TEMPO.CO, Jakarta - Agus M. Irkham, Pegiat Literasi
Jonan marah besar. Demikian banyak media (online) menulis untuk melansir peristiwa Menteri Perhubungan Ignasius Jonan saat datang ke kantor PT AirAsia Indonesia. Namun tidak lama kemudian berita tersebut diralat: Jonan tidak marah. Kesalahan pemberitaan tersebut terjadi karena wartawan tidak secara langsung melihat Jonan melakukan sidak, melainkan hanya didasarkan pada keterangan dari staf khusus Menteri Perhubungan, Hadi M. Djuraid. Padahal aslinya Jonan tidak marah. Hanya membentak atau berbicara dengan nada tinggi kepada salah satu pemimpin Indonesia AirAsia.
Menteri Anies melarang berdoa di sekolah. Begitu bunyi headline beragam terbitan. Kontan saja berita tersebut tersebar secara viral menghiasi timeline media sosial mayoritas orang. Belakangan, pemberitaan tersebut dikoreksi. Menteri Anies tidak melarang berdoa di sekolah. Lagi-lagi, wartawan dinilai gagal paham, yang berakibat pada kesalahan pengutipan.
Bagaimana dua hal di atas bisa berlangsung?
Paling kurang, ada tiga penyebab. Pertama, wartawan yang memang salah mengutip atau terlalu lateral dalam menginterpretasikan isi pembicaraan narasumber. Kedua, berita yang dilansir menuai banyak kontroversi pada masyarakat, bahkan perlawanan, sehingga buru-buru direvisi. Pernyataan ditempatkan sebagai bagian dari test the water kebijakan dan wartawan (media) sebagai tumbalnya. Ketiga, menulis berita tidak berdasarkan sumber primer (fakta), melainkan sekunder (persepsi atas suatu fakta).
Entah, dari ketiga hal tersebut yang paling tepat yang mana, dan bisa jadi ada penyebab lain yang mempengaruhinya. Terlepas dari kebenaran musababnya, saya khawatir di masyarakat muncul mosi tidak percaya terhadap media. Lebih parah lagi jika diam-diam ada simpulan di dalam benak mereka masing-masing bahwa, dari dua berita yang diturunkan, salah satunya bisa salah atau kedua-duanya. Ujungnya orang akan lari, minimal tidak lagi menjadikan media sebagai sumber utama informasi yang patut dipercaya dan dijadikan rujukan pertimbangan saat akan mengambil keputusan atau sikap.
Membaca menjadi pintu awal untuk tidak membaca lagi. Ini kan ironi. Media justru menjadi penyebab munculnya sikap illiteracy. Koreksi pemberitaan yang dilakukan oleh media tidak melalui mekanisme hak jawab juga telah meletakkan media di bargaining position yang rendah.
Tidak hanya itu, plinplan isi pemberitaan juga dapat melahirkan pengambangan sikap masyarakat terhadap suatu masalah. Atas nama falsafah kedaifan, tiap melihat sebuah ke(tidak)benaran selalu ditempatkan pada timbangan-timbangan relativisme boleh-boleh saja. Ada praduga tak bersalah. Bahkan diperlukan terutama jika ke(tidak)benaran itu berasal dari media (sosial). Meskipun begitu, tetap harus berhati-hati. Jangan sampai jatuh pada nihilisme yang menyebabkan kita abai terhadap ukuran-ukuran umum keadaban. Akhirnya, kita jadi sulit mengapresiasi prestasi orang, juga sukar menempatkan kesalahan sebagai sebuah kelalaian.
Berita terkait
Budi Arie Fokus ke 3 Regulasi Prioritas dalam Waktu 15 Bulan, Salah Satunya soal Publisher Rights
27 Juli 2023
Menkominfo Budi Arie Setiadi menargetkan pengesahan regulasi Hak Penerbit atau Publisher Rights bisa dilakukan sebelum masa jabatannya berakhir.
Baca SelengkapnyaPasar Periklanan Melemah, Vice Media Terancam Bangkrut?
3 Mei 2023
Perusahaan yang menaungi berbagai media populer seperti Vice dan Motherboard itu menyatakan salah satu penyebab perusahaan terancam bangkrut adalah kondisi pasar periklanan yang kian lemah.
Baca SelengkapnyaSatu Viral Hadirkan Berita Viral dan Tren Terbaru
3 Maret 2023
Platform satuviral berharap dapat menumbuhkan semangat membaca bagi seluruh anak muda Indonesia
Baca SelengkapnyaAMSI Awards 2022 Beri Penghargaan kepada Media Nasional dan Lokal untuk Berbagai Kategori
24 November 2022
AMSI Awards 2022 menjadi wadah penghargaan kepada sejumlah media yang konsisten dengan memproduksi konten terbaik.
Baca SelengkapnyaWenseslaus Manggut - Wahyu Dhyatmika Kembali Pimpin AMSI 2020-2023
23 Agustus 2020
Wenseslaus dan Wahyu terpilih pimpin AMSI secara aklamasi. Nama lain yang diusung tak bersedia dicalonkan.
Baca SelengkapnyaPelatihan Mengelola Media Internal Tempo Institute
4 April 2019
Tempo Institute membuka pelatihan Mengelola Media Internal. Pelatihan ini akan dilaksanakan pada 22, 23, 24, dan 25 April 2019 di Gedung Tempo.
Baca SelengkapnyaSuara.com Luncurkan Tiga Portal Media Baru
13 Maret 2018
Portal berita Suara.com meluncurkan tiga portal media baru di ulang tahun ke-4.
Baca SelengkapnyaI Nengah Muliartha Pimpin AMSI Bali Periode 2018-2021
5 Maret 2018
Melalui musyawarah mufakat , I Nengah Muliartha terpilih sebagai Ketua Asosiasi Media Siber Indonesia atau AMSI Wilayah Bali.
Baca SelengkapnyaHarian Bernas Tutup, Separuh Karyawan Dipecat
28 Februari 2018
Bernas edisi cetak juga harus berjuang melawan dominasi media online. "Akhirnya memilih berhenti terbit dulu."
Baca SelengkapnyaSetelah 71 Tahun, Harian Bernas Berhenti Terbit
28 Februari 2018
Biaya produksi Harian Bernas terus meningkat, sementara jumlah pembaca dan pendapatan iklan stagnan, bahkan cenderung menurun.
Baca Selengkapnya