"R"

Penulis

Selasa, 17 November 1998 00:00 WIB

TAHUN 1925. Tempatnya adalah Dayton, kota kecil yang membosankan di wilayah Tennessee. Tapi peristiwanya demikian pentingnya. Sebuah karya pentas pernah ditulis tentang itu dan sebuah film yang tak terlupakan dilahirkan oleh Stanley Kramer.

Dalam adegan awal film Inherit the Wind itu, kita tercekam sejak adegan awal: dengan langkah yang pelan tapi angker, tiga orang petugas dan seorang pendeta Kristen mendatangi sebuah ruang kelas di sebuah sekolah menengah di kota kecil itu. Mereka hendak menangkap seorang guru.

Di kelas biologi itu mengajar John Scopes. Kepada para muridnya sang guru memperkenalkan teori evolusi Charles Darwin. Itulah sebabnya ia harus dicegah. Pendeta Bryan--diperankan oleh aktor terkenal Fredric March--telah memutuskan untuk memenjarakan seseorang yang dianggapnya meracuni iman anak-anak dengan ajaran yang bertentangan dengan Kitab Injil yang suci.

Dalam film itu, Bryan terjungkal mati di tengah pidatonya menjelang pengadilan berakhir. Serangan jantung mungkin memotong nyawanya. Guru Scopes dinyatakan salah oleh hakim, tapi perdebatan dalam sidang itu menunjukkan bagaimana keyakinan agama Bryan terpojok. Clarence Darrow (dimainkan oleh Spencer Tracy), sang pembela si terdakwa, dengan tanya jawab yang gigih dan menukik, dengan kefasihan yang tajam, berhasil menunjukkan betapa piciknya pandangan Bryan--contoh pandangan kaum Kristen Fundamentalis yang menafsirkan Injil secara keras dan harfiah. Juga tanpa toleransi.

Tapi yang picik tak dengan sendirinya akan kian terbuka oleh progresi waktu. Apa pun tendensi film Kramer, dalam hidup yang nyata, kaum Fundamentalis tak mati-mati. Pendeta Bryan yang sebenarnya meninggal lima hari setelah pengadilan Scopes yang termashur itu berakhir. Ia bukan saja menjadi syuhada bagi jemaatnya; keyakinan yang dianutnya bahkan makin berkibar. Tak lama setelah Bryan meninggal dunia, di bagian selatan Amerika, pengajaran teori evolusi Darwin dilarang oleh undang-undang. Di Mississippi para wakil rakyat mengharamkannya, di Arkansas referendum rakyat melarangnya, dan di Texas pada musim gugur 1925 seorang gubernur menginstruksikan agar teori ilmiah itu dicoret dari buku pelajaran sekolah menengah. Pelarangan itu berlangsung terus hingga tahun 1950-an--satu hal yang mengherankan mengingat bahwa sejak akhir abad ke-19 sampai awal abad ke-20, teori evolusi diajarkan tanpa hambatan di sekolah-sekolah di Amerika.

Dalam Inherit the Wind yang tampak berhadapan adalah ajaran modernis dengan para penafsir Fundamentalis. Dalam Summer of the Gods, sebuah buku yang baru saja dibahas dalam majalah The New York Review of Books, ditunjukkan bahwa ada hal lain yang juga menjadi masalah: siapa yang sebenarnya berhak menentukan apa yang boleh dan tak boleh diajarkan di sekolah.

Itulah memang yang dikemukakan dengan meyakinkan oleh Pendeta Bryan. "Persoalan sebenarnya bukanlah 'apa' yang dapat diajarkan di sekolah, melainkan 'siapa' yang seharusnya mengontrol sistem pendidikan". Para guru di sekolah negeri, bagi Bryan, harus mengajarkan apa yang dikehendaki oleh para pembayar pajak. Tangan yang menandatangani cek harus tangan yang mengatur sekolah.

Tangan itu akhirnya tentu saja tangan rakyat banyak. Dan ketika rakyat disebut dengan "R" besar, orang memang bisa gemetar. Orang bisa terharu atau takut. Pengertian itu menjadi sesuatu yang agung dan kuat, dan banyak hal pun menjadi sangat sederhana. Tetapi pada saat yang sama, huruf besar itu bisa menyilaukan sebagaimana ia juga menyesatkan--terutama ketika orang ramai, suara terbanyak, sekaligus dianggap menjadi penjamin apa yang terbaik dan yang benar dalam sebuah sejarah.

Tetapi benarkah demikian--agaknya itulah pertanyaan yang tak selamanya dikemukakan oleh sebuah demokrasi kepada dirinya sendiri. Memang sebuah pertanyaan yang merisaukan. Seperti telah kita lihat, di Amerika Serikat, negeri tempat demokrasi berumur lebih dari 200 tahun--dan itu berarti demokrasi paling lama bertahan dalam sejarah manusia--pertanyaan itu juga baru menyergap pada sebuah Juni yang amat panas di tahun 1925.

Rakyat dengan "R" besar, rakyat sebagai suara mayoritas, ternyata bisa membungkam sebuah hasil dari proses pencarian ilmu pengetahuan: dapatkah hal ini dibiarkan tanpa merugikan peradaban manusia? Namun sejauh mana apa yang diajarkan kepada anak-anak bisa ditentukan begitu saja oleh apa yang disebut oleh Bryan sebagai sebuah "soviet keilmuan"? Apa yang menjamin bahwa sang mayoritas benar, dengan kepicikan dan ketakutannya, dan apa yang mengukuhkan bahwa sebuah teori benar tanpa cacat, dengan segala penjelajahannya?

Di sini tiba-tiba kita bertemu dengan dilema demokrasi yang telah dicemaskan orang sejak zaman Yunani Kuno, terutama yang dikhawatirkan oleh Socrates, seorang antidemokrat. Bagi Socrates, sang pemikir, sebuah negeri akan celaka bila si bodoh sama haknya untuk bicara dengan si piawai. Tetapi tanpa persamaan hak, tanpa persamaan kesempatan, kita tahu bahwa kehidupan bersama bisa terancam sewenang-wenang. Lalu? Di abad ini dilema ini dicoba dipecahkan dengan asumsi lain tentang "demokrasi". Demokrasi adalah sebuah sistem di mana siapa saja bisa khilaf. Bahkan bisa keji. Sebab itu pemecahannya juga harus menggunakan jawaban yang sementara, dan setiap kali harus dilakukan kembali--tanpa resep yang mutlak.

Di Amerika Serikat, sejak Perang Dunia I, sejumlah orang mendirikan sebuah organisasi yang disebut American Civil Liberty Union (ACLU). Dengan itu mereka membela siapa saja, satu atau segelintir orang, untuk bicara, dengan sebuah keyakinan: demokrasi mayoritas bisa berbahaya bagi kemerdekaan orang-seorang. Kemerdekaan di sini bukan saja hak, tetapi juga sebuah "suasana" yang harus ada agar kita tak terlampau panjang dalam kesalahan.

Goenawan Mohamad

Berita terkait

6 Tips Solo Traveling ke India, Keselamatan jadi Prioritas

2 menit lalu

6 Tips Solo Traveling ke India, Keselamatan jadi Prioritas

Pemberitaan tentang tingkat kriminalitas di India membuat banyak pelancong yang berpikir ulang untuk melakukan solo traveling ke sana.

Baca Selengkapnya

Zulhas Tegaskan Aturan Sertifikasi Halal UMKM Berlaku per Oktober 2024: Kalau Enggak, Kapan Siapnya?

5 menit lalu

Zulhas Tegaskan Aturan Sertifikasi Halal UMKM Berlaku per Oktober 2024: Kalau Enggak, Kapan Siapnya?

Menteri Perdagangan Zulkifli Hasan alias Zulhas meminta para pengusaha pangan untuk segera memenuhi standar sertifikasi halal hingga Oktober 2024.

Baca Selengkapnya

Di Luar Prediksi, Boy Story Joget Pargoy di Saranghaeyo Indonesia 2024

6 menit lalu

Di Luar Prediksi, Boy Story Joget Pargoy di Saranghaeyo Indonesia 2024

Serba-serbi penampilan Boy Story di Saranghaeyo Indonesia 2024, fasih berbahasa Indonesia hingga joget pargoy.

Baca Selengkapnya

Hasil Final Piala Uber 2024: Fadia / Ribka Kalah, Indonesia Tertinggal 0-2 dari Tuan Rumah Cina

17 menit lalu

Hasil Final Piala Uber 2024: Fadia / Ribka Kalah, Indonesia Tertinggal 0-2 dari Tuan Rumah Cina

Fadia / Ribka yang turun sebagai ganda pertama kalah melawan Chen / Jia di pertandingan Indonesia melawan Cina dalam laga final Piala Uber 2024.

Baca Selengkapnya

RI - Inggris Berkomitmen Perkuat Kerja Sama Ekonomi dan Perdagangan

27 menit lalu

RI - Inggris Berkomitmen Perkuat Kerja Sama Ekonomi dan Perdagangan

Pemerintah Indonesia bertemu dengan Menteri Perdagangan Inggris Greg Hands MP untuk membahas sejumlah kerja sama di bidang ekonomi dan perdagangan.

Baca Selengkapnya

Badai di Rio Grande do Sul Brasil Menewaskan 55 Orang dan Puluhan Korban Hilang

34 menit lalu

Badai di Rio Grande do Sul Brasil Menewaskan 55 Orang dan Puluhan Korban Hilang

Hujan lebat di Rio Grande do Sul, Brasil telah menewaskan setidaknya 55 orang tewas dan 74 orang masih dinyatakan hilang.

Baca Selengkapnya

Tanpa Musik, Chen EXO Nyanyi Diiringi Tepuk Tangan Penonton Saranghaeyo Indonesia

37 menit lalu

Tanpa Musik, Chen EXO Nyanyi Diiringi Tepuk Tangan Penonton Saranghaeyo Indonesia

Chen EXO meminta penonton mengiringinya bernyanyi dengan tepuk tangan karena music recorder sempat bermasalah.

Baca Selengkapnya

AHY Tinjau Lahan untuk Relokasi Pengungsi Erupsi Gunung Ruang, Pastikan Administrasi Tak Bermasalah

37 menit lalu

AHY Tinjau Lahan untuk Relokasi Pengungsi Erupsi Gunung Ruang, Pastikan Administrasi Tak Bermasalah

Menteri Agraria dan Tata Ruang/Kepala Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN) Agus Harimurti Yudhoyono atau AHY berangkat ke Bandara Gorontalo, Sulawesi Utara pada Ahad dini hari, 5 Mei 2024. AHY akan mengunjungi calon lahan relokasi warga pengungsi yang terdampak semburan abu vulkanik Gunung Ruang, Tagulandang, Sulawesi Utara.

Baca Selengkapnya

TPNPB-OPM Tanggapi Rencana TNI-Polri Kerahkan Pasukan Tambahan di Intan Jaya

38 menit lalu

TPNPB-OPM Tanggapi Rencana TNI-Polri Kerahkan Pasukan Tambahan di Intan Jaya

Menurut Sebby Sambom, penambahan pasukan itu tak memengaruhi sikap TPNPB-OPM.

Baca Selengkapnya

Microsoft Investasi Rp 35,6 triliun di Malaysia, Berikut Sejarah Raksasa Teknologi AS Itu

42 menit lalu

Microsoft Investasi Rp 35,6 triliun di Malaysia, Berikut Sejarah Raksasa Teknologi AS Itu

Microsoft investasi Rp 35,6 triliun di Malaysia, begini sejarah raksasa teknologi AS Itu.

Baca Selengkapnya