Marah

Penulis

Senin, 19 Juli 1999 00:00 WIB

Kemerdekaan, apakah artinya? Persamaan, apa pula artinya? Temuilah kaum enrages, "orang-orang yang naik pitam". Mereka ini punya alasan buat marah. Krisis ekonomi kian mengandaskan Prancis tahun 1792 itu. Krisis ini yang menyebabkan pemerintahan lama di bawah Raja Louis XVI jatuh—orang mengharapkan perbaikan hidup—tapi kini krisis itu juga mengancam pemerintahan revolusioner yang mengambil alih kekuasaan. Ongkos perang yang harus ditanggung oleh penguasa baru itu begitu berat. Perang itu sendiri tak terhindarkan karena Prancis diancam oleh kerajaan-kerajaan sekitar yang takut akan menjalarnya revolusi ke seluruh Eropa. Tapi tentara harus dibayar dan diberi makan, senjata harus diproduksi, sementara sumber pendapatan rezim baru itu terbatas. Alat pembayaran yang berlaku, assignat, dicetak dalam jumlah besar, dan tentu saja nilainya jatuh. Sampai 50 persen. Para pedagang enggan melepas barang karena tak ada lagi laba yang diperoleh dalam inflasi itu. Tak ayal, suara resah pun menjalar cepat. Seorang tokoh revolusi mengatakan bahwa sebagaimana kesengsaraan melahirkan revolusi, misere itu pula yang akan menghancurkannya. Ada seorang pastor yang sengit berbicara dan kita tahu apa sebabnya. Jacques Roux bertugas di Paroki Saint-Nicolas-des-Champs, sebuah kampung paling melarat di Paris, tempat penjaga pasar, pengangkut air, dan buruh bangunan yang kehilangan kerja hidup dalam gubuk dan kamar loteng yang sesak. Roux menuduh bahwa Revolusi telah dimanfaatkan oleh pengambil untung, dan rakyat kecil, sans-culotte, sekali lagi ringsek sebagaimana pada zaman raja-raja. Maka Roux, sang pastor, pun berseru, "Nyatakan perang kepada para pengkhianat!" Kaum monopolis, para penimbun barang, dan spekulan harus dihukum mati, begitulah usulnya. Jika pemerintah baru tak bisa bertindak garang, rakyat harus bergerak lagi dan membantai para "lintah darat". Dalam bisingnya suara sengit itu, para wakil rakyat yang jadi anggota pemerintah revolusioner—yang terhimpun dalam Konvensi Nasional—kian terdesak. Para legislator itu kian tak berdaya, atau kian terbujuk oleh massa yang berkumpul dalam "perserikatan rakyat" di jalanan. Sasaran tertuju terutama kelompok Girondin, yang dianggap kurang tegas memihak. Mereka bahkan dituduh berkomplot dengan kekuatan asing yang menyebabkan tentara revolusioner kalah dalam pelbagai pertempuran. Tak masuk akal mungkin, tapi terkadang akal tak punya celah lagi. Pada tanggal 9 dan 10 Maret 1793, Jean Varlet, seorang pemuda anak orang kaya yang tergerak memimpin kaum enrages, memobilisasi serombongan massa yang bersenjata. Mereka hancurkan percetakan dua surat kabar milik fraksi Girondin. Suara yang dianggap menjengkelkan pun dibungkam. Desakan seperti inilah yang akhirnya berhasil memecah kaum Girondin dari kaum Jacobin—hingga yang terakhir pun bertambah radikal, dan pembersihan berdarah di antara sesama kaum revolusioner (yang kemudian terjadi di ujung zaman revolusi itu) agaknya bermula di sini. Yang dituntut kaum enrages tak bisa dilepaskan dari kesengsaraan yang akut di lapis bawah itu. Mereka meminta agar ekonomi dikomando. Perdagangan tak bisa dibiarkan bebas. Kebebasan itu telah menyengsarakan kaum sans-culotte yang jelata. Berangsur-angsur suara ini mendapat tempat di badan legislatif itu, terutama setelah kaum Jacobin mendapat alasan buat menyudutkan rival mereka, kaum Girondin. Beberapa keputusan pun terdengar: orang kaya diharuskan meminjamkan uang untuk menyubsidi harga roti; nilai tukar assignat dipatok tetap; perdagangan gandum dikontrol. Akhirnya juga sejumlah bahan makanan pokok diatur suplainya dan harga-harga ditentukan oleh dekrit. Revolusi Prancis berangsur-angsur, dengan pimpinan kaum Jacobin, berubah menjadi perang terhadap kapitalisme komersial. Di ujungnya, sebagaimana disimpulkan oleh sejarawan Simon Schama, kaum borjuis—yang oleh para sejarawan Marxis disebut sebagai kelas yang mendapatkan manfaat dari Revolusi Prancis—ternyata menjadi korban utamanya. Dan dengan borjuasi yang ketakutan, perekonomian memang mandek. "Perdagangan bebas," kata Saint-Just, seorang tokoh Jacobin, pada suatu hari sebelum regimentasi ekonomi berlaku, "adalah ibu dari keberlimpahan." Hari ini Saint-Just akan layak dikutip oleh orang-orang WTO dan Wall Street. Tapi dilema yang dihadapinya pada tahap berikut dari Revolusi Prancis, ketika kaum enrages mendesakkan tuntutannya dan rakyat jelata menjerit dan mendukung, mungkin tidak terbayang lagi sekarang. Menjelang akhir abad ke-20 ini, alasan untuk marah kaum sans-culotte tetap sah. Tapi, seperti abad ke-18 di Prancis itu, resep Pastor Roux dari paroki kumuh Saint-Nicolas-des-Champs (kurang-lebih dipraktekkan di Kuba dan Korea Utara) dicampakkan. Egalitarianisme itu dianggap tak membawa kemerdekaan. Lebih sedih lagi: tanpa kemerdekaan itu akhirnya juga tak ada kebersamaan. Seakan-akan tiap harapan yang berharga dalam hidup akan selamanya terpendam, menunggu, dan mungkin tak terpenuhi. Meskipun manusia jadi berharga karenanya. Goenawan Mohamad

Berita terkait

Taman Doa Our Lady of Akita PIK 2 Resmi Dioperasikan, Jadi Destinasi Wisata Rohani

11 menit lalu

Taman Doa Our Lady of Akita PIK 2 Resmi Dioperasikan, Jadi Destinasi Wisata Rohani

Taman doa yang berlokasi di Kawasan Osaka PIK 2 yang menjadi destinasi wisata rohani ini di desain sama persis dengan gereja aslinya di Akita, Jepang.

Baca Selengkapnya

Delegasi Indonesia Partisipasi di Festival Hakata Dontaku

13 menit lalu

Delegasi Indonesia Partisipasi di Festival Hakata Dontaku

Festival Hakata Dontaku adalah festival kesenian dan budaya terbesar di Fukuoka Jepang. Indonesia menampilkan angklung, tari Bali, dan tari Saman

Baca Selengkapnya

Gagal Sumbang Poin di Final Piala Thomas 2024, Anthony Sinisuka Ginting Tak Bisa Keluar dari Tekanan Shi Yu Qi

21 menit lalu

Gagal Sumbang Poin di Final Piala Thomas 2024, Anthony Sinisuka Ginting Tak Bisa Keluar dari Tekanan Shi Yu Qi

Anthony Sinisuka Ginting mengungkapkan penyebab kekalahannya atas Shi Yu Qi di final Piala Thomas 2024 saat Indonesia menghadapi Cina.

Baca Selengkapnya

Pelaksanaan UTBK 2024 di Universitas Jambi Diikuti 9.412 Peserta

33 menit lalu

Pelaksanaan UTBK 2024 di Universitas Jambi Diikuti 9.412 Peserta

Universitas Jambi atau Unja menyediakan fasilitas ujian untuk UTBK sebanyak 16 laboratorium dan dilaksanakan dalam dua sesi setiap harinya.

Baca Selengkapnya

Kementerian Perhubungan Klaim Keselamatan Pelayaran Indonesia Diakui Dunia

45 menit lalu

Kementerian Perhubungan Klaim Keselamatan Pelayaran Indonesia Diakui Dunia

Kementerian Perhubungan (Kemenhub) mengklaim bahwa keselamatan dan keamanan pelayaran kapal Indonesia telah diakui dunia internasional.

Baca Selengkapnya

KKP Apresiasi Stakeholder Pemanfaatan Ruang Laut

58 menit lalu

KKP Apresiasi Stakeholder Pemanfaatan Ruang Laut

Penghargaan ini merupakan bentuk apresiasi atas kepatuhan dan peran aktif mitra Ditjen PKRL dalam penyelenggaraan KKPRL sekaligus sebagai wujud nyata dukungan terhadap keberlanjutan pemanfaatan ruang laut.

Baca Selengkapnya

Hasil Final Piala Thomas 2024: Anthony Sinisuka Ginting Dibungkam Shi Yu Qi, Indonesia Teringgal 0-1 dari Cina

59 menit lalu

Hasil Final Piala Thomas 2024: Anthony Sinisuka Ginting Dibungkam Shi Yu Qi, Indonesia Teringgal 0-1 dari Cina

Anthony Sinisuka Ginting tak mampu berbuat banyak dalam laga perdana final Piala Thomas 2024 melawan tunggal pertama Cina, Shi Yu Qi.

Baca Selengkapnya

Usai Bendesa Adat Tersangka Pemerasan, Kejati Bali Buka Peluang Koordinasi dengan Majelis Desa Adat

1 jam lalu

Usai Bendesa Adat Tersangka Pemerasan, Kejati Bali Buka Peluang Koordinasi dengan Majelis Desa Adat

Kejati Bali membuka peluang berkoordinasi dengan Majelis Desa Adat Bali usai menetapkan Bendesa Adat Berawa sebatersangka pemerasan investor.

Baca Selengkapnya

Pabrik Sepatu Bata Tutup, Aprisindo: Pengetatan Impor Mempersulit Industri Alas Kaki

1 jam lalu

Pabrik Sepatu Bata Tutup, Aprisindo: Pengetatan Impor Mempersulit Industri Alas Kaki

Asosiasi Persepatuan Indonesia menanggapi tutupnya pabrik sepatu Bata. Pengetatan impor mempersulit industri memperoleh bahan baku.

Baca Selengkapnya

KKP Tangkap Kapal Asing Vietnam di Laut Natuna, Nakhoda: Ikan di RI Masih Banyak

1 jam lalu

KKP Tangkap Kapal Asing Vietnam di Laut Natuna, Nakhoda: Ikan di RI Masih Banyak

Kapal asing Vietnam ditangkap di Laut Natuna. Mengeruk ikan-ikan kecil untuk produksi saus kecap ikan.

Baca Selengkapnya