Perilaku Abraham Lunggana alias Lulung menggunakan mobil Lamborghini dengan pelat nomor palsu sungguh tidak pantas. Kepolisian mesti mengusut anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah DKI Jakarta ini. Sudah terlalu sering pejabat negara atau politikus kepergok memakai mobil bernomor palsu dan dibiarkan.
Lulung memakai mobil mewah itu saat menghadiri pelantikan anggota DPRD DKI periode 2014-2019. Nomor polisi B-1285-SHP yang terpasang pada mobil berwarna hijau daun yang dikendarainya itu diduga palsu. Direktorat Lalu Lintas Polda Metro Jaya pun telah memastikan nomor tersebut tidak terdaftar. Polisi kemudian menyita mobil ini.
Kepolisian seharusnya mengusut dengan serius pelanggaran itu. Politikus Partai Persatuan Pembangunan tersebut mesti diperiksa dan diberi sanksi kendati ia belakangan menyatakan mobil itu bukan miliknya. Undang-Undang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan Raya tidak mempersoalkan pemilik mobil, melainkan pengendaranya. Dalam Pasal 68 ayat 1 undang-undang ini diatur sanksi bagi pemakai mobil bernomor palsu, yakni pidana 2 bulan penjara atau denda Rp 500 ribu.
Penggunaan nomor mobil palsu oleh petinggi bukan yang pertama. Anas Urbaningrum, yang saat itu masih menjadi Ketua Umum Partai Demokrat, juga pernah memakai nomor mobil palsu. Kasus ini terbongkar setelah ia menggunakan satu pelat nomor B-1716-SDC untuk dua mobil berbeda: Toyota Vellfire dan Toyota Kijang Innova. Polisi sempat mengusut kasus ini, tapi tidak menghukum sang politikus dengan alasan penggunaan nomor palsu itu merupakan inisiatif sopir Anas.
Polisi semestinya tidak mengulangi kekeliruan serupa dengan membiarkan kasus mobil Lulung. Kasus mobil mewah Lulung juga jauh lebih berat karena mobil ini belum mendapat nomor resmi. Polisi bahkan perlu menyelidiki apakah mobil itu masuk ke Jakarta secara legal atau diselundupkan.
Kalaupun masuk secara legal lewat agen tunggal pemegang merek, mesti dipertanyakan pula sejak kapan mobil itu menggunakan nomor palsu. Jika sudah cukup lama, jelas bukan masalah menanti proses administrasi untuk mendapatkan surat kendaraan, melainkan siasat buat menghindari pajak. Apalagi mobil mewah dikenai pajak amat tinggi.
Modus menghindari pajak itu sering dilakukan para pemilik mobil mewah. Sepanjang 2014 ini kepolisian setidaknya telah menyita 11 mobil mewah, seperti Porsche, Lamborghini, dan Ferrari. Sebagian besar mobil ini tak disertai surat yang lengkap.
Polisi seharusnya menangani pelanggaran seperti itu secara profesional, bahkan mengusut lebih jauh apakah mobil-mobil tersebut legal atau selundupan. Jangan sampai mobil itu hanya disita sebentar kemudian bisa ditebus lagi. Cara ini tak bisa dibenarkan, karena denda tidak masuk kas negara. Padahal sebagian dari mereka berupaya menghindari pajak.
Tanpa tindakan tegas, pemakai mobil tanpa surat lengkap atau bernomor palsu seperti Lulung tidak akan jera.