Pesona

Penulis

Senin, 20 Maret 2000 00:00 WIB

DI tiap zaman orang memuja sesuatu yang tak kelihatan, tapi dengan cemas. Sebab itu ia pun meraih apa yang kelihatan. Dulu orang menyembah arwah leluhur, dan sebab itu merawat sebuah pohon. Di awal abad ke-21, penampilan antara apa yang kelihatan dan tak kelihatan itu sangat mungkin ada di internet: sebuah ''portal" yang bisa diklik dengan alamat tertentu. Kita tahu ia bukan hantu. Meskipun kita sebenarnya ingin bertanya: benarkah?

Ada persamaan antara patung Çiwa dan T-shirt: dengan yang pertama manusia merunduk kepada sang dewa yang sebenarnya tak ada di sana; dengan yang kedua manusia memuliakan sesuatu yang sebenarnya tak melekat pada kain katun itu, umpamanya prestise. Sesuatu yang aneh terjadi, tatkala orang datang memberi patung itu makan, misalnya, karena di dalam kesadarannya, patung itu bukan lagi sekadar penanda. Si Patung telah menjadi sang Çiwa sendiri. Sama halnya ketika prestise identik dengan selembar kaus dengan huruf PRADA….

Komoditi menjadi jimat (''fetish," kata Marx) karena kapitalisme berhasil membuat benda jadi barang, dan manusia bersusah payah menghendakinya. Barang: sesuatu yang kadang konkret dan kadang abstrak. Sesuatu yang, sebagai komoditi, tak lagi punya nilai seperti ketika ia dulu dibikin, misalnya nilai sang T-shirt sebagai penutup tubuh saya ketika hari panas.

Ketika benda menjadi barang, ia pun menjadi seakan-akan kosong. Sesampai di pasar, ia dipasangi harga. Dengan kata lain, ia mendapatkan sesuatu yang lain, yang sebenarnya bukan melekat pada dirinya, bukan dirinya, sebab bisa diganti tiap kali, yakni ''nilai tukar".

Ketika manusia juga menjadi komoditi, ia juga mendapatkan sesuatu yang bukan dirinya. Ia bukan lagi sesuatu yang unik, seperti sebatang pohon yang menyendiri di pantai yang liar. Ia sama, misalnya, dengan sepasang sepatu Reebok. Sepatu itu bisa saja punya sejarah yang khusus (misalnya pernah saya pakai lari maraton di Bali, ketika saya mendapat sebuah piala), tapi pada dirinya kita menemukan harga dan lambang yang dipasang, misalnya lambang gaya hidup dan status.

Lambang itulah yang tak kelihatan, dan lebih tak kelihatan lagi adalah kekuatan yang membuat lambang itu. Tapi betapa kuasanya ia, sehingga manusia, di dalam kehendaknya, bisa sederajat dengan sepasang sepatu apak.

Maka amat menakjubkan sebenarnya bahwa abad ke-21 meneruskan hidup dengan hal-hal yang tak kelihatan tapi kita puja atau puji, sebuah takhayul di atas takhayul. Semakin lama semakin melangit. Suatu hari seseorang membuat sebuah usaha di internet dengan nama ''asyik.com" dan menjual ''portal" itu di bursa. Laku keras, dan angka-angka NASDAQ menjulang di layar Wall Street. Saya tidak tahu persis apa yang sebenarnya terjadi, tapi menakjubkan rasanya bila ribuan orang membeli saham dari ''asyik.com" tanpa bersua, tanpa memegang apa pun yang kelihatan, kecuali mungkin sederet gambar dan sederet huruf di layar monitor komputer. Bahkan tak tahu persis apa guna ''portal" itu baginya sendiri, dan benarkah di sana ada sebuah bisnis yang menguntungkan….

Pernah orang sepakat bahwa modernitas datang ketika dunia tak memancarkan pesona dan sihirnya lagi. Orang tak lagi gentar menghadapi alam. Kini kita harus berpikir kembali. Walter Benjamin menyusun sejumlah besar ''data" tentang Paris di abad ke-19, dan ia namakan proyek penelitian itu sebagai Passagen-Werk; lanskap kota, papan reklame dan etalase, interior gedung dan sosok bangunan yang menandai sebuah zaman industri, rencana perkotaan yang mengubah peta hidup…. Salah satu kesimpulan yang bisa ditarik ialah bahwa akhirnya kita bisa bicara tentang ''kembalinya pesona dunia". Juga kembalinya dongeng.

''Pesona" itu juga bisa berarti sihir, dan sihir bisa berarti melumpuhkan. Dongeng, atau mitos, menampilkan waktu sebagai sesuatu yang tak akan berubah. Sejarah, yang digerakkan oleh manusia, seakan-akan hilang. Mungkin itu sebabnya manusia, sebagai subyek, kini dianggap hanya hasil konstruksi dan humanisme guyah.

Tapi benarkah zaman akan menyaksikan status quo yang kekal, dan kita sudah sampai di ''akhir sejarah" karena tidak ada lagi yang perlu diganti? Benjamin, seorang Marxis, waktu itu bilang ''tidak". Passagen-Werk-nya ingin ''melarutkan mitologi ke dalam ruang sejarah".

Di awal abad ke-20 ruang sejarah itu seakan-akan menunggu sosialisme. Di awal abad ke-21 ini mungkin ruang sejarah itu tak bisa lagi menunggu apa pun. Tak sempat menunggu siapa pun. Pesona dan sihir memang bisa memukau, tapi tiap kali berganti wujudnya, dalam pergantian yang kian cepat. Dewa dan hantu baru dengan segera raib, untuk digantikan yang lain. Tetapi itu rasanya menyebabkan kita tak henti bertanya: siapa yang menggerakkan proses ini? Siapa yang akan menghentikan proses ini?

Goenawan Mohamad

Berita terkait

Bursa Transfer: Real Madrid Bidik Wonderkid Argentina Franco Mastantuono

21 menit lalu

Bursa Transfer: Real Madrid Bidik Wonderkid Argentina Franco Mastantuono

Klub raksasa Liga Spanyol, Real Madrid, kembali dikaitkan pemain muda berbakat (wonderkid), yakni Franco Mastantuono asal Argentina.

Baca Selengkapnya

Wapres Ma'ruf Amin Optimistis Timnas U-23 Indonesia Bisa Kalahkan Guinea di Laga Playoff Olimpiade 2024

54 menit lalu

Wapres Ma'ruf Amin Optimistis Timnas U-23 Indonesia Bisa Kalahkan Guinea di Laga Playoff Olimpiade 2024

Wapres Ma'ruf Amin optimistis Timnas U-23 Indonesia bisa mengalahkan timnas Guinea U-23 pada pertandingan playoff Olimpiade 2024.

Baca Selengkapnya

Lawan Timnas U-23 Indonesia di Playoff Olimpiade, Timnas Guinea Dipenuhi Pemain yang Berkiprah di Eropa

1 jam lalu

Lawan Timnas U-23 Indonesia di Playoff Olimpiade, Timnas Guinea Dipenuhi Pemain yang Berkiprah di Eropa

Timnas U-23 Indonesia akan menghadapi Guinea U-23 pada babak playoff untuk memperebutkan satu tiket ke Olimpiade 2024.

Baca Selengkapnya

Jadwal Championship Series Liga 1 2023-2024 Sudah Ditetapkan, Dimulai 14 Mei

2 jam lalu

Jadwal Championship Series Liga 1 2023-2024 Sudah Ditetapkan, Dimulai 14 Mei

Jadwal Championships Series Liga 1 2023-2024 sudah dirilis. Leg pertama digelar 14 dan 15 Mei 2024.

Baca Selengkapnya

Taruna STIP Tewas Dianiaya, Senior Jadi Tersangka

2 jam lalu

Taruna STIP Tewas Dianiaya, Senior Jadi Tersangka

Polisi menetapkan satu orang tersangka dalam kasus penganiayaan yang mengakibatkan tewasnya seorang taruna STIP Marunda

Baca Selengkapnya

Kepala RS Polri Ungkap Hasil Autopsi Jenazah Taruna STIP Korban Penganiayaan Senior

3 jam lalu

Kepala RS Polri Ungkap Hasil Autopsi Jenazah Taruna STIP Korban Penganiayaan Senior

Taruna Sekolah Tinggi Ilmu Pelayaran (STIP) Putu Satria Ananta Rustika, 19 tahun, tewas diduga dianiaya seniornya di toilet

Baca Selengkapnya

PKB Bahas Koalisi dengan PKS untuk Pilkada 2024 di Kota Depok

3 jam lalu

PKB Bahas Koalisi dengan PKS untuk Pilkada 2024 di Kota Depok

PKS Kota Depok membuka peluang bagi partai politik untuk bergabung pada Pilkada 2024.

Baca Selengkapnya

Jaga Kesehatan Mental dengan Hindari Pacaran di Usia Anak

3 jam lalu

Jaga Kesehatan Mental dengan Hindari Pacaran di Usia Anak

KemenPPPA meminta pacaran pada usia anak sebaiknya dihindari untuk menjaga kesehatan mental.

Baca Selengkapnya

Unjuk Kemampuan Bahasa Indonesia, Xikers Tuai Antusias Penonton Sejak Pertama Muncul

3 jam lalu

Unjuk Kemampuan Bahasa Indonesia, Xikers Tuai Antusias Penonton Sejak Pertama Muncul

Anggota grup asuhan KQ Entertainmet itu lalu menyapa roady, sebutan penggemar xikers, dengan Bahasa Indonesia.

Baca Selengkapnya

Koalisi Masyarakat Sipil Gelar Nobar Bloody Nickel, Ungkap Sisi Gelap Kendaraan Listrik

3 jam lalu

Koalisi Masyarakat Sipil Gelar Nobar Bloody Nickel, Ungkap Sisi Gelap Kendaraan Listrik

Diskusi film itu ditujukan untuk merespons program pemerintah yang masif mendorong kendaraan listrik (EV) beserta sisi gelap hilirisasi nikel.

Baca Selengkapnya