Al-Ghazali

Penulis

Senin, 21 Februari 2005 00:00 WIB

Benarkah kita tahu, atau benarkah kita tak tahu? Pertanyaan ini mengusik peradaban berpuluh-puluh abad?dan saya teringat Al-Ghazali.

Ia adalah tauladan besar dalam sejarah pemikiran: seorang yang terusik, seorang yang bergulat sampai dasar dengan soal "tahu" dan "tak tahu"?dan dengan riwayat yang mengagumkan, meskipun kita belum tentu sepaham dengan kesimpulannya.

Orang alim ini lahir di Tus, Iran, pada tahun 1058, anak seorang pemintal wul (ghazzal?dari mana nama "ghazali" berasal) yang ingin agar keturunannya jadi orang yang berilmu. Sebelum orang tua itu meninggal, si Muhammad dan adiknya diserahkannya kepada seorang sufi agar belajar membaca dan menulis. Ketika uang keluarga itu habis, Al-Ghazali masuk ke sekolah yang menyediakan kamar dan memberikan sedikit uang saku. Dari sinilah gairahnya untuk belajar beroleh peluang: ia berangkat dari tempat ke tempat, menimba ilmu seraya menulis buku.

Pada akhir tahun 1080-an, ia datang ke tempat Nizam al-Mulk, seorang wazir yang amat terpelajar di Kota Bagdad. Di Al-Mu'askar ("Kamp") itu para ulama piawai berdebat tentang pengetahuan agama, dan di sana Al-Ghazali menonjol. Pada umur 34, ia pun diangkat jadi Rektor Madrasah Nizamiyyah di ibu kota itu.

Selama empat tahun, sejak 1091, ia memimpin. Posisinya begitu luhur hingga seorang penulis biografinya menggambarkannya dengan sedikit berlebihan: martabat dan harta Al-Ghazali tak tersaingi bahkan oleh para wazir dan pangeran.

Advertising
Advertising

Pada masa inilah ia menuliskan karyanya yang termasyhur, Tahafut al-Falasifah (Keruwetan Para Filosof), sebuah kritik yang kukuh terhadap filsafat, sebuah hantaman yang cerdas terhadap pemikiran Ibnu Sinna dan Al-Farabi. Tapi tiba-tiba Al-Ghazali berubah: ia memutuskan untuk meninggalkan kedudukannya yang gemilang.

Dalam otobiografinya, Al-Munqidh min al-Dalal (Selamat dari Sesat) ia menyatakan bahwa selama itu ia merasa ia telah mengajar bukan untuk Allah. "Selama hampir enam bulan sejak Rajab tahun 488 Hijriah," demikian tulisnya, "aku terombang-ambing antara daya tarik duniawi dan desakan ke hidup yang kekal." Pada suatu hari, lidahnya tiba-tiba kering. Ia tak bisa mengajar. Kesehatannya memburuk. Para dokter tak tahu bagaimana mengobatinya dan menyimpulkan bahwa sakitnya bukanlah jasmani. Akhirnya Al-Ghazali pun "berlindung kepada Allah yang meringankan hatinya untuk menampik kedudukan dan harta, dan lepas dari anak-anak dan sahabat". Dibagi-bagikannya kekayaannya dan ditinggalkannya Bagdad.

Ia pun berkelana selama sebelas tahun ke Damaskus, Yerusalem, Hebron, Medinah, Mekah, dan kembali ke Bagdad sebentar pada Juni 1097, sebelum ia akhirnya kembali ke Tus. Di kota kelahiran itu ia tinggal selama sembilan tahun, berkhalwat, hidup menyendiri. Pada tahun 1106 ia mengajar sebentar di Nishapur, lalu ia pulang ke Tus, di mana ia wafat pada akhir tahun 1111.

Umurnya hanya mencapai 53 tahun, tapi ia telah berhasil hidup kekal: dari semua ulama dalam sejarah Islam selama hampir 1.000 tahun, dialah yang paling banyak dibaca dan dikenang di madrasah di dunia. Namanya diseru sebagai "Hujjat al-Islam". Ia "bukti [kebenaran] Islam".

Orang memang dapat mengatakan bahwa Al-Ghazali dijunjung tinggi karena ia membela pemikiran ortodoks, dan dengan demikian bisa mengukuhkan posisi penguasa tafsir dan penguasa politik. Memang, ia layak berkata, sejak belum lagi berumur 20 ia "tak berhenti mengarungi dalamnya samudra", dan "terjun dengan tabah menenggelamkan diri? ke dalam pertanyaan yang gulita". Tapi selama itu ia sebenarnya tak pergi jauh; ia tak beranjak dari dogma. Para pengritiknya mengatakan bahwa Al-Ghazali menggunakan metode filsafat untuk menghantam filsafat sebab ia tak menyukai pemikiran bebas.

Ibn Rushd, seorang pemikir yang tak kalah ulung, yang hidup di Spanyol seabad setelah penulis Tahafut al-Falasifah itu, menunjukkan bahwa Al-Ghazali memang penuh kontradiksi. "Abdul Hamid", tulis Ibn Rushd, menyebut nama lain Al-Ghazali, "adalah seorang penganut Ash'airiyyah di antara kaum Ash'airiyyah, seorang sufi di antara kaum sufi, dan filosof di antara filosof". Seorang penganut Ash'airiyyah umumnya bersikap ortodoks, tapi seorang filosof tak mungkin taklid kepada doktrin. Dan bagaimana pula seorang sufi bersikap doktriner, seraya bertumpu pada rasio, dalam hubungan mistiknya dengan Tuhan?

Orang akan selalu ingat, pada abad ke-12 Ibn Rushd menyerang Tahafut al-Falasifah dengan buku Tahafut al-Tahafut (Ruwetnya Keruwetan)?dan agaknya ini khas pengagum Aristoteles, baginya amat penting peta yang jelas dan persis. Rasionalisme dalam filsafat Islam dari abad ke-8 bergema lagi di pemikiran Ibn Rushd, meskipun dengan kritik: Ibn Rushd percaya bahwa filsafat dan agama ibarat dua anak yang disatukan oleh seorang ibu penyusu, dari mana mereka tumbuh sehat.

Tapi agaknya Ibn Rushd kurang menunjukkan apresiasi kepada keresahan Al-Ghazali. Guru dari Tus ini sah untuk tak puas dengan filsafat, sebab bahkan dengan rasio, banyak hal tak bisa kita ketahui tentang hidup di dunia dan sesudahnya.

Namun Al-Ghazali juga tak tepat dalam asumsinya, bahwa ajaran agama akan jadi jawab segalanya. Tak ada pintu terakhir bagi "pertanyaan yang gulita".

Tapi apa mau dikata: Al-Ghazali hidup pada abad ke-11. Ia tak tahu bahwa pada abad ke-21 perenungan tak kunjung berhenti dan filsafat masih bersipongang justru dengan kritik kepada rasionalisme. Itu semua berlangsung disertai pengakuan bahwa juga iman ada batasnya.

Perlu hebohkah kita? Beribu tahun yang lampau, juga Kitab Veda (yang berarti "pengetahuan") mengandung lagu-puja yang penuh pertanyaan yang gelap. Sebelum ada "Ada" dan "Tak Ada", begitulah tersebut dalam Rig Veda, "siapa yang meliputinya?" Satu kalimat menjawab: "Ia yang jadi asal Penciptaan sesungguhnya tahu, tapi mungkin ia tak tahu."

Goenawan Mohamad

Berita terkait

Hadapi Boikot karena Gaza, McDonald's Gagal Capai Target Laba Kuartal

1 hari lalu

Hadapi Boikot karena Gaza, McDonald's Gagal Capai Target Laba Kuartal

McDonald's Corporation gagal mencapai perkiraan laba kuartalannya untuk pertama kalinya dalam dua tahun karena boikot Gaza

Baca Selengkapnya

Goenawan Mohamad Bicara Pentingnya Kepercayaan dan Etik dalam Profesi Jurnalistik

1 hari lalu

Goenawan Mohamad Bicara Pentingnya Kepercayaan dan Etik dalam Profesi Jurnalistik

Goenawan Mohamad mengatakan etik bukanlah sesuatu yang diajarkan secara teoritis, melainkan harus dialami dan dipraktikkan sehari-hari.

Baca Selengkapnya

Dies Natalis ke-3 Politeknik Tempo: Utamakan Etika di Tengah Gempuran AI

1 hari lalu

Dies Natalis ke-3 Politeknik Tempo: Utamakan Etika di Tengah Gempuran AI

Dies Natalis Politeknik Tempo kali ini mengambil tema "Kreativitas Cerdas Tanpa Batas" dihadiri segenap civitas akademika Politeknik Tempo.

Baca Selengkapnya

Sri Mulyani Temui Wapres, Bahas Mitigasi Dampak Geopolitik Timur Tengah

2 hari lalu

Sri Mulyani Temui Wapres, Bahas Mitigasi Dampak Geopolitik Timur Tengah

Menteri Keuangan Sri Mulyani menemui Wakil Presiden Maruf Amin untuk melaporkan hasil pertemuan IMF-World Bank Spring Meeting dan G20 yang saya hadiri di Washington DC. pekan lalu. Dalam pertemuan itu, Sri Mulyani pun membahas mitigasi dampak geopolitik di Timur Tengah.

Baca Selengkapnya

Ekonom BCA Ungkap Peluang Penguatan Rupiah di Bawah Rp 16.000 per Dolar AS

3 hari lalu

Ekonom BCA Ungkap Peluang Penguatan Rupiah di Bawah Rp 16.000 per Dolar AS

Ketegangan di Timur Tengah yang perlahan mereda menjadi salah satu faktor peluang menguatnya rupiah.

Baca Selengkapnya

Terkini: Pesan Zulkifli Hasan ke Pejabat Baru Dilantik terkait konflik Timur Tengah, AHY Serahkan 300 Sertifikat Gratis di Sulawesi Tenggara

5 hari lalu

Terkini: Pesan Zulkifli Hasan ke Pejabat Baru Dilantik terkait konflik Timur Tengah, AHY Serahkan 300 Sertifikat Gratis di Sulawesi Tenggara

Menteri Perdagangan Zulkifli Hasan atau Zulhas melantik Pimpinan Tinggi Madya dan Pratama atau Pejabat Eselon I dan II Kementerian Perdagangan.

Baca Selengkapnya

Sri Mulyani Beberkan Efek Konflik Timur Tengah ke Indonesia, Mulai dari Lonjakan Harga Minyak hingga Inflasi

6 hari lalu

Sri Mulyani Beberkan Efek Konflik Timur Tengah ke Indonesia, Mulai dari Lonjakan Harga Minyak hingga Inflasi

Menteri Keuangan Sri Mulyani mengatakan tensi geopolitik di Timur Tengah cenderung meningkat dan menjadi fokus perhatian para pemimpin dunia. Ia menegaskan kondisi ini mempengaruhi beberapa dampak ekonomi secara signifikan.

Baca Selengkapnya

Harga Emas Turun, Analis: Kekhawatiran terhadap Konflik Timur Tengah Mereda

8 hari lalu

Harga Emas Turun, Analis: Kekhawatiran terhadap Konflik Timur Tengah Mereda

Analisis Deu Calion Futures (DCFX) menyebut harga emas turun karena kekhawatiran terhadap konflik di Timur Tengah mereda.

Baca Selengkapnya

Ekonom: Rupiah Hadapi Tekanan, BI Sebaiknya Tak Naikkan Suku Bunga Acuan

8 hari lalu

Ekonom: Rupiah Hadapi Tekanan, BI Sebaiknya Tak Naikkan Suku Bunga Acuan

Rupiah saat ini sedang menghadapi tekanan mata uang yang sangat besar dan lonjakan arus keluar modal.

Baca Selengkapnya

Konflik Israel-Iran, Pertamina Klaim Tidak Ada Gangguan Stok BBM

8 hari lalu

Konflik Israel-Iran, Pertamina Klaim Tidak Ada Gangguan Stok BBM

PT Pertamina Patra Niaga memastikan stok bahan bakar minyak (BBM) Indonesia tidak terganggu meski ada konflik di Israel dan Iran.

Baca Selengkapnya