Asterix

Penulis

Senin, 27 Mei 2002 00:00 WIB

Dewasa ini dunia tampaknya sedang dibuat sederhana lagi dengan dua belahan besar. Di satu sisi adalah mereka yang berada di bawah sebuah kuasa imperial. Di sisi lain mereka yang hidup seperti Asterix dan kawan-kawan.

Tentu, ini abad ke-21. Tapi, apa salahnya peta bumi itu dibuat sederhana secara demikian, ketika Amerika Serikat sedang dibayangkan sebagai Roma yang baru, dan dunia hendak dijinakkan dalam satu Pax Americana?

Kita, di Indonesia, tahu siapa Asterix dan kawan-kawannya, bukan saja berkat terjemahan atas cerita bergambar Prancis yang lucu dan termasyhur karya Rene Goscinny dan Albert Underzo itu. Kita tahu Asterix karena rasanya fiil kita tak jauh dari perilakunya: orang Gaulia udik dari abad ke-50 Sebelum Masehi, yang tak hendak tunduk kepada Imperium Romawi yang memiliki teknik dan tentara yang ulung itu, ya, sejumlah orang dusun yang kocak dan konyol, tapi selalu bisa menang berperang hanya berkat ramuan jamu sakti oleh Pak Dukun Panoramix.

Sebab, di bawah Pax Americana, di mana gerangan tempat kita, yang hidup di kepulauan terbelakang ini, yang sangat mudah dihuni teroris & hantu dan ditempati anarki & kuntilanak ini? Di mana, selain di alam Asterix dan si Gendut Obelix? Jika kita ikuti jalan pikiran Warrior Politics Robert D. Kaplanyang konon dibaca dengan antusias oleh Presiden Bushdunia kita adalah bagian dari wilayah barbar, ketiadaan peradaban yang membuat hati orang berabad tak tenteram.

Memang, Kaplan tak hanya menunjuk Roma sebagai model kekuasaan yang menertibkan kaos. Ia juga menyebut kemaharajaan Han pada tahun 200 Sebelum Masehi, yang menjadikan Cina (menurut Kaplan, tapi bukan menurut ahli sejarah Cina) sebuah "keselarasan agung antara pelbagai orang dan sistem yang berbeda-beda". Dengan tauladan itu, Kaplan tahu yang harus dilakukan Amerika Serikat dengan kekuatan ekonomi dan militernya yang kini tak tertandingi. "Kita dan hanya kitalah," tulis Kaplan kepada orang senegerinya, "yang akan menuliskan syarat-syarat bagi masyarakat internasional."

Advertising
Advertising

Kaplan tak berbicara tentang PBB, tentu. Kaplan berbicara tentang kekuatan, sebab ia ingin menganggap dirinya seorang "realis", bukan seorang "idealis". Ia terpesona akan kehidupan politik dunia sebelum nilai-nilai yang dibawa oleh agama Kristen merasuk, ketika manusia masih "pagan", dan yang universal tak dikenal. Persoalannya kemudian: bisakah dunia hidup dengan ukuran baik-buruk yang berbeda? Tidak perlukah ada hukumdan posisi yang sama di depan hukum ituyang mengatur negara yang bermacam-ragam kini?

Pada tahun 1961, India menyerbu Goa, sebuah wilayah di barat daya negeri itu, di Pantai Malabar, yang sejak 1510 dijajah Portugis. Duta Besar Amerika Serikat di PBB, Adlai Stevenson, dengan keras menyerang tindakan itu. India, kata Stevenson, jelas melanggar Piagam PBB.

Pada tahun 1975, Indonesia bertindak seperti India: "memasuki" Timor Timur, yang juga bekas koloni Portugis. Waktu itu Duta Besar AS di PBB adalah Daniel Patrick Moynihan. Tak ada kecaman datang dari mulutnya. Dalam kata-katanya sendiri kemudian, Moynihan mengakui: kalaupun ia tak membela tindakan Indonesia, yang pasti ia tak menentangnya. Betapa lain: India tahun 1961 dan dari Indonesia tahun 1975. Tak perlukah piagam dan hukum antarbangsa?

Moynihan mencoba menjawab dan menulis sebuah buku yang kini dilupakan, On the Law of Nations, yang diterbitkan pada tahun 1990 oleh Harvard University Press. Di sana ia bukan saja menyebut Piagam PBB yang diabaikan, tapi juga kesepakatan antara AS sendiri dan negara-negara lain di Benua Amerika.

Oktober 1983, Presiden Reagan mengirim hampir 2.000 tentara ke Grenada, sebuah republik berpenduduk 110.000 di sebuah pulau di Hindia Barat. Alasan: ia harus melindungi 1.000 warga Amerika yang tinggal di negeri itu, setelah pemerintah Kuba dikabarkan campur tangan ke pemerintahan pulau kecil itu. Moynihan mengutip sebuah tajuk Wall Street Journal tentang invasi itu, yang dimulai dengan sebuah ucapan: "Kita baru bisa bicara tentang Grenada secara masuk akal jika pakar hukum internasional di antara kita tutup mulut."

Tutup mulut itu juga yang terjadi ketika pemerintahan Reagan menyebar ranjau di pelbagai pelabuhan Nikaragua, agar kaum Sandinista, yang memerintah di negeri kecil itu, jatuh. Sebagai seorang senator yang dipilih rakyat, Moynihan memprotes tindakan Reagan sebagai pelanggaran hukum internasional. Tapi siapa yang mengacuhkan? Sehabis itu: sepi.

Tak mengherankan jika ketika pada tahun 2001 AS menyerbu Afganistan, untuk menangkap (atau membinasakan) orang-orang Usamah bin Ladin yang dilindungi oleh pemerintah negeri itu, sepi itu masih berkerumuk. Saya juga tak dengar suara Moynihan. Ia agaknya lebih memilihbersama 50 intelektual terkemuka Amerika lainmembela perang di Afganistan itu sebagai "perang yang adil". Bagi mereka, yang dilakukan Bush adalah untuk mempertahankan kehidupan yang beradab.

Tentu saja siapa pun setuju, jika peradaban terancam, dunia akan terus berdarah, kekerasan jadi jalan utama, dan yang lemahkita, kaum Asterixakan habis. Tapi kini kita tahu ada dua cara yang bisa dipilih agar peradaban aman. Yang pertama adalah cara Imperium Roma dan Han. Yang kedua adalah yang terkandung dalam argumen On the Law of Nations.

Di bagian awal buku ini Moynihan mengutip satu fragmen dari lakon Robert Bolt, A Man for All Seasons, ketika Thomas More berbicara dengan William Roper tentang perlu atau tidaknya hukum dipatuhi ketika kita mengejar Iblis. Roper yang muda menganggap hukum harus bisa diabaikan. More tidak: pada suatu saat sang Iblis mungkin tiba-tiba berbalik menyerang kita. Pada saat itu, "ke mana kau akan bersembunyi, Roper, ketika hukum telah rata dengan tanah?"

Goenawan Mohamad

Berita terkait

Zulhas Ungkap Asal Mula Ditemukannya Baja Ilegal Produksi Pabrik Milik Cina

39 menit lalu

Zulhas Ungkap Asal Mula Ditemukannya Baja Ilegal Produksi Pabrik Milik Cina

Sebuah pabrik baja Cina, PT Hwa Hok Steel, terungkap memproduksi baja tulangan beton tidak sesuai SNI sehingga produk mereka dinyatakan ilegal.

Baca Selengkapnya

Gempa Bikin Warga Garut Berhamburan dan Trauma, Kaca Jendela Bergetar Kencang

1 jam lalu

Gempa Bikin Warga Garut Berhamburan dan Trauma, Kaca Jendela Bergetar Kencang

Masyarakat Kabupaten Garut, Jawa Barat, dikagetkan dengan gempa bumi yang terjadi pada Sabtu malam, 27 April 2024, sekitar pukul 23.30 WIB.

Baca Selengkapnya

5 Fakta Menjelang Laga Timnas U-23 Indonesia vs Uzbekistan di Semifinal Piala Asia U-23 2024

1 jam lalu

5 Fakta Menjelang Laga Timnas U-23 Indonesia vs Uzbekistan di Semifinal Piala Asia U-23 2024

Duel timnas U-23 Indonesia vs Uzbekistan di semifinal Piala Asia U-23 2024 akan digelar di Stadion Abdullah bin Khalifa, Doha, Qatar, Senin, 29 April.

Baca Selengkapnya

Gempa yang Mengguncang Kencang Garut hingga Jakarta, Ini Data dan Penjelasan BMKG

2 jam lalu

Gempa yang Mengguncang Kencang Garut hingga Jakarta, Ini Data dan Penjelasan BMKG

BMKG memperbarui informasi gempa yang mengguncang kuat dari laut selatan Pulau Jawa pada Kamis menjelang tengah malam, 27 April 2024.

Baca Selengkapnya

Hasil Liga Inggris: Ditekuk Newcastle, Sheffield Jadi Tim Pertama yang Terdegradasi

2 jam lalu

Hasil Liga Inggris: Ditekuk Newcastle, Sheffield Jadi Tim Pertama yang Terdegradasi

Sheffield United dipastikan menjadi tim pertama yang terdegradasi dari Liga Inggris (Premier League) musim 2023/24.

Baca Selengkapnya

Real Madrid di Ambang Juara Liga Spanyol, Carlo Ancelotti Segera Lewati Catatan Prestasi Zinedine Zidane

3 jam lalu

Real Madrid di Ambang Juara Liga Spanyol, Carlo Ancelotti Segera Lewati Catatan Prestasi Zinedine Zidane

Real Madrid selangkah lagi menjadi juara Liga Spanyol 2023-2024. Pelatih Carlo Ancelotti segera bisa melewati catatan prestasi Zinedine Zidane.

Baca Selengkapnya

Jelang Laga Timnas U-23 Indonesia vs Uzbekistan di Semifinal Piala Asia U-23 2024, Pelatih Timur Kapadze Analisis Skuad Garuda

3 jam lalu

Jelang Laga Timnas U-23 Indonesia vs Uzbekistan di Semifinal Piala Asia U-23 2024, Pelatih Timur Kapadze Analisis Skuad Garuda

Duel Timnas U-23 Indonesia vs Uzbekistan di semifinal Piala Asia U-23 2024 akan digelar di Stadion Abdullah bin Khalifa, Doha, pada Senin malam WIB.

Baca Selengkapnya

5 Tips Agar Tidak Tertipu AI Saat Belanja Online

3 jam lalu

5 Tips Agar Tidak Tertipu AI Saat Belanja Online

Pakar Komunikasi Digital bagikan tips agar masyarakat tidak tertipu oleh konten rekayasa teknologi artificial intelligence (AI) saat belanja online

Baca Selengkapnya

Gempa M6,5 Malam Ini, Guncangan Terkuat di Sukabumi dan Tasikmalaya

3 jam lalu

Gempa M6,5 Malam Ini, Guncangan Terkuat di Sukabumi dan Tasikmalaya

Berikut data dan penjelasan dari BMKG tentang sebaran dampak gempa itu dan pemicunya.

Baca Selengkapnya

Serial Secret Ingredient Dibantu 3 Alih Bahasa

3 jam lalu

Serial Secret Ingredient Dibantu 3 Alih Bahasa

Nicholas Saputra menceritakan berbagai hal menarik soal proses syuting "Secret Ingredient". Salah satunya soal penggunaan beberapa alih bahasa.

Baca Selengkapnya