In Memoriam

Penulis

Senin, 28 Februari 2005 00:00 WIB

Begitu banyak kematian, tapi pada kematian seseorang yang berarti, ada sesuatu yang lain dalam kehilangan itu: sebuah penemuan kembali.

Novelis Kuntowijoyo dan pelukis Semsar Siahaan meninggal pekan lalu, dengan sebab yang berbeda, di tempat yang berbeda. Populasi dunia kesenian Indonesia yang langka penghuni ini berkurang dengan tiba-tiba. Tapi kemudian kita tahu, kita ingat: mereka berkarya, dan tiap karya kreatif menolak ikut pertentangan hidup dengan mati.

Kedua almarhum itu, sang novelis berusia 61 tahun dan sang perupa 53, setahu saya tak saling mengenal. Pandangan mereka mungkin tak sama. Pikiran Kuntowijoyo menunjukkan sikap seorang muslim yang tak jauh dari iman tapi dekat dengan kebebasan berpikir. Dari karya-karyanya dapat dirasakan Semsar seorang yang melihat ketidakadilan sosial sebagai sesuatu yang tak diakui oleh kekuasaan, dan sebab itu harus diutarakan.

Temperamen dalam ekspresi mereka juga sangat berbeda. Prosa Kuntowijoyo: lirih dan sabar hampir seperti bedaya ketawang, dan dalam tempo yang seperti itu merangkum ide yang serius. Khotbah di Atas Bukit dramatik dalam imajinasi, tapi tak berteriak-teriak, Pasar memikat kita dalam deskripsi latar sosial, tapi dengan telaten. Gambar Semsar: garis-garisnya keras, menggelegak, menyusun sebuah drama yang tajam tapi kaku, mengutarakan sesuatu yang gawat tapi merangsang. Tak ada yang lembut dalam guratan tinta Cina itu.

Bila ada yang menyamakan kedua mereka, itu adalah perhatian mereka pada "isi". Kata dan kalimat bagi Kuntowijoyoyang juga seorang sejarawan dan analis kehidupan sosialsenantiasa dibimbing oleh makna, dan bukan bermain di celah-celah yang tak terduga di luar tata makna. Bagi Kuntowijoyo, "isi" atau "makna" adalah sebuah kehadiran yang dihormati. Bagi Semsar, garis dan warna adalah penanda dari sesuatu, artinya sebuah tinanda (signified), dan ia percaya bahwa tinanda itu, sebagai "isi", adalah yang jadi poros sebuah karya seni, sementara "bentuk" bergerak di sekitarnya.

Advertising
Advertising

Keduanya kini tak ada di antara kita lagi. Saya tak sempat pergi ke pemakaman Kuntowijoyo di Yogya, tapi saya sempat menengok jenazah Semsar yang disemayamkan di salah satu ruang pameran Taman Ismail Marzuki, Jakarta: ia terbaring dalam peti mati, berpakaian upacara lengkap Bali, gagah tapi diam.

Esoknya saya merasa, bahwa seperti yang telah mendahului merekaAsrul Sani, Umar Kayam, S. Prinka, dan yang lain-lainKuntowijoyo dan Semsar seakan-akan hanya sedang pergi ke suatu tempat yang jauh. Kita akan lama tak berjumpasesuatu yang semakin galib di dunia yang kian sibuk dan kian luas sekarang.... Dalam perpisahan ini, mereka tetap saja bagian dari pergaulan. Di rak di sudut sana ada sebuah novel Kuntowijoyo, di antara almari tua itu ada sebuah pigura karya Semsar.

Dan kita akan merasa bahwa sebuah novel yang cemerlang atau sebuah gambar yang menggugah adalah sebuah benda yang aneh: ia menjadi cemerlang atau menggugah karena terkait oleh masa ketika kita menikmatinya, tapi ia akan terus memasuki masa lain ketika banyak hal berubah di sekitarnya. Saya tak akan menyebut hal ini "abadi", sebab sebuah karya tak pernah berada di luar waktu. Dalam sebuah esai perihal penerjemahan, Walter Benjamin memakai pengertian yang mungkin bisa kita pinjam. Ia membedakan antara berleben dan fortleben, antara "lolos hidup" dan "hidup lanjut", antara "survival" dan "lumintu".

Tanpa sepenuhnya mengikuti Benjamin, saya kira dalam karya-karya Kuntowijoyo dan Semsarkarya mereka yang masih berbicara kepada kita, yang masih mengharukan kitatampak bahwa setiap kali mereka seakan-akan "lolos hidup", berleben, terlepas dari kematian. Mungkin karena tiap kali kita bertemu dengan sebuah lukisan yang menggetarkan, misalnya karya Affandi, Kelenteng, atau sebuah sajak yang seperti Senja di Pelabuhan Kecil Chairil Anwar, kita menyaksikan sebuah bayang-bayang keindahan yang seakan-akan sedang singgah. "Bayang-bayang" dan "singgah" adalah kata yang saya pilih, sebab keindahan itu tak sepenuhnya tampil dalam lukisan dan sajak itu. Ada yang terasa ada tapi mengelak dan lepas, seperti hantu, yang mungkin juga bukan hantu. Dalam momen seperti itulah kita merasakan karya itu menjadi lumintu, hidup lanjut terus, fortleben.

Yang hidup lanjut itu tak hanya "isi", melainkan yang mengatasi "bentuk" dan "isi", mengatasi "penanda" dan "tinanda". Saya tak tahu apakah kita bisa menyebutnya "inspirasi". Mungkin kita bisa menyebutnya sebagai "tilas" dari Ada, hadir ketika Ada tak lagi mengejutkan dan mempesona, bahkan kita lupakan dalam hidup sehari-hari. Sebab itu sebuah karya seni yang menggetarkan seakan-akan sebuah wasiat dari Ada. Dengan itu kita bersyukur karena kematian bukanlah sesuatu yang mutlak. Kita bersyukur pada kemungkinan bahwa oposisi antara hidup dan mati bukanlah segala-galanya.

Syahdan, pada bulan Oktober 2004 yang suram, dalam pemakaman Derrida di luar Kota Paris, seorang muda, Pierre, anak lelaki pemikir itu, membacakan sejumlah kata yang ditinggalkan ayahnya. Di antaranya semacam pesan, "Affirmez la survie". Kita perlu meneguhkan atau mengisbatkan kenyataan bahwa tiap kali kita "lolos hidup".

Bagi saya itu artinya menghargai hidup tapi juga mengakui kegentingannya, merayakan hidup tapi merasakan kerapuhannya. "Merasakan kenikmatan dan menangis di hadapan ajal yang dekatbagi saya itu hal yang sama," kata Derrida dalam wawancaranya dengan harian Le Monde dua bulan sebelum ia meninggal.

Dan ia pun meninggalselalu begitu banyak kematian. Kali ini Kuntowijoyo dan Semsar. Tapi kita tahu, kita ingat: mereka berkarya, dan tiap karya mengingatkan kita akan la survie, dan sebab itulah yang ditinggalkan kedua seniman Indonesia itu amat berharga.

Goenawan Mohamad

Berita terkait

Istri Kepala Staf Presiden Moeldoko Meninggal

12 Maret 2023

Istri Kepala Staf Presiden Moeldoko Meninggal

Almarhum istri Moeldoko itu akan dimakamkan usai salat Dzuhur di Taman Makam Pahlawan Bahagia, Tangerang Selatan.

Baca Selengkapnya

Miliarder AS Thomas H Lee Ditemukan Tewas di Kantornya

24 Februari 2023

Miliarder AS Thomas H Lee Ditemukan Tewas di Kantornya

Miliarder Amerika Serikat, Thomas H Lee, yang dianggap sebagai pelopor investasi ekuitas swasta dan pembelian dengan leverage, meninggal pada usia 78

Baca Selengkapnya

Raquel Welch, Aktris Top Hollywood 1970-an Meninggal

16 Februari 2023

Raquel Welch, Aktris Top Hollywood 1970-an Meninggal

Raquel Welch, aktris top Hollywood tahun 1960-1970-an, meninggal dalam usia 82 tahun, Rabu, 15 Februari 2023.

Baca Selengkapnya

Inoki, Politisi dan Pegulat Jepang yang Pernah Tantang Ali, Meninggal

1 Oktober 2022

Inoki, Politisi dan Pegulat Jepang yang Pernah Tantang Ali, Meninggal

Antonio Inoki, bintang gulat Jepang, politisi, dikenal luas karena melawan petinju legendaris Muhammad Ali, meninggal karena sakit langka

Baca Selengkapnya

SBY Kenang Jasa Hermanto Dardak Bangun Infrastruktur Negeri

21 Agustus 2022

SBY Kenang Jasa Hermanto Dardak Bangun Infrastruktur Negeri

SBY menyampaikan dukacita mendalam terhadap wafatnya Hermanto Dardak.

Baca Selengkapnya

Penyanyi Top 1980-an Olivia Newton-John Meninggal

9 Agustus 2022

Penyanyi Top 1980-an Olivia Newton-John Meninggal

Penyanyi Olivia Newton-John, yang melejit ke puncak tangga lagu pop dunia pada 1970-an dan 1980-an meninggal dalam usia 73 tahun

Baca Selengkapnya

Presiden Parlemen Eropa David Sassoli Meninggal

11 Januari 2022

Presiden Parlemen Eropa David Sassoli Meninggal

Presiden Parlemen Eropa David Sassoli meninggal pada Selasa karena sakit,

Baca Selengkapnya

Kenang Rachmawati Soekarnoputri, Majelis Syuro PKS: Sosok Patriotik

3 Juli 2021

Kenang Rachmawati Soekarnoputri, Majelis Syuro PKS: Sosok Patriotik

Menurut Salim Segaf, banyak kesamaan pandangan antara PKS dan Rachmawati Soekarnoputri dalam menyikapi berbagai persoalan bangsa.

Baca Selengkapnya

Jokowi Ucapkan Bela Sungkawa atas Meninggalnya Rachmawati Soekarnoputri

3 Juli 2021

Jokowi Ucapkan Bela Sungkawa atas Meninggalnya Rachmawati Soekarnoputri

Rachmawati Soekarnoputri meninggal di RSPAD Gatot Subroto, hari ini, di usia 70 tahun.

Baca Selengkapnya

Neta S Pane Meninggal karena Covid-19

16 Juni 2021

Neta S Pane Meninggal karena Covid-19

Yon mengatakan sebelum meninggal, Neta S Pane sempat dirawat di rumah sakit karena Covid-19 sejak 5 Juni 2021.

Baca Selengkapnya