Mortem.com

Penulis

Senin, 26 Juni 2000 00:00 WIB

Seorang teman yang hidup di sebuah kota yang sekuler punya sebuah gagasan yang sekuler: ia berencana membuat sebuah usaha yang ia sebutmortem.com.Dengan itu ia akan menampung percakapan—juga perdagangan—di sekitar kematian.

Melalui internet, demikian katanya, kematian akan dihadapi dengan lebih tabah. Dengan membicarakan dan membahas kematian bersama orang-orang lain yang jauh dan tak dikenal, seseorang akan tahu kenyataan ini: di setiap saat, maut berdiri di sampingnya dan ia sebentar lagi akan mati. Teman saya itu melafalkan sebuah kalimat Latin yang menurut dia ia temukan di sebuah inskripsi dari abad ke-12 di Musée des Augustines, di Toulouse, Prancis: Mortem sibi instare cernerat tanquam obitus suiprescius. Ia mengatakan bahwa mortem.com berasal dari kata pertama kalimat yang tercantum di makam itu.

Saya takjub. Teman saya itu (saya tak usah sebutkan kebangsaannya) sebelumnya tak pernah bicara tentang kematian. Ia seorang yang menikmati hidup, dengan sosoknya yang jantan dan sikapnya yang selalu bisa lucu, dan sekaligus acuh tak acuh. Umurnya kini 64, tetapi ia masih tampak sehat dan tegap, dengan perut yang tidak amat menggendut. Meskipun ia merokok.

"Kamu pernah sakit yang gawat?" tanya saya. Ia ketawa. "Saya memang melakukan ini karena saya tahu sebentar lagi saya akan mati. Tapi bukan hanya itu. Saya makin sadar bahwa di bagian dunia yang makmur ini, ajal sudah jadi sesuatu yang tak pernah disaksikan dan dibicarakan secara terbuka. Kita hidup dengan sebuah pornografi tentang maut."

Ia pun berbicara dengan statistik negerinya yang jauh dari Indonesia: tentang angka kematian yang menurun, tentang makin panjangnya harapan hidup, tentang kesehatan fisik dan kegembiraan jiwa yang makin mudah didapat, tentang keamanan dan keselamatan di tempat umum dan di tempat kerja, tentang keluarga yang kian mengecil, rumah-rumah yang makin sepi. "Dunia modern telah mengusir kematian dari hidup sehari-hari," katanya. "Hampir tak ada lagi orang meninggal di tempat umum, bahkan tidak di antara keluarganya engan kata lain, di antara orang banyak. Tiap orang mati di kamar rumah sakit yang sempit itu, dengan atau tanpa perawat. Jenazahnya akan disemayamkan di rumah duka yang disewa. Berapa banyak anak-anak sekarang yang pernah menyaksikan kematian di tengah keluarga? Hampir tak ada. Mereka tak pernah tahu apa itu mati. Mereka hanya membaca sendiri, berbisik-bisik, seperti menceritakan sesuatu yang cabul."

Dan ketika kematian makin lama makin dihubungkan dengan penyakit, ajal pun menjadi sesuatu yang terkait dengan hal yang menjijikkan. Tak ada lagi keindahannya: seorang yang meninggal kehilangan harkatnya dan saat kematian tak punya lagi keagungannya di ranjang yang berbecak-becak oleh obat yang tumpah, muntahan dan darah sang bekas pasien. Dan teman saya itu pun mengutip sejarawan Philippe Ariès, yang memaparkan perkembangan sikap pada kematian dari zaman ke zaman dalam l'Homme devant la mort: "Kematian menjadi kotor, dan kemudian dimedikalisasikan."

Rupanya dari asumsi itulah ia mendirikan mortem. com. Maut harus dipercakapkan kembali, tanpa risih. Bahkan kematian harus dirayakan—dan untuk itu pelbagai bisnis yang menawarkan jasa dalam hal pemakaman dan sejenisnya akan bisa memasang iklan. Bersama dengan kapitalisme global, di alam saiber (cyber), kesepian yang merundung mereka yang sedikit demi sedikit mendekati ajal akan diubah menjadi sesuatu yang mengandung kebersamaan. Kematian yang konon semenjak abad ke-11 Eropa menjadi kematian "diri" akan dimasukkan kembali ke dalam pengalaman kolektif yang tak menakutkan. Mungkinkah? Mungkin, jawab teman saya. Bahkan sebelum zaman internet, antara kebersamaan dan sikap yang memandang riang kematian itu bisa terjadi: di sebuah dusun di Transylvania, di Rumania, ada sebuah kuburan yang dihiasi gambar yang kocak yang melukiskan satu adegan dalam masa lalu si mati.

Hidup dan mati tidak selamanya kocak, tentu, tapi dengan mortem.com teman itu hendak membuat kematian sebagai sesuatu yang mirip pornografi. Saya katakan kepadanya bahwa di Indonesia, usahanya tak akan ramai disambut: orang tak memerlukan internet untuk membuat maut sebagai sesuatu yang telanjang. Tiap hari kita berjumpa dan terlibat di dalamnya. Di jalan raya tiap kali seseorang retak kepalanya ditabrak atau ditembak. Di sal rumah sakit yang berjejal selalu ada kekurangan dokter dan kekurangan obat dan orang-orang pun habis dari harapan hidup. Di samping rutin yang suram itu, di Maluku saling membunuh dengan riuh rendah dan antusias. Di sekitar kita: kematian orang tua, anak-anak, yang sakit, orang-orang yang terabaikan…. Kami tidak menyembunyikan kematian, kata saya. Kami tidak bisa.

Goenawan Mohamad

Berita terkait

Hasil Piala Asia U-23: Dikalahkan Irak, Timnas Indonesia Gagal Lolos Langsung ke Olimpiade Paris 2024

1 jam lalu

Hasil Piala Asia U-23: Dikalahkan Irak, Timnas Indonesia Gagal Lolos Langsung ke Olimpiade Paris 2024

Timnas Indonesia U-23 harus mengakui keunggulan Irak dalam laga perebutan peringkat ketiga Piala Asia U-23 2024 pada Kamis, 2 Mei 2024.

Baca Selengkapnya

Bisnis Produk Kosmetik Semakin Menjamur, Maklon Jadi Andalan

2 jam lalu

Bisnis Produk Kosmetik Semakin Menjamur, Maklon Jadi Andalan

Bisnis produk kosmetik dan skincare semakin diminati masyarakat Indonesia. Para pengusaha kecantikan mengandalkan maklon untuk produksi kosmetiknya.

Baca Selengkapnya

Hasil Piala Asia U-23 2024: Timnas U-23 Indonesia vs Irak Imbang 1-1, Lanjut ke Perpanjangan Waktu

2 jam lalu

Hasil Piala Asia U-23 2024: Timnas U-23 Indonesia vs Irak Imbang 1-1, Lanjut ke Perpanjangan Waktu

Tak ada gol tambahan di babak kedua membuat laga TImnas U-23 Irak vs Indonesia di Piala Asia U-23 2024. Laga berlanjut ke babak tambahan.

Baca Selengkapnya

Duel Indonesia vs Korea Selatan di Piala Thomas 2024, Jonatan Christie Siap Tampil Mati-matian

2 jam lalu

Duel Indonesia vs Korea Selatan di Piala Thomas 2024, Jonatan Christie Siap Tampil Mati-matian

Atlet tunggal putra, Jonatan Christie, mengatakan tim putra Indonesia siap memberikan kemampuan terbaik pada babak perempat final Piala Thomas 2024.

Baca Selengkapnya

Cerita Keluarga Cemara Dikemas Jadi Teater Musikal, Janjikan Sajian Pentas Berbeda

2 jam lalu

Cerita Keluarga Cemara Dikemas Jadi Teater Musikal, Janjikan Sajian Pentas Berbeda

ksekutif Produser Musikal Keluarga Cemara, Anggia Kharisma mengatakan, kisah keluarga hangat ini tak lekang oleh zaman.

Baca Selengkapnya

Program Pra Kerja Raih Penghargaan Wenhui Award dari UNESCO

3 jam lalu

Program Pra Kerja Raih Penghargaan Wenhui Award dari UNESCO

Program Pra Kerja meraih penghargaan dari UNESCO atas kontribusinya dalam inovasi pendidikan di kawasan Asia-Pasifik.

Baca Selengkapnya

Penyebab Fast Charging Tidak Berfungsi dan Cara Mengatasinya

3 jam lalu

Penyebab Fast Charging Tidak Berfungsi dan Cara Mengatasinya

Penyebab fast charging tidak berfungsi dapat diakibatkan oleh beberapa hal. Salah satunya karena port pengisian daya rusak. Ketahui cara mengatasinya.

Baca Selengkapnya

Hasil Piala Asia U-23: Babak Pertama, Irak vs Indonesia Masih Imbang 1-1

3 jam lalu

Hasil Piala Asia U-23: Babak Pertama, Irak vs Indonesia Masih Imbang 1-1

Ivar Jenner sempat membawa Timnas U-23 Indonesia unggul lebih dulu atas Irak pada perebutan peringkat ketiga Piala Asia U-23.

Baca Selengkapnya

Yura Yunita Menangis Menonton Glenn Fredly The Movie, Ingat Kebaikan Mentor Musiknya

3 jam lalu

Yura Yunita Menangis Menonton Glenn Fredly The Movie, Ingat Kebaikan Mentor Musiknya

Yura Yunita terpilih untuk menyanyikan original soundtrack Glenn Fredly The Movie, yang diciptakan oleh mentor musiknya sebelum berpulang.

Baca Selengkapnya

Mahasiswa Pro-Palestina dan Pro-Israel Bentrok di Kampus di AS, Ini Profil UCLA

3 jam lalu

Mahasiswa Pro-Palestina dan Pro-Israel Bentrok di Kampus di AS, Ini Profil UCLA

Profil kampus UCLA tempat bentrok demo mahasiswa pendukung alias Pro-Palestina dengan pendukung Israel

Baca Selengkapnya