Agar Harga Beras Tak Melambung

Penulis

Jumat, 27 Februari 2015 22:23 WIB

Operasi pasar untuk menurunkan harga beras yang belakangan melambung tinggi bisa dipastikan hanya berefek terbatas. Kalaupun hasil yang tak signifikan itu dianggap cukup, rasa berpuas diri di kalangan pejabat bidang perekonomian sebenarnya hanya akan berusia pendek. Mereka semestinya sadar hal yang sama bakal berulang, karena secara sistem tak ada yang berubah.

Seperti yang sudah-sudah, kenaikan harga kali ini--tertinggi di antara yang pernah ada--terjadi di tengah keadaan ketika stok nasional sebenarnya sedang aman. Setidaknya, begitulah menurut pemerintah; stok yang menginap di gudang-gudang Perum Bulog mencapai 1,4 juta ton. Ini cukup untuk kebutuhan hingga saat panen raya pada April nanti. Besarnya kenaikan bervariasi di berbagai tempat. Tapi dugaan mengenai penyebabnya serupa: ada pedagang, mafia, dan spekulan yang menimbun, serta saluran distribusi yang acak-adul.

Dua faktor itu sudah lama bercokol. Jika hingga kini kenaikan liar harga beras masih saja terjadi setiap kali menjelang panen raya, tentu harus dikatakan bahwa kemampuan pemerintah mengatasi sumber masalahnya luar biasa melempem. Itu pun kalau selama ini ada upaya mengadakan perbaikan.

Memang bisa saja kenaikan harga terjadi karena lonjakan permintaan. Dengan kata lain, ada konsumsi yang meningkat. Penyebabnya bisa berupa tambahan pendapatan di kalangan masyarakat miskin akibat pembagian Kartu Indonesia Sehat, Kartu Indonesia Pintar, serta Kartu Keluarga Sejahtera, yang merupakan program Presiden Joko Widodo. Bisa pula karena proporsi konsumsi beras dalam rumah tangga yang masih tinggi.

Masalahnya, dengan tingkat produksi beras dalam negeri setahun terakhir yang bisa dibilang normal, sebesar apa pun kenaikan konsumsi itu akan sulit dipenuhi bila distribusinya ropak-rapik. Semestinya inilah yang menjadi pusat perhatian pemerintah. Upaya serius membenahinya mau tak mau wajib diutamakan. Langkah perbaikan pun sebaiknya dilaksanakan sungguh-sungguh.

Dalam penyelenggaraan distribusi, sekurang-kurangnya ada dua hal yang merupakan sumber masalah, yakni kesenjangan produksi antardaerah dan panjangnya mata rantai antara produsen dan konsumen. Daerah yang bukan produsen beras atau yang tingkat panennya rendah berpeluang mendapat harga lebih tinggi ketimbang daerah yang surplus. Tingkat harga yang sama juga tak terhindarkan bila tengkulak lebih banyak berperan sebagai penghubung antara petani dan pasar.

Advertising
Advertising

Pemerintahlah yang bertanggung jawab menangkal keadaan itu dengan menutup kesenjangan produksi serta memperpendek mata rantai antara produsen dan konsumen. Inilah tugas yang harus dijalankan oleh Bulog, badan yang bertanggung jawab mengelola serta mengendalikan persediaan, distribusi, dan harga beras. Sebagai prioritas, yang bisa segera dilakukan Bulog adalah menyusun rencana konkret untuk memutus mata rantai itu.

Agar siklus melambungnya harga beras bisa diakhiri, pelaksanaan rencana-rencana tersebut jelas tak boleh sembarangan.

Berita terkait

Muhammad Ali Tolak Wajib Militer untuk Perang Vietnam, Gelar Tinju Dunianya Dicopot

1 menit lalu

Muhammad Ali Tolak Wajib Militer untuk Perang Vietnam, Gelar Tinju Dunianya Dicopot

Keputusan petinju Muhammad Ali tolak wajib militer berbuntut panjang. Pada 29 April 1967, gelar tinju kelas berat dunia dan lisensi tinjunya dicopot.

Baca Selengkapnya

Susunan Pemain Timnas U-23 Indonesia vs Uzbekistan, Ramadhan Sananta Jadi Starter

2 menit lalu

Susunan Pemain Timnas U-23 Indonesia vs Uzbekistan, Ramadhan Sananta Jadi Starter

Shin Tae-yong menurunkan Ramadhan Sananta sebagai starter laga Indonesia vs Uzbekistan untuk menggantikan Rafael Struick.

Baca Selengkapnya

Jenis-Jenis Sumber Penerimaan Negara Indonesia, Mana yang Terbesar?

8 menit lalu

Jenis-Jenis Sumber Penerimaan Negara Indonesia, Mana yang Terbesar?

Berikut ini rincian tiga jenis sumber penerimaan utama negara Indonesia beserta jumlah pendapatannya pada 2023.

Baca Selengkapnya

Bahlil Sebut IUPK Vale Indonesia Sudah Terbit, Beroperasi sampai 2045

10 menit lalu

Bahlil Sebut IUPK Vale Indonesia Sudah Terbit, Beroperasi sampai 2045

IUPK Vale Indonesia terbit setelah perusahaan menuntaskan divestasinya ke MIND ID.

Baca Selengkapnya

Aktivis Laporkan Pj Wali Kota Yogyakarta ke Gubernur DIY hingga Ombudsman, Ini Alasannya

13 menit lalu

Aktivis Laporkan Pj Wali Kota Yogyakarta ke Gubernur DIY hingga Ombudsman, Ini Alasannya

Koalisi Pegiat HAM dan Anti Korupsi melaporkan Pj Wali Kota Yogyakarta Singgih Rahardjo ke Gubernur DIY, Mendagri, KPK dan Ombudsman

Baca Selengkapnya

Sepakat Berkoalisi di Pilkada 2024, PKB dan PPP Petakan Daerah Potensial

14 menit lalu

Sepakat Berkoalisi di Pilkada 2024, PKB dan PPP Petakan Daerah Potensial

PPP dan PKB sudah memetakan daerah-daerah yang menjadi target mereka di pilkada pada November mendatang.

Baca Selengkapnya

Perludem Prediksi Jokowi Bakal Cawe-cawe di Pilkada 2024

24 menit lalu

Perludem Prediksi Jokowi Bakal Cawe-cawe di Pilkada 2024

Perludem menilai politisasi bansos dan mobilisasi aparat akan tetap terjadi di Pilkada 2024.

Baca Selengkapnya

Nilai Tukar Rupiah Makin Merosot, Rp 16.255 per USD

25 menit lalu

Nilai Tukar Rupiah Makin Merosot, Rp 16.255 per USD

Nilai tukar rupiah ditutup melemah 45 poin ke level Rp 16.255 per USD dalam perdagangan hari ini.

Baca Selengkapnya

Posyandu Garda Terdepan Tangani Kesehatan Ibu dan Anak

25 menit lalu

Posyandu Garda Terdepan Tangani Kesehatan Ibu dan Anak

Kegiatan Posyandu terdiri dari kegiatan utama dan kegiatan pengembangan atau pilihan. Apa saja?

Baca Selengkapnya

Sebanyak 16.627 Peserta Akan Ikuti UTBK-SNBT IPB University, Panitia Ingatkan Ini

34 menit lalu

Sebanyak 16.627 Peserta Akan Ikuti UTBK-SNBT IPB University, Panitia Ingatkan Ini

16.627 peserta akan ikuti UTBK-SNBT di IPB University pada 30 April 2024, 02 - 07 Mei 2024 dan 14 - 20 Mei 2024.

Baca Selengkapnya