Setelah Grasi Eva Bande

Penulis

Kamis, 25 Desember 2014 21:39 WIB

Keputusan Presiden Joko Widodo memberikan grasi kepada Eva Susanti Hanafi Bande mudah-mudahan bukan sekadar simbol "belas kasihan" di Hari Ibu. Momentum ini mesti dimanfaatkan untuk menyelesaikan konflik agraria yang membara di banyak tempat.

Sejak awal, Eva Bande tak pantas dipenjara. Selama ini, sebagai aktivis, perempuan 36 tahun itu telah menggunakan hak konstitusionalnya untuk berserikat dan berpendapat. Kehadiran Eva di tengah unjuk rasa puluhan petani Toili, Kabupaten Banggai, Sulawesi Tengah, bukanlah kejahatan. Waktu itu, 26 Mei 2010, petani memprotes PT Berkat Hutan Pusaka yang memblokade jalan ke ladang mereka yang hampir panen. Unjuk rasa tersebut memang berakhir anarkistis. Tapi tak ada bukti bahwa Eva terlibat langsung dalam aksi perusakan properti milik PT Berkat itu.

Eva divonis 4 tahun penjara dengan bukti yang dipaksakan. Hanya ada seorang saksi yang menyebutkan dia berteriak memerintahkan perusakan. Itu pun tergolong saksi yang tak netral, karena masih berstatus manajer di PT Berkat. Eva juga dianggap menghasut petani karena mengirim pesan pendek agar petani tak menyerah. Padahal meminta orang tidak menyerah jelas berbeda dengan menghasut orang untuk merusak.

Jadi, sudah tepat bila Presiden Jokowi menilai Eva Bande sebagai korban kriminalisasi yang perlu dibebaskan. Tapi, perlu diingat, keputusan Jokowi "menolong" korban seperti Eva baru menyentuh gejala, belum mengangkat akar penyakit kronis konflik agraria di negeri ini.

Catatan Konsorsium Pembaruan Agraria menunjukkan bara konflik pertanahan yang tak kunjung padam. Dalam sepuluh tahun terakhir, terjadi 1.379 konflik pertanahan. Total lahan yang diperebutkan sekitar 4,16 juta hektare. Korbannya: 1.354 orang ditahan, 556 orang terluka, dan 70 orang meninggal.

Akar konflik agraria sebenarnya tak sulit dicari. Konflik selalu dipicu oleh ketimpangan pemilikan lahan. Ada juga yang dipicu tumpang-tindih peta lahan yang diterbitkan pemerintah. Solusinya juga sudah jelas: penataan ulang pemilikan dan penguasaan lahan (land reform). Kaum tani gurem, buruh tani, dan komunitas adat mesti mendapat prioritas untuk bisa mengakses lahan yang bisa mengangkat taraf hidup mereka.

Advertising
Advertising

Semangat reformasi agraria dalam Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Pokok Agraria hingga kini masih relevan. Masalahnya, sampai Indonesia enam kali berganti presiden, undang-undang itu tak pernah dijalankan secara konsisten. Akibatnya, ketimpangan penguasaan lahan tak kunjung terobati. Di banyak wilayah, kasus tumpang-tindih batas pemilikan lahan pun makin sering terjadi.

Pemerintah Jokowi seharusnya kembali menjadikan reformasi agraria sebagai agenda utama. Kementerian Agraria dan Tata Ruang perlu bergegas menuntaskan berbagai konflik yang menahun, sembari memulai penataan ulang pemilikan lahan yang berkeadilan. Bila tidak, pemerintah Jokowi akan mengulang kesalahan pendahulunya: membiarkan konflik agraria menjadi bom waktu yang siap meledak.

Berita terkait

TKN Pastikan Kabinet Prabowo-Gibran Berkomposisi Proporsional

7 menit lalu

TKN Pastikan Kabinet Prabowo-Gibran Berkomposisi Proporsional

Kabinet pemerintahan Prabowo-Gibran akan dikomposisikan secara proporsional.

Baca Selengkapnya

Deretan 4 Ponsel yang Akan Rilis Bulan Ini

13 menit lalu

Deretan 4 Ponsel yang Akan Rilis Bulan Ini

Setidaknya ada 4 ponsel baru yang diprediksi diluncurkan bulan ini, mulai dari Realme GT Neo 6 hingga Meizu Note 21.

Baca Selengkapnya

BI: Inflasi di Jawa Tengah Turun setelah Idul Fitri, Berapa?

13 menit lalu

BI: Inflasi di Jawa Tengah Turun setelah Idul Fitri, Berapa?

Daerah dengan catatan inflasi terendah di Jawa Tengah adalah Kabupaten Rembang yaitu 0,02 persen.

Baca Selengkapnya

Kominfo Jamin Keamanan Siber saat Penyelenggaraan World Water Forum di Bali

13 menit lalu

Kominfo Jamin Keamanan Siber saat Penyelenggaraan World Water Forum di Bali

Kominfo menggandeng BSSN untuk menjaga keamanan siber selama penyelenggaraan World Water Forum ke-10 di Bali

Baca Selengkapnya

Dana Pembangunan Masjid di Cakung Diduga Dilarikan Kontraktor, Warga Pilih Diam Tak Mau Ikut Campur

16 menit lalu

Dana Pembangunan Masjid di Cakung Diduga Dilarikan Kontraktor, Warga Pilih Diam Tak Mau Ikut Campur

Dana pembangunan Masjid Al Barkah di Cakung diduga dilarikan oleh kontraktor. Warga geram sekaligus pasrah, tak mau campur tangan.

Baca Selengkapnya

Anak Pemimpin Sudan Tewas dalam Kecelakaan di Turki

18 menit lalu

Anak Pemimpin Sudan Tewas dalam Kecelakaan di Turki

Anak panglima militer dan pemimpin de facto Sudan meninggal di rumah sakit setelah kecelakaan lalu lintas di Turki.

Baca Selengkapnya

Laga Timnas U-23 Indonesia vs Guinea Digelar Tertutup, Ini Cara Nonton Live Streamingnya

23 menit lalu

Laga Timnas U-23 Indonesia vs Guinea Digelar Tertutup, Ini Cara Nonton Live Streamingnya

Timnas U-23 Indonesia bakal menjalani laga play-off menghadapi Guinea untuk memperebutkan satu jatah tersisa ke Olimpiade 2024.

Baca Selengkapnya

Dugaan Ekspor Nikel Ilegal sebanyak 5,3 Juta Ton ke Cina, KPK: Masih Cari Alat Bukti

28 menit lalu

Dugaan Ekspor Nikel Ilegal sebanyak 5,3 Juta Ton ke Cina, KPK: Masih Cari Alat Bukti

Wakil Ketua KPK, Alexander Marwata mengaku tidak mengetahui ihwal penyidik meminta Bea Cukai untuk paparan dugaan ekspor nikel ilegal ke Cina.

Baca Selengkapnya

Membedah 5 Poin Krusial dalam UU Desa yang Baru

28 menit lalu

Membedah 5 Poin Krusial dalam UU Desa yang Baru

Beleid itu menyatakan uang pensiun sebagai salah satu hak kepala desa. Namun, besaran tunjangan tersebut tidak ditentukan dalam UU Desa.

Baca Selengkapnya

Tim Piala Uber Indonesia Masuk Final, Greysia Polii Merasa Bangga

30 menit lalu

Tim Piala Uber Indonesia Masuk Final, Greysia Polii Merasa Bangga

Greysia Polii menonton perjuangan tim Piala Uber Indonesia melalui streaming bersama mantan atlet bulu tangkis Korea Selatan, Yena Chang.

Baca Selengkapnya