TEMPO.CO, Jakarta - Reza Indragiri Amriel, Alumnus Psikologi Forensik The University of Melbourne, Anggota World Society of Victimology
Seorang bocah di Nias divonis bersalah atas pembunuhan berencana yang telah ia lakukan. Hakim juga memutuskan, bocah tersebut-dan saudara sepupunya-dijatuhi ganjaran hukuman mati. Banyak orang terperangah begitu mengetahui beratnya hukuman bagi anak-anak, betapa pun ia telah melakukan kebiadaban yang mengerikan.
Sebutan "bocah" maupun "anak" dikenakan terhadap terpidana itu karena, berdasarkan keterangan tandingan dari pihak yang mengadvokasi kasus tersebut, ia baru berusia 16 tahun saat melancarkan perbuatan pidananya. Sebutan "anak" tersebut selaras dengan definisi anak dalam UU Perlindungan Anak, yang menetapkan anak sebagai individu sejak ia berada di dalam kandungan hingga sebelum mencapai 18 tahun, serta UU Sistem Peradilan Anak, yang mendefinisikan anak sebagai yang berkonflik dengan hukum bagi individu yang telah berumur 12 tahun tapi belum berumur 18 tahun ketika melakukan tindak pidana.
Persoalannya, seberapa jauh perbedaan antara dua individu yang berusia 18 tahun dan 16 tahun (apalagi jika selisih umur kedua anak hanya satu tahun)? Tepatkah jarak usia yang berbeda hanya satu-dua tahun itu berkonsekuensi pada satu individu disebut dewasa sedangkan individu lain masih dicap sebagai kanak-kanak?
"Sebelum 18 tahun" merupakan patokan usia kronologis yang ditentukan berdasarkan tahun kelahiran individu. Pada satu sisi, usia kronologis memudahkan karena menjadi patokan definitif yang membedakan antara terdakwa kanak-kanak dan terdakwa dewasa. Tapi juga menyulitkan, karena memukul rata-sebagai misal-dua anak yang berumur 17 tahun dan 6 tahun. Keduanya masih anak-anak. Namun keduanya menjadi sangat berjauhan bila kondisi fisik, psikis, dan sosial mereka dibandingkan.
Spesifik dalam ranah hukum pidana maksudnya adalah terpidana didakwa telah melakukan kasus kejahatan berat. Penakaran terhadap usia mental pesakitan yang berusia kronologis kanak-kanak menjadi sangat relevan. Kerja ekstra penegak hukum, terlebih hakim, adalah mengukur usia mental terdakwa.
Dari sekian banyak pembeda antara usia mental dewasa dan pra-dewasa, terdapat empat unsur pembeda yang paling menonjol. Pertama, penerimaan terdakwa terhadap pengaruh orang-orang sebaya di sekitarnya. Kedua, pemahaman terdakwa mengenai risiko yang muncul dari perbuatannya. Ketiga, pandangan terdakwa tentang masa depannya. Keempat, pengelolaan diri terdakwa.
Dengan melibatkan psikolog profesional untuk meninjau empat unsur di atas, pemeriksaan terhadap usia mental terdakwa akan mendasari seberapa jauh terdakwa yang hanya berselisih umur satu-dua tahun dari 18 tahun dipandang telah dewasa sehingga bertanggung jawab atas perbuatan jahatnya.
Dengan kata lain, penakaran terhadap usia mental bisa menangkal upaya pelaku kejahatan untuk berkelit dari pertanggungjawaban pidana semata-mata karena usianya belum mencapai 18 tahun. Lewat penakaran itu pula, hakim akan bisa menimbang kemungkinan usia terdakwa benar-benar layak menjadi faktor yang meringankan sangsi hukum atas diri terdakwa nantinya. Wallahualam.
Berita terkait
Altaf Pembunuh Mahasiswa UI Divonis Penjara Seumur Hidup, Jaksa Ajukan Banding
15 jam lalu
JPU akan banding setelah majelis hakim menjatuhkan vonis seumur hidup terhadap Altaf terdakwa pembunuhan mahasiswa UI Muhammad Naufal Zidan.
Baca SelengkapnyaNegara Bagian AS Bolehkan Guru Pegang Senjata Api, Bagaimana Aturan Soal Senpi di Indonesia?
3 hari lalu
Tingginya angka kepemilikan senjata api di AS sudah sampai di level yang mengkhawatirkan. Bagaimana kondisi di Indonesia?
Baca SelengkapnyaPolisi Pesta Narkoba di Cimanggis Depok, Kilas Balik Kasus Irjen Teddy Minahasa Terlibat Jaringan Narkoba
8 hari lalu
Polisi pesta narkoba belum lama ini diungkap. Bukan kali ini kasus polisi terlibat narkoba, termasuk eks Kapolda Sumbar Irjen Teddy Minahasa.
Baca SelengkapnyaTerbukti Kendalikan Peredaran Narkotika dari Penjara, Nasrun Divonis Hukuman Mati
8 hari lalu
Pengadilan Negeri Medan menjatuhkan vonis mati terhadap Nasrun alias Agam, terdakwa pengedar narkotika jenis sabu-sabu seberat 45 kilogram.
Baca Selengkapnya5 Anggota Polda Metro Jaya Diringkus Saat Nyabu, Ini Daftar Polisi Terlibat Jaringan Narkoba
10 hari lalu
Lima anggota Polda Metro Jaya diringkus ketika mengonsumsi narkoba jenis sabu. Berikut daftar polisi terlibat jaringan narkoba, termasuk Andri Gustami
Baca SelengkapnyaPerempuan Tajir Vietnam Truong My Lan Divonis Hukuman Mati, Apa Kesalahannya? Ini Profilnya
17 hari lalu
Truong My Lan, taipan real estate dijatuhi hukuman mati oleh pengadilan di Vietnam. Apa yang diperbuatnya? Berikut profilnya.
Baca SelengkapnyaSetahun Lalu Banding Ferdy Sambo Ditolak Tetap Hukuman Mati, Ini Perjalanan Jadi Vonis Penjara Seumur Hidup
19 hari lalu
Setahun lalu banding Ferdy Sambo ditolak alias tetap dihukum mati. Seiring berjalannya waktu, vonis itu diubah jadi penjara seumur hidup. Kok bisa?
Baca SelengkapnyaSetahun Lalu Putusan Banding Vonis Mati Ferdy Sambo Dibacakan, Tetap Vonis Hukuman Mati
20 hari lalu
Hari ini, setahun lalu atau 12 April 2023, Majelis Hakim Pengadilan Tinggi DKI Jakarta bacakan putusan banding yang diajukan Ferdy Sambo.
Baca Selengkapnya'Crazy Rich' Vietnam Dijatuhi Hukuman Mati untuk Kasus Penipuan Senilai Rp 200 T
21 hari lalu
Wanita 'Crazy Rich' Vietnam dijatuhi hukuman mati atas perannya dalam penipuan keuangan senilai 304 triliun dong atau sekitar Rp 200 T.
Baca SelengkapnyaPolda Sumut: Ada 22 Tersangka Tindak Pidana Narkotika Menunggu Vonis Mati
37 hari lalu
Selain penindakan para pelaku kasus narkotika, sepanjang 2023, Polda Sumut telah melakukan rehabilitasi terhadap 815 orang.
Baca Selengkapnya