Kynisme

Penulis

Senin, 23 Agustus 2004 00:00 WIB

Sepasang sosok pemimpin. Sebuah lagu nasional. Latar yang molek, anak-anak yang sehat, bendera yang berkibar…. Iklan, apalagi iklan untuk kampanye presiden, adalah cerita yang tahu bahwa yang tampil hanya impian, dan sebab itu tak usah dipercaya—tapi sebenarnya juga sebuah mesin pembuat kepercayaan.

Paradoks iklan mirip slinder doa dari Tibet. Benda ini bisa berputar seperti gasing di atas tangkai, dan dengan itu kita bisa berdoa.

Begini caranya. Mula-mula tuliskan doa Anda pada secarik kertas. Gulung kertas itu, lalu letakkanlah di dalam slinder itu, kemudian putar dia. Anda kemudian boleh melamun tentang apa saja, misalnya tentang Richard Gere, tapi pada saat itu Anda berdoa, karena di slinder itu doa Anda telah berjalan….

Tentu saja Anda tahu, putaran kertas itu bukan menuju ke arah Sang Pengabul. Pikiran Anda tak mempercayai bahwa doa bisa dijalankan oleh sebuah alat. Tapi laku Anda mempercayainya. Bukan, Anda bukan bingung atau terbelah. Tak ada yang ganjil di sini.

Sebab kita melakukannya sehari-hari: dari membeli sampo sampai dengan mengirim anak ke sekolah, dari naik haji sampai dengan menggunakan jasa bank, dari membuat pesta perkawinan sampai dengan memilih wakil rakyat di DPR. Siapa bilang akal kita, juga hati kita, yakin bahwa pesta kawin menyenangkan orang, sekolah akan membuat anak bertambah pintar, dan di DPR keinginan rakyat sama dengan keinginan wakilnya?

Advertising
Advertising

Kita hidup dalam zaman yang dikuasai oleh "Akal Yang Sinis" (der Zynischen Vernunft), kata Peter Sloterdijk, dengan agak dramatik. Pemikir Jerman mutakhir ini mencoba menunjukkan bahwa ungkapan Marx atas ideologi kini sudah tak berlaku lagi. Ideologi, menurut Marx, ialah ketika "orang tak tahu itu, tapi orang toh melakukan itu." Ideologi adalah "kesadaran palsu". Tapi itu pada abad ke-19. Pada zaman kini, dengan iklan dan retorika, sebuah kesadaran palsu yang berbeda pun beredar: orang datang ke kantor polisi melapor bahwa ia kecurian, sementara tahu betul itu tak akan menyebabkan si pencuri tertangkap dan barang yang hilang didapatkan kembali. Dengan singkat, "mereka tahu betul akan hal itu, tapi mereka mengerjakannya juga". Dan itulah "sinisme".

Maka bagi Sloterdijk, kritik kaum Marxis terhadap ideologi tak mempan lagi. Kritik Marxis bermaksud membuka kedok, misalnya bahwa kepercayaan agama atau cita-cita demokrasi politik sebetulnya hanyalah hasil kepentingan sebuah kelas. Tapi pada masa pasca-Marxis, topeng itu sudah diketahui sebagai topeng. Mau diapakan? Akal yang sinis adalah sebuah "kesadaran palsu" tapi yang "tercerahkan" (aufgeklärt). Dengan kata lain, kepalsuan itu kita akui. Kita tahu yang disebut "keadilan" dan "kebenaran" itu sebenarnya sesuatu yang menyembunyikan kepentingan mereka yang beruang atau berkuasa—tapi seakan-akan secara otomatis orang tetap menghadap bapak hakim, menyewa pengacara, dan mau menanti berhari-hari.

Analisa Sloterdijk dapat mengena untuk menggambarkan proses peradilan di Indonesia kini, tapi ia sebetulnya berbicara tentang mereka yang hidup di negeri yang rapi dan mapan. Yang menarik: kerapian dan kemapanan itu terkait dengan rasa lelah, ennui. Sebab masyarakat tak kaget lagi dengan politik, ketika niat dan janji akan perbaikan sudah jadi rutin, dan kekecewaan telah jadi akrab.

Dengan kata lain ketika demokrasi liberal sudah mirip, dalam kiasan Baudrillard, "menopause". Di masyarakat yang masih lapar akan harap seperti Indonesia, yang masih hangat dengan kepercayaan bahwa zaman baru akan datang dan lembaga yang mandek akan disegarkan, tersirat sebuah sikap yang naif tapi membuat gelora hidup. Lama-kelamaan bisakah kenaifan itu bertahan?

Jika kita saksikan ennui yang digambarkan Sloterdijk, jawabnya adalah "tidak". Kesadaran palsu, tapi yang tercerahkan, akan datang melalui informasi dan pendidikan—sebuah "pendidikan dalam disilusi". Orang tahu bahwa akhirnya, seperti disebut dalam Opera Tiga Gobang Bertolt Brecht, tak banyak bedanya antara "merampok bank" dan "membuka usaha bank". Orang akan tahu bagaimana sebenarnya hidup diputar-putar, tapi tak tahu bagaimana menampiknya.

Hanya hasrat untuk hidup terus yang mendorong orang buat menerima hubungan dan lembaga yang sudah ada, hal-hal yang sebetulnya nilainya meragukan. Dengan kata lain, ilusi diperlukan, dan "kebenaran" mungkin hanya kesepakatan sosial dalam berkhayal. Lihatlah mata uang. Kita tahu kertas itu dengan gampang dapat kita robek dan bakar, tapi kita menerimanya sebagai sesuatu yang senilai dengan jerih payah kita. Jerih payah kita pun sudah disunglap, menjadi sesuatu yang bukan lagi pikiran dan keringat, melainkan sesuatu yang nyaris abstrak, dapat diukur dan dipertukarkan—misalnya dengan sekotak cokelat.

Tentu saja, ilusi tak dapat selama-lamanya mencengkeram, betapapun kita membutuhkannya. Tak jarang orang akan melawannya dan mengetawakannya. Dalam perlawanan itu, dalam ketawa, dan dalam sikap menampik, kita—kata Sloterdijk—memilih Kynismus, bukan Zynismus. Dengan "kynisme", yang tecermin dalam cemooh di tepi-tepi jalan atau satire di pentas kabaret dan dagelan, orang seakan-akan mencubit dirinya sendiri, untuk mengingatkan bahwa ada yang tertindas sebenarnya dalam "pendidikan dalam disilusi" selama ini.

Namun, saya ragu "kynisme" akan membebaskan kita. Mungkin ia hanya candu bagi rakyat. Ketawa itu sehat, tapi juga bisa congkak. Bukankah dengan mengatakan, seraya ketawa mengejek, misalnya bahwa "elite hanya mengibuli rakyat", kita sebenarnya cuma mau kelihatan lebih pintar dari rakyat?

Maka agaknya diperlukan sesuatu yang lain, mungkin pengorbanan diri, agar manusia bisa menemukan keluhuran kembali. Dengan itu orang akan menyaksikan sesuatu yang mengatasi yang rutin, buntu, dan tak sinis. Kita ingat, sebelum momen yang agung itu digantikan mesin kepercayaan, itulah yang terjadi, bukan?

Goenawan Mohamad

Berita terkait

MTI Dorong Penyesuaian Tarif KRL

1 menit lalu

MTI Dorong Penyesuaian Tarif KRL

Masyarakat Transportasi Indonesia (MTI) mendorong adanya penyesuaian tarif KRL.

Baca Selengkapnya

Berbeda dari Columbia, UC Berkeley Izinkan Mahasiswa Pro-Palestina Unjuk Rasa Damai

3 menit lalu

Berbeda dari Columbia, UC Berkeley Izinkan Mahasiswa Pro-Palestina Unjuk Rasa Damai

Protes mahasiswa pro-Palestina di Universitas California, Berkeley (UC Berkeley) berlangsung tanpa penangkapan oleh polisi.

Baca Selengkapnya

Berkunjung ke Optus Stadium Perth Australia yang Megah

6 menit lalu

Berkunjung ke Optus Stadium Perth Australia yang Megah

Optus Stadium Perth bukan hanya tempat untuk acara olahraga, tetapi juga tuan rumah berbagai konser musik, pertunjukan, dan acara khusus lainnya

Baca Selengkapnya

Citi Indonesia Raih Penghargaan FinanceAsia Awards 2024

6 menit lalu

Citi Indonesia Raih Penghargaan FinanceAsia Awards 2024

Citi Indonesia menerima lima penghargaan sekaligus dalam ajang FinanceAsia Awards 2024.

Baca Selengkapnya

Harga Naik, Toko Ritel Batasi Penjualan Gula Pasir

11 menit lalu

Harga Naik, Toko Ritel Batasi Penjualan Gula Pasir

Sejumlah toko ritel melakukan pembatasan penjualan gula pasir imbas dari naiknya harga gula.

Baca Selengkapnya

Pemerintah Akan Evakuasi 9 Ribu Warga Imbas Erupsi Gunung Ruang

11 menit lalu

Pemerintah Akan Evakuasi 9 Ribu Warga Imbas Erupsi Gunung Ruang

Pemerintah akan mengevakuasi 9.083 warga yang berada di Pulau Tagulandang dalam radius 7 km dari pusat erupsi Gunung Ruang.

Baca Selengkapnya

Profil dan Bedah Kekuatan Guinea, Lawan Timnas U-23 Indonesia dalam Playoff Perebutan Tiket Olimpiade 2024

20 menit lalu

Profil dan Bedah Kekuatan Guinea, Lawan Timnas U-23 Indonesia dalam Playoff Perebutan Tiket Olimpiade 2024

Timnas U-23 Indonesia sudah mengakhiri kiprah di Piala Asia U-23 2024. Perjuangan selanjutnya melawan Guinea dalam playoff perebutan tiket Olimpiade.

Baca Selengkapnya

Universitas Jember Raih Dua Penghargaan Bergengsi dari Kemendikbudristek

21 menit lalu

Universitas Jember Raih Dua Penghargaan Bergengsi dari Kemendikbudristek

Penghargaan itu diharapkan akan semakin memotivasi keluarga besar Universitas Jember untuk menjadi yang lebih baik lagi.

Baca Selengkapnya

Wali Kota Depok Bicara Pembebasan Lahan Warga Terdampak Banjir Kali Pesanggrahan

23 menit lalu

Wali Kota Depok Bicara Pembebasan Lahan Warga Terdampak Banjir Kali Pesanggrahan

Bila anggaran mencukupi, Pemkot Depok akan melakukan pembebasan lahan warga terdampak banjir menggunakan anggaran belanja tambahan (ABT).

Baca Selengkapnya

Retno Marsudi Bahas Langkah Perlindungan WNI di Tengah Krisis Timur Tengah

33 menit lalu

Retno Marsudi Bahas Langkah Perlindungan WNI di Tengah Krisis Timur Tengah

Retno Marsudi menilai situasi Timur Tengah telah mendesak Indonesia untuk mempersiapkan diri jika situasi semakin memburuk, termasuk pelindungan WNI

Baca Selengkapnya