TEMPO.CO, Jakarta - Pangki T. Hidayat, penulis
Polemik munculnya anggaran siluman dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah DKI Jakarta membuka mata publik bahwa bukan tidak mungkin fenomena serupa terjadi pula di berbagai daerah lain. Hanya, barang kali kepala daerah (gubernur/bupati) di daerah lain tersebut tidak segarang dan seberani Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama (Ahok), sehingga fenomena tersebut tidak mencuat ke permukaan.
Fenomena penyisipan anggaran siluman pada dasarnya bukanlah suatu hal yang baru. Dalam tataran pemerintah pusat, fenomena penyisipan anggaran siluman ini ditengarai kerap terjadi di lingkungan Badan Anggaran (Banggar) DPR RI. Karena itu, beberapa elemen masyarakat kala itu mengajukan gugatan judicial review Pasal 157 ayat 1, Pasal 159 ayat 5 huruf c Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2014 tentang MPR, DPR, DPD, dan DPRD (UU MD3) serta Pasal 15 ayat 5 UU Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara ke Mahkamah Konstitusi.
Tujuannya, agar Banggar DPR RI, yang dipandang oleh publik sebagai sarang para koruptor dan mafia proyek anggaran, bisa dibubarkan. Meski pada akhirnya MK dalam putusannya tidak mengabulkan gugatan judicial review atas pasal-pasal tersebut, muncul catatan bahwa kewenangan Banggar perlu dibatasi.
Dalam konteks ini, berdasarkan keputusan MK tersebut, bisa diasumsikan bahwa untuk membunuh tikus (baca: mafia anggaran), bukan lumbung padinya yang harus dibakar, melainkan sistem anggarannya yang harus dibenahi. Karena itu, dalam rangka menjamin APBD yang lebih transparan dan akuntabel, sudah sepatutnya mekanisme yang ada diubah, yakni tidak lagi menggunakan cara-cara manual, melainkan mutlak menerapkan e-budgeting dalam penyusunan anggaran. Walhasil, bila ada oknum anggota Dewan yang ingin menyisipkan anggaran siluman melalui pengadaan tender atau pelbagai proyek fiktif, akan dapat dengan mudah diketahui.
Pasalnya, perubahan sekecil apa pun dalam APBD yang telah dikunci (locked on) dengan sistem e-budgeting pasti akan terdeteksi, terutama identitas satuan kerja perangkat daerah (SKPD) yang melakukannya. Pada titik ini, setiap SKPD tentu tidak akan mau mempertaruhkan keberlangsungan profesinya hanya untuk memuluskan titipan anggaran siluman dari oknum-oknum anggota Dewan itu.
Sistem e-budgeting ini, jika dikombinasikan dengan penerapan e-procurement (Layanan Pengadaan Secara Elektronik/ LPSE) dan e-sourcing (sistem pendukung pengadaan barang), akan menjadi cara yang ampuh untuk menangkal pelbagai macam modus korupsi. Misalnya, manipulasi spesifikasi barang, penggelembungan harga, manipulasi proses tender, dan realisasi penggunaan anggaran yang tidak wajar. Sudah saatnya berbagai daerah di negara ini, baik di tataran pusat, provinsi, maupun kabupaten/kota, menerapkan sistem e-budgeting, e-procurement, dan e-Sourcing dalam satu kesatuan sistem e-government yang utuh, sebagaimana yang telah dianjurkan Presiden Joko Widodo (Jokowi).
Di negara maju, penerapan pelbagai sistem layanan elektronik itu bukan hanya terbukti sukses meminimalkan potensi terjadinya korupsi, tapi juga berdampak positif pada peningkatan pelayanan publik. Karena itu, sudah sepatutnya negara ini menerapkan sistem serupa untuk menumpas para siluman anggaran, baik di pihak legislatif maupun eksekutif.
Berita terkait
Kasus Mafia Anggaran, KPK Panggil Lagi Anggota DPR Agung Rai
2 Oktober 2019
Anggota Fraksi PDIP DPR itu akan diperiksa sebagai saksi untuk politikus PAN, Sukiman, yang telah ditetapkan sebagai tersangka.
Baca SelengkapnyaKPK Telusuri Peran Romahurmuziy dalam Kasus Mafia Anggaran
21 Juni 2019
Romahurmuziy pernah diperiksa dalam kasus ini pada Agustus 2018. Dia mengaku tidak tahu urusan tersebut.
Baca SelengkapnyaKasus Mafia Anggaran, Amin Santono Divonis 8 Tahun Penjara
4 Februari 2019
Anggota Komisi Keuangan DPR Amin Santono divonis 8 tahun penjara dalam perkara suap dana perimbangan daerah.
Baca SelengkapnyaPerantara Suap Amin Santono Divonis 4 Tahun Penjara
4 Februari 2019
Konsultan, Eka Kamaluddin yang didakwa menjadi perantara suap untuk Anggota Komisi Keuangan DPR Amin Santono divonis 4 tahun penjara.
Baca SelengkapnyaAmin Santono Khawatir Meninggal di Penjara Jika Dihukum 10 Tahun
28 Januari 2019
Sebelumnya, jaksa KPK menuntut mantan anggota Fraksi Demokrat DPR Amin Santono 10 tahun penjara.
Baca SelengkapnyaAmin Santono Dituntut 10 Tahun Penjara dalam Kasus Mafia Anggaran
22 Januari 2019
Jaksa juga meminta hakim menjatuhkan hukuman tambahan kepada Amin Santono yaitu pencabutan hak politik selama 5 tahun.
Baca SelengkapnyaKasus Mafia Anggaran, Yaya Purnomo Dituntut 9 Tahun Penjara
22 Januari 2019
Pegawai Kemenkeu Yaya Purnomo dituntut 9 tahun penjara oleh jaksa KPK dalam perkara suap dan gratifikasi terkait pengurusan anggaran untuk daerah.
Baca SelengkapnyaSekda DKI: Kawal Transparansi Anggaran yang Telah Terbentuk
6 Juni 2017
Saefullah mengatakan publik berhak bertanya jika ada kegiatan Pemprov DKI yang dinilai aneh dalam penggunaan APBD.
Baca SelengkapnyaCegah Oknum Mainkan Kasus, KPK Siapkan E-Coordination
20 Agustus 2016
Ini agar publik bisa melaporkan dugaan kasus korupsi dan memantau penanganannya.
Baca SelengkapnyaHapus Kata Bersayap, Susi Pangkas Dana Siluman Rp 200 Miliar
16 Desember 2015
Langkah Menteri Susi Pudjiastuti menghapus penggunaan sejumlah kosa kata bersayap mampu memangkas dana siluman Rp 200 miliar.
Baca Selengkapnya