Jokowi, dan Bangsa yang Pemurah

Penulis

Selasa, 16 Desember 2014 01:24 WIB

Agus Sudibyo, Direktur Eksekutif Matriks Indonesia, Redpel Jurnal Prisma

Tahun 2014 adalah tahun politik. Bangsa Indonesia menyelenggarakan hajat besar pemilihan umum legislatif dan pemilihan presiden. Dari segi penyelenggaraan, ini adalah pemilu yang paling heboh dan penuh konflik. Begitu keras pertentangan politik diametral yang terjadi, begitu kasar kampanye negatif yang dilakukan, begitu masif politik uang yang dipraktekkan, serta begitu kasar pelanggaran dan kecurangan yang dilakukan para tim sukses. Kontroversi, silang pendapat, dan perang opini terus terjadi sejak awal tahun, bahkan hingga saat ini ketika pemilu telah selesai jauh-jauh hari.

Hiruk-pikuk politik itu tampaknya membuat masyarakat lelah. Masyarakat jenuh dengan situasi politik yang terus memanas. Masyarakat juga jengah dengan semua bentuk omong kosong para politikus. Masyarakat ingin segera beranjak ke normalitas keadaan, kembali ke pekerjaan dan kehidupan masing-masing. Masyarakat berpikir, hiruk-pikuk politik seharusnya hanya terjadi lima tahun sekali, selebihnya biarkanlah roda kehidupan sosial-ekonomi berputar secara alamiah, normal, tanpa direcoki gejolak pada aras kehidupan politik.

Inilah salah satu penjelasan mengapa respons masyarakat terhadap keputusan pemerintah menaikkan harga BBM terkesan biasa-biasa saja. Tidak ada kehebohan seperti yang dibayangkan, tidak terjadi drama protes sosial sebagaimana pernah terjadi sebelumnya. Yang ada hanyalah demonstrasi-demonstrasi yang bersifat sporadis.

Sebagian pengamat menyatakan respons masyarakat yang biasa-biasa itu ada karena popularitas Presiden Jokowi yang masih tinggi. Tapi benarkah masyarakat sedemikian fanatik terhadap presidennya sehingga keputusan yang jelas-jelas memberatkan kehidupan masyarakat pun diterima tanpa keberatan berarti? Bisa jadi benar kenaikan harga BBM sulit dihindari oleh pemerintah. Namun kenaikan harga sekitar Rp 2.000 itu jelas menyusahkan rakyat banyak. Menurut saya, mayoritas bangsa Indonesia kecewa atas kenaikan harga BBM, dan menyesal mengapa Presiden Jokowi tidak mengambil langkah lain.

Namun sebagaimana telah dijelaskan, bangsa Indonesia sudah capek dengan hiruk-pikuk politik. Masyarakat tidak menginginkan gonjang-ganjing politik yang ujung-ujungnya hanya dimanfaatkan oleh para politikus untuk maksud-maksud partikular, tanpa menghasilkan solusi yang sungguh-sungguh menguntungkan masyarakat. Mungkin kedengarannya seperti fatalis. Namun masyarakat Indonesia sudah menganggap kenaikan gradual harga-harga kebutuhan bahan pokok sebagai suatu keniscayaan yang akan terjadi terus-menerus. Mereka umumnya menganggap kenaikan biaya hidup sebagai suatu rutinitas tahunan, sebagai suatu normalitas, yang tidak pernah sungguh dipersoalkan apa penyebabnya.

Di pedesaan pulau Jawa, masyarakat sudah terbiasa menyebut uang sejuta rupiah dengan sebutan "sewu" yang artinya adalah seribu rupiah. Realitas ini secara simbolis menunjukkan kenaikan gradual harga-harga kebutuhan pokok dan biaya hidup sampai kepada keadaan yang sangat ekstrem: uang sejuta rupiah sama nilainya dengan uang seribu perak. Masyarakat umumnya menerima keadaan ini sebagai konsekuensi "perubahan zaman" dan jarang sekali sungguh-sungguh mempersoalkannya secara politis. Sepertinya masyarakat sadar bahwa negara memang selalu hadir ketika membutuhkan rakyatnya, ketika menuntut ketaatan warganya, namun sebaliknya, negara sering absen ketika benar-benar dibutuhkan rakyatnya.

Presiden Jokowi patut merasa beruntung hidup di dalam masyarakat yang pemurah dan mudah menerima keadaan. Masyarakat yang tidak banyak menuntut para pemimpinnya. Masyarakat yang terbiasa menyelesaikan sendiri kesulitan hidupnya, tanpa banyak menunggu uluran tangan pemerintah, masyarakat yang bahkan mungkin masih memendam trauma berhadap-hadapan dengan birokrasi. Presiden Jokowi juga patut berterima kasih kepada masyarakat Indonesia. Andai saja muncul reaksi penolakan keras dari akar rumput atas keputusan menaikkan harga itu, kesulitan Presiden Jokowi niscaya berlipat-lipat. Tuntutan interpelasi menemukan sumbu ledaknya.

Sejarawan menyatakan, bangsa Indonesia adalah bangsa yang pemaaf. Bangsa yang mudah memaafkan kesalahan atau kelemahan para pemimpinnya. Celakanya, makna "pemaaf" di sini begitu dekat dengan makna pelupa. Masyarakat lupa Presiden Jokowi pada masa lalu juga pernah menolak ide kenaikan harga BBM. Masyarakat juga lupa PDIP dan Megawati paling galak dalam menolak rencana pemerintah SBY mencabut subsidi BBM suatu ketika. Jika saja ingat akan hal itu, masyarakat mungkin tetap memaklumi kenaikan harga BBM, namun menyayangkan sikap inkonsisten para pemimpinnya.

Selanjutnya, bagaimana Presiden Jokowi akan membalas kemurahan hati bangsa Indonesia itu? Presiden Jokowi harus membuktikan tekad memberantas mafia migas bukan sekadar retorika yang akan layu-sebelum-berkembang. Presiden Jokowi juga harus membuktikan, pemerintahannya lebih baik dalam mewujudkan kedaulatan rakyat atas pengelolaan energi dan sumber daya alam di Indonesia. *


Berita terkait

5 Daftar Negara Tersantai di Dunia, Indonesia Peringkat 1

10 jam lalu

5 Daftar Negara Tersantai di Dunia, Indonesia Peringkat 1

Beberapa negara ini dijuluki negara tersantai di dunia. Hal ini dinilai berdasarkan tingkat kenyamanan hingga suhu udara. Ini daftarnya.

Baca Selengkapnya

Indonesia Usul Pemotongan Pembayaran Proyek Jet Tempur KF-21 dengan Korea Selatan

10 jam lalu

Indonesia Usul Pemotongan Pembayaran Proyek Jet Tempur KF-21 dengan Korea Selatan

Indonesia mengusulkan pengurangan pembayaran untuk proyek pengembangan jet tempur bersama dengan Korea Selatan.

Baca Selengkapnya

10 Negara dengan Jumah Penduduk Terbanyak di Dunia

10 jam lalu

10 Negara dengan Jumah Penduduk Terbanyak di Dunia

Dilansir dari World Population by Country, ada 10 negara dengan jumlah penduduk terbanyak di dunia. Indonesia termasuk ke dalam 5 besar.

Baca Selengkapnya

Ukraina Berharap Indonesia Hadiri KTT Perdamaian di Swiss Bulan Depan

11 jam lalu

Ukraina Berharap Indonesia Hadiri KTT Perdamaian di Swiss Bulan Depan

Dubes Ukraina mengatakan pemerintah Indonesia belum mengonfirmasi kehadiran di KTT Perdamaian, yang akan berlangsung di Swiss bulan depan.

Baca Selengkapnya

5 Negara Pendiri ASEAN dan Tokohnya, Indonesia Termasuk

15 jam lalu

5 Negara Pendiri ASEAN dan Tokohnya, Indonesia Termasuk

ASEAN didirikan oleh lima negara di kawasan Asia Tenggara pada 1967. Ini lima negara pendiri ASEAN serta tokohnya yang perlu Anda ketahui.

Baca Selengkapnya

Turun di Partai Ketiga Final Piala Thomas 2024, Jonatan Christie Tak Mau Jadi Penentu Kekalahan Indonesia Lawan Cina

1 hari lalu

Turun di Partai Ketiga Final Piala Thomas 2024, Jonatan Christie Tak Mau Jadi Penentu Kekalahan Indonesia Lawan Cina

Jonatan Christie menjadi satu-satunya wakil Indonesia yang memetik poin saat kalah lawan Cina 1-3 di final Piala Thomas 2024.

Baca Selengkapnya

Hasil Final Piala Thomas 2024: Fikri / Bagas Kalah, Indonesia Gagal Juara

1 hari lalu

Hasil Final Piala Thomas 2024: Fikri / Bagas Kalah, Indonesia Gagal Juara

Indonesia harus mengakui keunggulan Cina dengan agregat skor 1-3 dalam partai final Piala Thomas 2024.

Baca Selengkapnya

Hasil Final Piala Thomas 2024: Jonatan Christie Perpanjang Napas Indonesia atas Cina di Final, Skor Sementara 1-2

1 hari lalu

Hasil Final Piala Thomas 2024: Jonatan Christie Perpanjang Napas Indonesia atas Cina di Final, Skor Sementara 1-2

Jonatan Christie mampu menyudahi perlawanan sengit Li Shi Feng dalam duel tiga game di laga ketiga final Piala Thomas 2024.

Baca Selengkapnya

Dikalahkan Liang / Wang di Final Piala Thomas 2024, Fajar / Rian Sebut Lawan Main Lebih Berani dan Cerdik

1 hari lalu

Dikalahkan Liang / Wang di Final Piala Thomas 2024, Fajar / Rian Sebut Lawan Main Lebih Berani dan Cerdik

Fajar / Rian mengungkapkan keunggulan lawan yang membuat mereka kalah di pertandingan final Piala Thomas 2024, Minggu, 5 Mei 2024.

Baca Selengkapnya

Hasil Piala Thomas 2024: Liang / Wang Tekuk Fajar / Rian, Indonesia Tertinggal 0-2 dari Cina

1 hari lalu

Hasil Piala Thomas 2024: Liang / Wang Tekuk Fajar / Rian, Indonesia Tertinggal 0-2 dari Cina

Fajar / Rian gagal menyamakan kedudukan untuk Indonesia usai dikalahkan pasangan Cina Liang / Wang pada final Piala Thomas 2024 lewat tiga game.

Baca Selengkapnya