Visi Keberagamaan Presiden

Penulis

Jumat, 6 Maret 2015 02:16 WIB

TEMPO.CO, Jakarta - Husein Ja'far Al Hadar, pendiri Cultural Islamic Academy, Jakarta

Saat pertama kali terpilih menjadi Presiden Indonesia, Joko Widodo (Jokowi) langsung menerima kunjungan Perdana Menteri Inggris Tony Blair di kediamannya. Di sana, Blair sempat bertanya kepada Jokowi ihwal langkah pemerintahannya ke depan dalam menghadapi gerakan ekstremis yang mengatasnamakan agama.

Menjawab pertanyaan itu, Jokowi dengan tegas dan terus terang mengaku tak sepaham dengan kebijakan sebagian negara-negara Barat yang langsung mengambil jalan pendekatan militer (security approach) untuk membendung ekstremis. Menurut Jokowi, cara paling ampuh untuk menangkal gerakan-gerakan itu adalah dengan pendekatan keagamaan (religion approach) dan budaya (culture approach).

Menurut penulis, pendekatan keagamaan dan budaya merupakan dua modal besar Islam Indonesia. Jika keduanya bisa dijalankan beriringan, di samping pendekatan militer atau hukum, Indonesia berpeluang menjadi "kiblat" bagi pola keberislaman masyarakat muslim global dan penanganan ekstremisme agama.

Pertama, dalam konteks pendekatan keagamaan, Islam Indonesia memiliki corak yang berbeda dengan Islam Timur Tengah. Islam Indonesia sejak awal masuknya telah berbasis kemoderatan, bukan penaklukan. Islam Indonesia lebih kental akan nuansa dakwah berorientasi cinta-kasih dan toleransi berbasis tasawuf, yang salah satu sumber utamanya adalah Hadramaut (Yaman), bukan Arab Saudi, Irak, atau negara-negara Timur Tengah lainnya yang sejak dulu dikenal memiliki keberislaman yang berbasis dan berorientasi hukum. Meminjam istilah Jalaluddin Rakhmat (cendekiawan Islam Indonesia), Islam Indonesia lebih mendahulukan akhlak (dan kemaslahatan) ketimbang fikih (dan persinggungan).

Kedua, dalam konteks pendekatan budaya, Islam Indonesia sejak awal dibawa masuk dengan corak akulturatif: mengindonesiakan Islam, bukan mengislamkan Indonesia. Karena itu, Islam kemudian menjadi bagian dari tradisi Indonesia, bukan justru Indonesia dipaksa menjadi bagian dari "dinasti" Islam. Kita jeli dalam memisahkan antara ajaran Islam dan budaya Arab untuk kemudian menyerap Islamnya saja dan mengakulturasikannya dengan budaya Indonesia. Dengan demikian, sebagaimana dikemukakan sejarawan Azyumardi Azra, Islam Indonesia yang terbentuk adalah Islam yang berbunga-bunga (flowery Islam): bunga-bunganya berupa budaya dan kearifan lokal Indonesia yang hampir bisa ditemui di setiap ajaran atau ritual Islam kita, dan tentunya tanpa mengubah sedikit pun substansi ajaran Islamnya. Berbeda dengan Islam Timur Tengah yang gersang.

Dua pendekatan itulah yang, walaupun telah begitu apik dan gagah disampaikan oleh Presiden Jokowi, belum terlihat dan terasa implementasinya. Justru pendekatan hukumlah yang kian tampak sedang serius digarap oleh Menteri Agama Lukman Hakim Saifudin berupa pembentukan RUU Perlindungan Umat Beragama. Tentu, pendekatan hukum itu penting sebagai perangkat perlindungan akhir bagi kasus-kasus kekerasan agama. Namun kita mendesak butuh dua pendekatan itu agar kita bukan terus menindak kasus, melainkan mengantisipasi penyebab dan akar-akar munculnya.


Berita terkait

Pemerintah Merasa Toleransi dan Kebebasan Beragama di Indonesia Berjalan Baik

1 hari lalu

Pemerintah Merasa Toleransi dan Kebebasan Beragama di Indonesia Berjalan Baik

Kemenkumham mengklaim Indonesia telah menerapkan toleransi dan kebebasan beragama dengan baik.

Baca Selengkapnya

Miniatur Toleransi dari Tapanuli Utara

33 hari lalu

Miniatur Toleransi dari Tapanuli Utara

Bupati Nikson Nababan berhasil membangun kerukunan dan persatuan antarumat beragama. Menjadi percontohan toleransi.

Baca Selengkapnya

Indonesia Angkat Isu Literasi Keagamaan Lintas Budaya di Sidang Dewan HAM PBB

50 hari lalu

Indonesia Angkat Isu Literasi Keagamaan Lintas Budaya di Sidang Dewan HAM PBB

Isu tersebut dinggap penting diangkat di sidang Dewan HAM PBB untuk mengatasi segala bentuk intoleransi dan prasangka beragama di dunia.

Baca Selengkapnya

Asal-usul Hari Toleransi Internasional yang Diperingati 16 November

16 November 2023

Asal-usul Hari Toleransi Internasional yang Diperingati 16 November

Setiap 16 November diperingati sebagai Hari Toleransi Internasional.

Baca Selengkapnya

Terkini Metro: Pangdam Jaya Ajak Remaja Masjid Jaga Toleransi, BMKG Minta Warga Depok Waspada Kekeringan

18 Juni 2023

Terkini Metro: Pangdam Jaya Ajak Remaja Masjid Jaga Toleransi, BMKG Minta Warga Depok Waspada Kekeringan

Kepada remaja masjid, Pangdam Jaya mengatakan pluralisme sebagai modal kuat dalam bekerja sama untuk menjaga persaudaraan dan kedamaian di Indonesia.

Baca Selengkapnya

Mas Dhito Puji Toleransi Umat Beragama Desa Kalipang

24 Mei 2023

Mas Dhito Puji Toleransi Umat Beragama Desa Kalipang

Berbudaya itu, bagaimana budaya toleransi beragama, menghargai umat beragama lain, budaya tolong menolong.

Baca Selengkapnya

Ngabuburit di Tepi Danau Jakabaring Sambil Lihat Simbol Toleransi Beragama

1 April 2023

Ngabuburit di Tepi Danau Jakabaring Sambil Lihat Simbol Toleransi Beragama

Di akhir pekan atau hari libur nasional, Jakabaring Sport City menjadi pilihan destinasi liburan dalam kota yang seru.

Baca Selengkapnya

Ketua MPR Ajak Junjung Tinggi Nilai Toleransi Agama

16 Februari 2023

Ketua MPR Ajak Junjung Tinggi Nilai Toleransi Agama

Indeks perdamaian global terus memburuk dan mengalami penurunan hingga 3,2 persen selama kurun waktu 14 tahun terakhir.

Baca Selengkapnya

Bamsoet: MPR dan MUI Siap Gelar Sosialisi Empat Pilar MPR

2 Februari 2023

Bamsoet: MPR dan MUI Siap Gelar Sosialisi Empat Pilar MPR

Sosialisasi itu akan mengangkat tema seputar peran organisasi keagamaan dalam menjaga kerukunan dan kondusivitas bangsa.

Baca Selengkapnya

Wakil Kepala BPIP Dorong Pemkab Klaten dan FKUB Raih Penghargaan

16 November 2022

Wakil Kepala BPIP Dorong Pemkab Klaten dan FKUB Raih Penghargaan

Klaten disebut sebagai miniaturnya Indonesia. Di tengah keberagaman agama tetap memiliki keharmonisan, persatuan dan kesatuan.

Baca Selengkapnya