Meski terlambat, langkah Otoritas Jasa Keuangan (OJK) membatasi suku bunga simpanan mulai awal bulan ini patut diapresiasi. Suku bunga yang terlalu tinggi berpotensi mematikan ekonomi Indonesia.
Perang suku bunga dalam memperebutkan dana pihak ketiga itu terasa mulai berbahaya. Ketatnya persaingan membuat banyak bank berani menawarkan imbalan melampaui suku bunga yang dilindungi Lembaga Penjamin Simpanan, yakni di angka 7,75 persen. Berdasarkan Statistik Perbankan Indonesia, tren suku bunga simpanan menunjukkan kenaikan signifikan, dari 7,97 persen pada Januari tahun ini menjadi 8,67 persen pada Juli lalu.
Sebenarnya mengendalikan suku bunga ini tak rumit-rumit amat. OJK cukup melakukan pengawasan yang super-ketat, terutama terhadap 10 pemain besar. Di Indonesia, meski ada 120 bank yang terdaftar, kesepuluh pemain kelas kakap itulah yang mengendalikan tren. Sebagian pemain ini menguasai sekitar 62 persen dari total aset perbankan nasional. Dengan jaringan dan fasilitas yang jauh lebih baik, sepuluh bank besar ini menjadi semacam penentu. Jika mereka pasang bunga tinggi, bank-bank menengah dan kecil akan mengekor.
Sikap tegas OJK amat diperlukan, mengingat 10 bank besar itu kerap kali tak berkutik menghadapi ancaman para nasabah kelas atas, yang dananya di atas Rp 5 miliar per rekening. Jumlah nasabah adikuasa ini cuma 1 persen, tapi menguasai sekitar 45 persen sumber dana simpanan di perbankan. Para nasabah tajir itulah yang diidentifikasi OJK sebagai kelompok yang menekan pihak bank untuk memberikan imbal hasil tinggi dari tabungan mereka. Ancaman akan pindah ke bank lain selalu menjadi senjata apabila ada bank yang menolak memberikannya.
Bunga dosis tinggi inilah yang membuat ekonomi Indonesia sulit bersaing dengan negara tetangga. Rata-rata suku bunga simpanan di Malaysia, Singapura, dan Thailand hanya 2-4 persen atau sepertiga dari suku bunga di Indonesia. Dengan biaya simpanan yang rendah, bank-bank di negeri tetangga itu bisa mematok suku bunga kredit mereka di angka 3-7 persen. Sebagai jasa intermediasi, mereka mengambil keuntungan di kisaran 3 persen.
Perbedaannya sangat mencolok bila kita tengok situasinya di dalam negeri, di mana bank-bank di sini menikmati net interest margin rata-rata di atas 6 persen. Maka jangan heran bila rata-rata suku bunga kredit kita saat ini masih berada di level 11-13 persen untuk korporasi dan 16-23 persen untuk kategori mikro.
Bunga yang mencekik leher itu membuat dunia usaha kita sulit bersaing dengan negara tetangga. Tak ada cara lain, suku bunga harus diturunkan. OJK harus bisa menghentikan perang sengit dengan melakukan pengawasan yang ketat. Komisi Pengawas Persaingan Usaha juga perlu menyelidiki lebih jauh ihwal dugaan adanya kesepakatan yang mengarah pada praktek kartel di balik penentuan suku bunga yang terus melambung.