Munawir Aziz, peneliti, alumnus Pascasarjana Universitas Gadjah Mada (UGM)
Desember dapat dianggap sebagai bulan Gus Dur. Dalam sebulan ini, berbagai komunitas menyelenggarakan penghormatan untuk almarhum Abdurrahman Wahid. Gus Dur seolah selalu hadir ketika bangsa ini sedang menghadapi masalah politik, etnis, dan agama. Kutipan pernyataan Gus Dur menjadi ingatan publik ketika anggota DPR bertengkar di Senayan, juga ketika kelompok minoritas etnis dan agama menjadi korban kekerasan.
Gus Dur memang telah wafat sebagai manusia, tapi ia terus hadir dalam ide, gagasan, dan kerja kemanusiaan. Kerusuhan yang terjadi di Papua, beberapa waktu lalu, mengingatkan publik akan Gus Dur. Ingatan tentang strategi Gus Dur dalam merawat keberagaman, keharmonisan, dan perdamaian untuk membela kelompok minoritas akan terus hidup. Mengingat Gus Dur, lewat insiden Papua, menandakan bangsa ini masih membutuhkan sosok pejuang kemanusiaan yang konsisten membela hak warga minoritas.
Insiden Paniai, Papua, disebabkan oleh penembakan lima warga sipil oleh aparat TNI-Polri di lapangan Karel Gobai, Kampung Madi, Distrik Paniai Timur, Enarotali. Menurut John Gobay (pihak Dewan Adat Papua), lima warga tersebut awalnya ingin melakukan klarifikasi atas penganiayaan warga oleh dua orang yang diduga aparat, pada Ahad, 7 Desember. Insiden ini kemudian merambat menjadi kerusuhan, hingga mengakibatkan tewasnya Habakuk Degei, Neles Gobay, Bertus Gobai, Saday Yeimo, dan Apinus Gobai. Insiden ini termaktub dalam rilis PPB dalam rangka Hari HAM internasional, 10 Desember lalu (tempo.co/10/12). Tentu saja, insiden Papua selalu terkait dengan politik, mengingat silang sengkarut kepentingan ekonomi, pertahanan, dan politik internasional di kawasan ini.
Mengingat Papua dengan mengingat Gus Dur adalah merayakan kembali perjuangan kemanusiaan. Gus Dur telah berjasa dalam mengembalikan harga diri, harkat, dan martabat orang Papua, yang telah lama dicengkeram oleh rezim militer. Menurut Ketua Dewan Adat Papua, Forkorus Yoboisembut, Gus Dur telah memberi ruang bagi warga Papua dalam konteks keindonesiaan, yang melindungi dengan hati, bukan memaksakan kehendak rezim militer. Gus Dur menggunakan pendekatan dialogis dan menghargai HAM dalam penyelesaian masalah-masalah di Papua, yang pada pemerintahan Orde Baru dilakukan dengan strategi militer dan kekerasan. Gus Dur juga berjasa mengganti nama Irian Jaya menjadi Papua, yang tidak sekadar nama, tapi juga mengandung unsur sejarah, makna, dan landasan kebudayaan yang menghargai tradisi orang Papua. Pendekatan kebudayaan inilah yang menjadi referensi dalam melihat Papua sebagai bagian dari kesatuan NKRI.
Pada titik ini, Presiden Jokowi perlu melihat kembali akar masalah yang terjadi di Papua. Saya yakin presiden telah memahami peta masalah yang terjadi di bumi Cenderawasih. Tapi pendekatan komprehensif berbasis kemanusiaan diperlukan untuk menyelesaikan konflik di Papua. Jokowi dapat mengaji pada Gus Dur, bagaimana memperlakukan warga Papua sebagai keluarga, menjadi bagian NKRI, bukan orang asing di negerinya sendiri.*
Berita terkait
Mabes Polri Belum Usut Penyebar Kabar Bohong Tolikara
25 April 2016
Kepolisian mengungkapkan kerusuhan di Tolikara Papua merupakan kabar bohong.
Baca SelengkapnyaPolri Bantah Ada Kerusuhan di Tolikara
25 April 2016
Polri mengakui ada seorang pegawai Dinas Kependudukan yang meninggal.
Baca SelengkapnyaTolikara Rusuh Lagi, 1 Tewas 95 Rumah Dibakar
24 April 2016
Konflik Tolikara ini sudah terjadi sejak 9 April 2016 dan berlangsung hingga hari
ini.
Rusuh Tolikara, Hasil Uji Balistik: Bukan Peluru Polisi
8 September 2015
Selain melakukan uji balistik, Polda Papua juga sudah menggelar sidang pelanggaran disiplin terhadap personel Polres Tolikara.
Baca SelengkapnyaJokowi Minta Pelaku Kerusuhan di Tolikara Diproses Hukum
11 Agustus 2015
Jokowi minta agar pelaku, aktor, maupun aparat yang salah prosedur penanganannya harus diperiksa dalam kasus Tolikara.
Baca SelengkapnyaPresiden GIDI Minta Penyidikan Kasus Tolikara Dihentikan
11 Agustus 2015
Presiden GIDI minta Kapolda Papua menyerahkan proses penyelesaian masalah tersangka kepada gereja dan umat muslim Tolikara.
Baca SelengkapnyaKomnas HAM: Temukan Aparat yang Menembak Warga Tolikara
10 Agustus 2015
Komnas HAM mendesak Menkopolhukam agar memerintahkan Kapolri dan Panglima TNI mengusut penembakan Tolikara.
Baca SelengkapnyaRusuh Tolikara, Komnas HAM Temukan 4 Pelanggaran
10 Agustus 2015
Komnas HAM menemukan empat indikasi pelanggaran HAM pada kerusuhan di Tolikara.
Baca SelengkapnyaHasil Investigasi Tolikara, Komnas: Ada 4 Pelanggaran HAM
10 Agustus 2015
Pemerintah memastikan kerusuhan di Kabupaten Tolikara, Papua, tidak dipicu oleh isu suku, agama, ras, dan antargolongan (SARA).
Baca SelengkapnyaTolikara Pulih, Begini Proses Pembangunan Musala dan Ruki
10 Agustus 2015
Pembangunan 85 ruki dan musalah untuk menggantikan ruki dan musalah yang terbakar saat amuk massa pada 17 Juli lalu.
Baca Selengkapnya