TEMPO.CO, Jakarta - Tasroh, pegawai negeri di Pemerintah Kabupaten Banyumas dan Alumnus Ritsumeikan Asia-Pacific University, Jepang
Rancangan UU DPR RI khususnya Pasal 12 ayat 2 tentang "larangan anggota DPR RI merangkap pekerjaan sebagai artis atau pekerjaan di luar sebagai politikus" hakikatnya adalah regulasi yang sudah terlambat. Sudah lama dilarang, melalui berbagai regulasi lain sebelumnya, termasuk dalam UU No.5/2014 tentang Aparatur Sipil Negara (ASN).
Dalam Pasal 19 ayat 3 UU ASN tegas disebutkan bahwa semua penikmat anggaran publik (baik dari sumber APBN, APBD, maupun BUMN/D atau pihak negara dan pemerintahan lainnya), dilarang bekerja rangkap pekerjaan dalam waktu bersamaan.
Sayangnya, RUU DPR yang dinilai sebagai upaya memperbaiki kinerja wakil rakyat tersebut justru banyak ditentang oleh wakil rakyat itu sendiri. Hal itu terlihat dari hasil riset Poltracking (2015) yang menyebutkan sebanyak 55 persen wakil rakyat, khususnya wakil rakyat yang berasal dari kalangan artis/selebritas hiburan, menolak tegas RUU DPR yang melarang anggota DPR "ngartis" tersebut.
Dari mana pun asal-usul pekerjaan para wakil rakyat sebelum duduk menjadi wakil rakyat, tak menjadi masalah serius. Yang menjadi masalah adalah, ketika mereka sudah dipercaya konstituennya/rakyatnya untuk mewakili mereka di Senayan, sebagian besar wakil rakyat dari kalangan artis tersebut belum bisa melepas pekerjaannya sebagai artis, sehingga banyak pekerjaan di Senayan yang "keteter", bahkan jauh dari standar kinerja wakil rakyat. Sebab, waktu, tenaga, pikiran, dan perhatian mereka terbagi-bagi.
Secara regulasi negara, larangan merangkap jabatan/pekerjaan sebenarnya tidak hanya berlaku bagi "wakil rakyat", tapi secara prinsip tindakan demikian juga berlaku bagi semua pejabat publik/negara, baik dari eksekutif, legislatif, yudikatif, bahkan pejabat-pejabat dalam jabatan/pekerjaan lain yang selama ini hidup dan bekerja dari sumber anggaran publik di berbagai tingkatan.
Setidaknya ada dua bahaya yang mengancam kehidupan berbangsa dan bernegara dalam kasus "pejabat ngartis". Pertama, merugikan keuangan negara. Kedua, merusak wibawa negara/pemerintah.
Untuk yang terakhir inilah dampaknya yang amat sistemik. Kita bisa melihat kasus yang menimpa Dahlan Iskan yang waktu itu masih aktif sebagai Menteri BUMN, tapi juga menerima pekerjaan sebagai "bintang iklan" sebuah produk obat herbal. Demikian pula kasus perusakan citra dan wibawa jabatan Gubernur-Wakil Gubernur Jawa Barat, di mana wakil gubernurnya, sejak dijabat Dede Jusuf, menjadi bintang iklan obat sakit kepala, kemudian dilanjutkan oleh wakil gubernurnya lagi, yakni aktor dan produser Dedy Mizwar, yang menjadi bintang iklan makanan ringan, yang kini banyak menjadi lecehan publik di jejaring sosial dan media massa.
Karena itu, RUU DPR soal pelarangan ngartis bagi wakil rakyat, menurut hemat penulis, tak hanya wajib dicantumkan secara terang-benderang, tapi juga harus didukung publik untuk segera diperjelas, baik sanksi hukumnya, sanksi sosialnya, bahkan hingga etika dan moralnya. RUU DPR tersebut harus menegaskan perihal larangan ngartis bagi wakil rakyat dan pejabat publik lainnya, agar mereka serius bekerja untuk rakyat dan negara. Jika tak sanggup, mereka harus memilih: mau jadi artis atau pejabat.
Berita terkait
Amnesty Desak DPR dan Pemerintah Buat Aturan Ketat Impor Spyware
13 jam lalu
Amnesty mendesak DPR dan pemerintah membuat peraturan ketat terhadap spyware yang sangat invasif dan dipakai untuk melanggar HAM
Baca SelengkapnyaKPK Temukan Dokumen dan Bukti Elektronik soal Proyek Pengadaan Rumah Dinas saat Geledah Kantor Setjen DPR
1 hari lalu
KPK menemukan beberapa dokumen yang berhubungan dengan proyek dugaan korupsi pengadaan perlengkapan rumah dinas DPR dalam penggeledahan.
Baca SelengkapnyaSaid Iqbal Yakin Partai Buruh Masuk Senayan pada Pemilu 2029
2 hari lalu
Presiden Partai Buruh Said Iqbal menyakini partainya masuk ke Senayan pada pemilu 2029 mendatang.
Baca SelengkapnyaKPK Geledah Gedung Setjen DPR, Simak 5 Poin tentang Kasus Ini
2 hari lalu
KPK melanjutkan penyelidikan kasus dugaan korupsi pengadaan sarana kelengkapan rumah jabatan anggota DPR RI tahun anggaran 2020
Baca SelengkapnyaReaksi DPR Soal Arab Saudi Izinkan Pemegang Semua Jenis Visa Lakukan Umrah
2 hari lalu
DPR menyatakan kebijakan Arab Saudi bertolak belakang dengan Undang-Undang tentang Penyelenggaraan Ibadah Haji dan Umrah.
Baca SelengkapnyaDitolak Partai Gelora untuk Gabung Kubu Prabowo, PKS Tak Masalah Jadi Koalisi atau Oposisi
3 hari lalu
Partai Gelora menyebut PKS selalu menyerang Prabowo-Gibran selama kampanye Pilpres 2024.
Baca SelengkapnyaGerindra Klaim Suaranya di Papua Tengah Dirampok
4 hari lalu
Gerindra menggugat di MK, karena perolehan suaranya di DPR RI dapil Papua Tengah menghilang.
Baca SelengkapnyaPeneliti BRIN Bilang Oposisi Tetap Dibutuhkan di Pemerintahan Prabowo-Gibran, Ini Alasannya
4 hari lalu
PKS belum membuat keputusan resmi akan bergabung dengan pemerintahan Prabowo atau menjadi oposisi.
Baca SelengkapnyaBMTH Harus Beri Manfaat Besar Bagi Masyarakat Bali
7 hari lalu
Proyek Bali Maritime Tourism Hub (BMTH) yang sedang dibangun di Pelabuhan Benoa, Bali, harus memberi manfaat yang besar bagi masyarakat Bali.
Baca SelengkapnyaMK Gelar Sidang Perdana Sengketa Pileg pada Senin 29 April 2024, Ini Tahapannya
7 hari lalu
Bawaslu minta jajarannya menyiapkan alat bukti dan kematangan mental menghadapi sidang sengketa Pileg di MK.
Baca Selengkapnya