TEMPO.CO, Jakarta - Aditya Fernando, Peneliti, alumnus Pascasarjana Sosiologi Universitas Airlangga
Pertemuan World Economic Forum di sebuah resor ski di Davos, Swiss, awal tahun ini menyiarkan sebuah data yang klise. Berdasarkan data lembaga non-profit Oxfam, awal 2015, kesejahteraan 1 persen populasi terkaya dunia kembali meningkat. Pada 2009, mereka menguasai 44 persen kekayaan dunia, dan pada 2014 angkanya meningkat menjadi 48 persen. Adapun 80 persen penduduk dunia sisanya "hanya" memiliki 5,5 persen.
Tak ada yang berbeda dari munculnya data ini. Populasi kaya secara global tidak berubah. Pun begitu dengan 80 persen sisanya. Lokus perubahan terletak pada persentase kekayaannya. Tahun-tahun selanjutnya akan dipenuhi oleh narasi rasio kesejahteraan yang semakin timpang.
Aksi-aksi transformatif di level global kini merumuskan bagaimana menahan laju gerak angka ketimpangan. Aksi global tahun ini ditujukan untuk memerangi ketimpangan yang diyakini menjadi awal bagi bencana sosial-ekologis dan benalu bagi ekonomi pertumbuhan.
Aksi global tersebut dirancang untuk menekan korporasi dan kaum kaya yang lari dari pajak, mengarahkan investasi di sektor publik, terutama kesehatan dan pendidikan, pergeseran orientasi pajak dari tenaga kerja dan sektor konsumsi ke modal dan kekayaan, jaring pengaman bagi kaum termiskin dan memastikan jaminan upah minimum, serta legislasi upah berbasiskan gender. Namun aksi-aksi global tersebut selalu saja lebih bersifat menahan ketimbang menyelesaikan masalah hingga ke akarnya.
Di sisi lain, ketimpangan pendapatan dan capaian kesejahteraan juga akan selalu membayangi bingkai ekonomi pertumbuhan. Pertumbuhan ekonomi memunculkan oligarki yang dicirikan dari konsentrasi, dimulai dari konsentrasi kepemilikan, kekayaan, hingga kesejahteraan. Ketimpangan selalu ada dan tak mungkin lenyap sejauh sistem ekonomi hari ini masih terus menormalkan keadaan.
Di Indonesia, 40 orang terkaya memiliki kekayaan mencakup 10 persen PDB. Kekayaan tersebut setara dengan 60 juta penduduk yang tergolong miskin di negeri ini. Demokrasi yang diyakini bisa menjawab masalah ketimpangan justru seakan tak sanggup menahan beban ketimpangan dan tak sanggup meminimalkan dampak konsentrasi. Ekonomi kreatif berbasis kewirausahaan yangmendorong aktor unik, yakni usaha kecil dan menengah, saat ini merupakan kontributor terbesar PDB Indonesia hari ini, yaitu 53,3 persen. Namun cerita tentang diversifikasi kapital di ranah mikro tidak kunjung menjawab kompleksitas ketimpangan.
Problem ekonomi memang tidak hanya berdampak bagi ekonomi, tapi juga sosial-ekologis. Pembangunan berkelanjutan memang tidak dapat ditolak di belahan dunia mana pun.
Inti dari ekonomi pertumbuhan juga tak serta-merta memperbaiki kerawanan yang dialami penduduk miskin di dunia. Ekonomihijau yang berorientasi pada penanganan ketimpangan dan kerusakan lingkungan tidak sanggup membendung gerak kapital yang akan menunjukkan wajah utamanya, yakni terkonsentrasi dan akan selalu melahirkan ketimpangan.
Pilahan global dan lokal saat ini seakan tidak menunjukkan perbedaan yang hakiki, baik di Indonesia maupun negara lain dengan gelar new emerging market atau advanced market, industrial atau post-industrial. Kapital, ke mana pun ia mengalir, dalam rupa ekonomi pertumbuhan inklusif sekalipun, akan selalu melahirkan ketimpangan.
Berita terkait
Fathan Subchi Dorong Pemerintah Sisir Belanja Tidak Prioritas
8 hari lalu
Wakil Ketua Komisi XI DPR RI, Fathan Subchi meminta pemerintah untuk mencari langkah antisipatif untuk menyelamatkan perekonomian Indonesia, salah satunya adalah dengan cara menyisir belanja tidak prioritas.
Baca SelengkapnyaImbas Perang Iran-Israel terhadap Ekonomi Indonesia
15 hari lalu
Serangan balasan Iran terhadap Israel meningkatkan eskalasi konflik di Timur Tengah. Ketegangan ini menambah beban baru bagi ekonomi Indonesia.
Baca SelengkapnyaSebut Ekonomi Indonesia Kokoh di Tengah Ketidakpastian Global, Jokowi: Alhamdulillah
28 Februari 2024
Presiden Jokowi mengatakan bahwa perekonomian Indonesia cukup kokoh di tengah ketidakpastian global.
Baca SelengkapnyaPegadaian Raih Penghargaan Indonesia Living Legend Companies Awards 2024
2 Februari 2024
PT Pegadaian dinobatkan sebagai Diamond Living Legend Company in Realizing Society Welfare Through Innovative and Inclusive Products and Services
Baca SelengkapnyaAPBN Dukung Momentum Pemulihan Ekonomi Indonesia
19 Desember 2023
Kinerja anggaran pendapatan dan belanja negara (APBN) hingga pertengahan bulan Desember 2023 tercatat lebih kuat dari target yang ditentukan
Baca SelengkapnyaTarget Pertumbuhan Ekonomi Tinggi Para Capres Dinilai Percuma Jika Andalkan Pertambangan
19 Desember 2023
Direktur Center of Economics and Law Studies (Celios) Bhima Yudhistira mengatakan target pertumbuhan ekonomi para kandidat capres dan cawapres Pemilu 2024 cenderung tinggi.
Baca SelengkapnyaInflasi Terkendali, Pertumbuhan Ekonomi Asia Pasifik Diprediksi 4,9 Persen
14 Desember 2023
ADB menaikkan proyeksi pertumbuhan ekonomi pada Asian Development Outlook (ADO) Desember 2023
Baca SelengkapnyaCORE Proyeksikan Krisis Properti di Cina Diprediksi Berdampak Jangka Panjang ke RI
12 Desember 2023
Direktur Eksekutif Center of Reform on Economics (CORE) Mohammad Faisal, mengatakan krisis sektor properti di Cina sangat berpengaruh pada perekonomian Indonesia, terutama pada kinerja ekspor.
Baca SelengkapnyaKebijakan Fiskal Jadi Penjaga Stabilitas Ekonomi Indonesia
8 Desember 2023
Kebijakan fiskal memiliki peranan penting sabagai penjaga stabilitas nasional sekaligus mempertahankan pertumbuhan ekonomi.
Baca SelengkapnyaJokowi Pamer Ekonomi RI Stabil 5 Persen ke Kepala Negara Lain: Kita Bangga Banget
29 November 2023
Jokowi bangga dengan perkembangan ekonomi Indonesia yang tumbuh di kisaran 5 persen. Ia menyebut dirinya memamerkan hal itu kepada kepala negara lain.
Baca Selengkapnya