak atas kekayaan sebenarnya bukanlah hal baru di Indonesia. Pada 1932, melalui ordonansi pajak kekayaan, Indonesia pernah menerapkan pajak kekayaan ini sampai era 1980-an. Setiap batasan tertentu dari kekayaan yang dimiliki wajib pajak akan dikenai pajak setiap tahun. Sejak reformasi sistem administrasi pajak pada 1983, yang melahirkan UU Pajak Penghasilan, pajak kekayaan tidak lagi dikenal di Indonesia.
Penerapan pajak atas kekayaan dapat ditinjau dari sisi keadilan, sosial, moral, dan politik. Orang kaya akan mempunyai kemampuan membayar pajak lebih besar dibanding orang yang tidak kaya, meski jumlah pajak yang dibayarkan cenderung sama. Orang kaya hanya membayar pajak dari penghasilannya selaku komisaris perusahaan atau dari perolehan dividen atas saham yang dimilikinya. Sebaliknya, pekerja atau eksekutif di perusahaan yang sama harus membayar pajak sama besar dengan sang pemilik perusahaan karena gaji yang diterimanya relatif besar. Padahal, keduanya memiliki kemampuan membayar pajak yang berbeda. Pajak kekayaan akan membuat orang kaya membayar pajak sesuai dengan kemampuan yang dimilikinya serta memenuhi unsur keadilan dalam membayar pajak.
Pajak kekayaan juga diharapkan menghapus salah satu modus penghindaraan pajak yang pernah terjadi. Ada kecenderungan orang kaya menghindari pembayaran pajak dengan nilai lebih besar dengan cara mengubah angka penghasilan yang diterimanya dalam bentuk saham atau dividen, sehingga tarif pajaknya lebih kecil ketimbang tarif normal. Belum lagi, ditengarai kepemilikan saham merupakan upaya untuk menumpuk kekayaan (bunker) sehingga tidak bisa tercium oleh pajak.
Selain itu, pajak kekayaan dapat berperan sebagai alat untuk mengurangi kesenjangan sosial. Dengan tambahan dana yang diperoleh dari pajak kekayaan, pemerintah dapat lebih agresif dalam mengurangi kesenjangan sosial melalui serangkaian program pemberantasan kemiskinan. Di beberapa negara maju, penerapan pajak kekayaan bahkan berhasil mengurangi kapitalisme dan gejolak politik. *
Chandra Budi, Bekerja di Ditjen Pajak
Ada fakta yang mengejutkan, seperti dirilis oleh salah satu media nasional, bahwa salah satu aset orang kaya berupa nilai simpanan di bank umum per September 2014 meningkat sebesar 36,6 persen dibanding pada 2012. Sementara itu, nilai pembayaran pajak individual pada 2013 hanya naik 16,5 persen dibanding pada 2012. Karena itu, wajar jika dalam berbagai kesempatan pelaksana tugas Ditjen Pajak, Mardiasmo, mengatakan pihaknya akan fokus mengejar pajak dari orang-orang kaya tersebut.
Namun sayangnya selama ini Ditjen Pajak selalu gagal menggali potensi itu. Sebab, tambahan kekayaan atau aset bukanlah obyek pajak, sehingga tidak dapat dikenai aturan pajak. Menurut undang-undang, pajak penghasilan (PPh) didefinisikan sebagai tambahan kemampuan ekonomis untuk konsumsi atau menambah kekayaan. Tambahan kemampuan ekonomis yang dimaksudkan dapat berasal dari gaji, honor, serta imbalan lain atau dividen. Adapun segala bentuk kekayaan yang dimiliki, selama tidak berpindah tangan (transfer of wealth), tidak akan dikenai pajak.
Lantas bagaimana cara mengkonversi sebagian kecil harta milik orang kaya ini menjadi pajak? Ada instrumen yang dapat dipertimbangkan, yaitu pemberlakuan pajak atas kekayaan. Pajak atas kekayaan sebenarnya bukanlah hal baru di Indonesia. Pada 1932, melalui ordonansi pajak kekayaan, Indonesia pernah menerapkan pajak kekayaan ini sampai era 1980-an. Setiap batasan tertentu dari kekayaan yang dimiliki wajib pajak akan dikenai pajak setiap tahun. Sejak reformasi sistem administrasi pajak pada 1983, yang melahirkan UU Pajak Penghasilan, pajak kekayaan tidak lagi dikenal di Indonesia.
Penerapan pajak atas kekayaan dapat ditinjau dari sisi keadilan, sosial, moral, dan politik. Orang kaya akan mempunyai kemampuan membayar pajak lebih besar dibanding orang yang tidak kaya, meski jumlah pajak yang dibayarkan cenderung sama. Orang kaya hanya membayar pajak dari penghasilannya selaku komisaris perusahaan atau dari perolehan dividen atas saham yang dimilikinya. Sebaliknya, pekerja atau eksekutif di perusahaan yang sama harus membayar pajak sama besar dengan sang pemilik perusahaan karena gaji yang diterimanya relatif besar. Padahal, keduanya memiliki kemampuan membayar pajak yang berbeda. Pajak kekayaan akan membuat orang kaya membayar pajak sesuai dengan kemampuan yang dimilikinya serta memenuhi unsur keadilan dalam membayar pajak.
Pajak kekayaan juga diharapkan menghapus salah satu modus penghindaraan pajak yang pernah terjadi. Ada kecenderungan orang kaya menghindari pembayaran pajak dengan nilai lebih besar dengan cara mengubah angka penghasilan yang diterimanya dalam bentuk saham atau dividen, sehingga tarif pajaknya lebih kecil ketimbang tarif normal. Belum lagi, ditengarai kepemilikan saham merupakan upaya untuk menumpuk kekayaan (bunker) sehingga tidak bisa tercium oleh pajak.
Selain itu, pajak kekayaan dapat berperan sebagai alat untuk mengurangi kesenjangan sosial. Dengan tambahan dana yang diperoleh dari pajak kekayaan, pemerintah dapat lebih agresif dalam mengurangi kesenjangan sosial melalui serangkaian program pemberantasan kemiskinan. Di beberapa negara maju, penerapan pajak kekayaan bahkan berhasil mengurangi kapitalisme dan gejolak politik. *