Struktur Kabinet Jokowi

Penulis

Minggu, 19 Oktober 2014 21:06 WIB

Presiden Joko Widodo boleh saja mengubah struktur kabinet demi efisiensi dan memperlancar roda pemerintah. Tapi, biar perubahan ini tak terkesan "cuma asal beda" dengan pemerintah sebelumnya, ia mesti secepatnya membuktikan efektivitas struktur baru itu.

Struktur baru akan berjalan mulus bila Jokowi pintar menempatkan figur yang pas. Soalnya, tidak mudah memimpin lembaga baru. Misalnya, siapa pun yang akan ditugaskan menjadi Menteri Koordinator Maritim, Sumber Daya Alam, dan Lingkungan Hidup, ia harus bekerja ekstra-keras. Karena pos ini baru, ia mesti menata kementerian sebelum menggerakkannya untuk melaksanakan program.

Tak hanya menambah menteri koordinator yang selama ini hanya tiga menjadi empat, Jokowi juga berencana menggabungkan beberapa kementerian. Bidang pendidikan tinggi, yang selama ini masuk Kementerian Pendidikan, digabung dengan Kementerian Riset dan Teknologi. Perubahan ini mencuatkan nama baru: Kementerian Pendidikan Dasar dan Menengah serta Kementerian Riset dan Pendidikan Tinggi. Ada pula Kementerian Kedaulatan Pangan, yang merupakan gabungan bidang pertanian dan perikanan, yang dalam kabinet Susilo Bambang Yudhoyono masing-masing masuk pos terpisah: Kementerian Pertanian dan Kementerian Kelautan.

Urusan sepele yang segera disiapkan tentu saja anggaran perubahan nama. Biaya perubahan nomenklatur satu kementerian diperkirakan sebesar Rp 80-120 miliar-Rp 1 miliar di antaranya cuma untuk kop surat. Presiden Jokowi juga mesti menentukan di mana kementerian itu akan berkantor, terutama bagi pos baru, seperti Menteri Koordinator Maritim.

Jangan sampai proses perubahan itu berantakan seperti yang terjadi pada era Presiden Abdurrahman Wahid. Saat itu Gus Dur melebur Kementerian Pertanian dengan Kementerian Kehutanan. Ternyata kementerian baru yang dipimpin oleh Bungaran Saragih ini tidak bisa berjalan mulus. Akibatnya, pada Kabinet Gotong Royong, yang dipimpin Presiden Megawati Soekarnoputri, kedua kementerian itu kembali dipisah.

Kegagalan peleburan kementerian biasanya disebabkan oleh gesekan keras di kalangan pejabat teknis. Karena itu, menteri yang memimpinnya harus mampu mengakomodasi kepentingan pejabat dan pegawai yang semula berasal dari kementerian yang berbeda. Proses peleburan selalu tidak mudah. Bahkan Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara pernah menghitung, agar kementerian baru bisa efektif bekerja, dibutuhkan waktu minimal satu tahun.

Advertising
Advertising

Itulah ganjalan yang perlu diantisipasi Jokowi bersama wakilnya, Jusuf Kalla. Perubahan struktur yang bertujuan membuat birokrasi berjalan lebih gesit dan efisien bisa meleset bila tidak disiapkan secara matang. Proses penggabungan pun perlu dikawal secara ketat. Duet ini tidak boleh gagal menata kementerian baru karena hal tersebut akan menghambat pelaksanaan program yang mereka janjikan dalam kampanye.

Berita terkait

Imam Budi Hartono Siap Maju Pilkada Depok 2024, Berharap Bisa Koalisi dengan Golkar

9 menit lalu

Imam Budi Hartono Siap Maju Pilkada Depok 2024, Berharap Bisa Koalisi dengan Golkar

Imam Budi Hartono sudah memegang surat keputusan dari DPP PKS untuk maju Pilkada Depok 2024 dan berharap bisa berkoalisi dengan Golkar.

Baca Selengkapnya

Prabowo Bakal Bentuk Presidential Club, Megawati, SBY dan Jokowi Masuk di Dalamnya

10 menit lalu

Prabowo Bakal Bentuk Presidential Club, Megawati, SBY dan Jokowi Masuk di Dalamnya

Prabowo disebut akan membentuk Presidential Club yang menjadi wadah pertemuan mantan presiden.

Baca Selengkapnya

Bulog Beberkan Alasan Penyerapan Jagung Belum Maksimal

11 menit lalu

Bulog Beberkan Alasan Penyerapan Jagung Belum Maksimal

Direktur Utama Perum Bulog Bayu Krisnamurthi membeberkan alasan penyerapan jagung dari petani hingga kini masih terkendala.

Baca Selengkapnya

Jurnalis Palestina Peliput Perang Gaza Menangkan Penghargaan Kebebasan Pers UNESCO

11 menit lalu

Jurnalis Palestina Peliput Perang Gaza Menangkan Penghargaan Kebebasan Pers UNESCO

Kepala UNESCO menyerukan penghargaan atas keberanian jurnalis Palestina menghadapi kondisi 'sulit dan berbahaya' di Gaza.

Baca Selengkapnya

Wisata Karang Boma Cliff: Harga Tiket, Lokasi, dan Cara Menuju Kesana

13 menit lalu

Wisata Karang Boma Cliff: Harga Tiket, Lokasi, dan Cara Menuju Kesana

Weekend ini bisa agendakan untuk melancong ke Wisata Karang Boma Cliff. Tempat ini cocok bagi para sunset seekers atau pencari matahari terbenam.

Baca Selengkapnya

Hasil Piala Thomas 2024: Fikri / Bagas Takluk dari Kang / Seo, Indonesia vs Korea Selatan 1-1

16 menit lalu

Hasil Piala Thomas 2024: Fikri / Bagas Takluk dari Kang / Seo, Indonesia vs Korea Selatan 1-1

Duel Indonesia vs Korea Selatan di Piala Thomas 2024 masih imbang 1-1.

Baca Selengkapnya

Antusiasme Masyarakat Meningkat di Hari Ketiga Periklindo Electric Vehicle Show (PEVS) 2024

22 menit lalu

Antusiasme Masyarakat Meningkat di Hari Ketiga Periklindo Electric Vehicle Show (PEVS) 2024

Tahun ini, Periklindo Electric Vehicle Show 2024 menyediakan booth khusus bagi pelaku akademisi.

Baca Selengkapnya

Sri Mulyani: Meski Kurs Rupiah Melemah, Masih Lebih Baik dibanding Baht dan Ringgit

32 menit lalu

Sri Mulyani: Meski Kurs Rupiah Melemah, Masih Lebih Baik dibanding Baht dan Ringgit

Menkeu Sri Mulyani mengatakan, nilai tukar rupiah pada triwulan I 2024 mengalami depresiasi 2,89 persen ytd sampai 28 Maret 2024.

Baca Selengkapnya

Profiil 14 Bakal Calon Rektor Unpad, Ada Dosen dari Universitas Sebelas April

33 menit lalu

Profiil 14 Bakal Calon Rektor Unpad, Ada Dosen dari Universitas Sebelas April

Panitia Pemilihan Rektor Unpad sudah menetapkan 14 bakal calon dari total 16 pendaftar. Profilnya beragam, mulai dari wakil dekan hingga dosen.

Baca Selengkapnya

Puncak Hardiknas 2024, Nadiem Singgung 5 Tahun Perjalanan Merdeka Belajar

33 menit lalu

Puncak Hardiknas 2024, Nadiem Singgung 5 Tahun Perjalanan Merdeka Belajar

Perayaan Hardiknas 2024 bertepatan dengan peringatan gerakan Merdeka Belajar dari Kemendikbudristek.

Baca Selengkapnya