Konsensus

Penulis

Senin, 5 Juni 2006 00:00 WIB

Kita bersama-sama mencari persatuan philosophische grondslag, mencari satu "Weltanschauung" yang kita semua setujui Yang Saudara Yamin setujui, yang Ki Bagoes setujui, yang Ki Hajar setujui, yang Saudara Sanusi setujui, yang Saudara Abikoesno setujui, yang Saudara Lim Koen Hian setujui. Bung Karno, 1 Juni 1945.

Suaranya bergelora. Tapi di sana-sini terasa pidato Bung Karno di depan sidang Dokuritsu Zyunbi Tyoosakai itu menutupi sebuah rasa cemas.

Ia mencoba menenteramkan rekan-rekannya yang "gentar-hati". Ia sendiri mungkin juga dicekam demam panggung: sebuah republik sedang akan lahir, sebuah bangsa sedang mengartikulasikan diri. Mampukah ia bertahan?

Tak mengherankan bila pidato hari itudiucapkan tanpa teks yang dipersiapkanberulang-ulang bicara tentang dua hal. Yang pertama kemerdekaan. Yang kedua persatuan.

Tapi bila yang pertama telah jadi sebuah keputusan, yang kedua masih satu persoalan gen-ting. Bila yang pertama dapat dipersiapkandan mereka yang duduk di "Badan Penyelidik Usaha Persiapan Kemerdekaan" itu memang te-ngah mempersiapkannyamaka yang kedua masih harus diteguhkan.

Advertising
Advertising

Itulah sebabnya Bung Karno menyebut perlu-nya mencari satu pandangan hidup atau fil-safat, Weltanschauung, yang "kita semua setujui".

Ada yang sebenarnya belum terjawab: benar-kah diperlukan satu philosophische grondslag atau "dasar fil-safat" agar sebuah bangsa bisa bersatu? Pada tahun 1945 itu, jawabannya adalah "ya". Berbeda dengan sekarang, pada masa itu "narasi besar", kata lain dari "dasar filsafat" dan WeltanschauungNaziisme, Fascisme, dan Marxismememang masih bertiup kuat. "Kita melihat," kata Bung Karno, "dalam dunia ini, bahwa banyak negeri-nege-ri yang merdeka, dan banyak di antara negeri-negeri yang merdeka itu berdiri di atas suatu Weltanschauung."

Tentu tak 100 persen benar. Banyak negeri yang berdiri tanpa satu rumusan ideologis, namun tetap tak terpecah-pecah, seperti Meksiko dan Brasil. Dengan kata lain, tak ada hubungan kodrati antara persatuan dan ideologise-suatu yang ditegaskan oleh perkembangan kemudian, ketika "narasi besar" akhirnya hanya kotak kosong, ketika Fascisme runtuh, Naziisme habis, dan Marxisme-Leninisme gagal.

Juga belum terjawab: apa arti kata-kata Bung Karno, "kita semua setuju"? Siapakah kita?

Kita sebenarnya sesuatu yang tak ada sebelumnya. Kita juga sesuatu yang mustahil untuk "jadi" selama-lamanya. Kecenderungan "saling memahami" tak dapat dianggap su-dah hadir terlebih dahulu dalam diri pihak-pihak yang berhubungandan dalam hal ini agaknya pandangan ala Habermas tak tepat ketika ia meniscayakan konsensus. Konsensus selalu punya dimensi politik; sebuah kebersama-an selalu terbangun dari hubungan-hubungan kekuasaan. Proses politik tak dapat dielakkan, bahkan ia menampakkan diri, seperti kata Ranciere, "persis ketika terbukti palsu asumsi bahwa komunitas sudah ada, dan bahwa tiap orang sudah termasuk di dalamnya."

Dengan kata lain, sebuah komunitas baru terbentuk dan bersuara ketika satu elemen membuat dirinya jadi wa-kil dari "tiap orang" dan jadi juru bicara kebersamaan. Da-lam proses itu, selalu ada ketimpangan posisi. Mereka yang menjelang Juni 1945 itu diundang dan hadir dalam sidang-sidang persiapan kemerdekaan itu (yang ditunjuk oleh administrasi pendudukan Jepang) meletakkan diri sebagai wakil bangsa Indonesia seluruhnya. Tapi benarkah? Apa ukurannya? Kenapa dalam daftar peserta itu tak ada, misalnya, seorang komunis pun?

Tak berarti mereka yang tak hadir dengan sendirinya tak diwakili suaranya. Tak berarti sebuah hubungan selama-nya dibentuk oleh perbedaan yang antagonistis. Tapi de-ngan demikian diperlukan satu kondisi untuk membangun momen ketika kita terjadi dan se-tuju tercapai: di arena itu, suara-suara yang berembuk dan bergulat dalam usaha mencapai hegemoni (dalam pengertian Gramsci), mau tak mau harus bergerak dari pandang-an yang partikular ("sempit") ke arah yang umum, dari sebuah identitas yang tertutup jadi elemen sebuah keseluruhan. Bila tidak, mereka akan gagal dan terpinggirkan.

Dengan kata lain, mereka harus merumuskan segi pandang dan kepentingan masing-masing dengan membuka diri ke arah sebuah acuan yang universal.

Pancasila adalah artikulasi dari acuan yang universal itu. Justru sebab itu ia tak merupakan sebuah fil-safat yang sistematik dan mendetail. Bung Karno tepat ke-tika ia menolak merumuskan sebuah "filsafat dasar" yang rinci, njlimet. "Kalau benar semua hal ini harus disele-sai-kan lebih dulu, sampai njlimet," katanya, "maka saya ti-dak akan meng-alami Indonesia Merdeka."

Sebab itu Pancasila adalah sejumlah penanda yang terbuka (empty signifiers, kata Laclau): penanda yang me-nunjuk-kan bahwa ada hal-hal dalam hidup yang tak dapat kita rumuskan tapi tak putus-putusnya memanggil-manggil, justru ketika kita merasakan kekurangan akan hal-hal itu, misalnya "perikemanusiaan" atau "keadilan".

Di hadapan penanda yang terbuka, siapa saja dapat mencoba mengisinya. Di hadapan empty signifiers, siapa saja dapat mencoba jadi pelaksananya. Tentu ia harus mencapai posisi hegemonik. Tapi sejarah menunjukkan, tak ada yang selama-lamanya berada dalam posisi hegemonik. Tak ada yang dapat terus-menerus mewakili kita. Selamanya kita hanya sebuah momen, yang gumantung, contingent, pada suatu masa, di suatu tempat, dan genting.

Tapi berkat yang universal, yang disebut dalam sederet penanda yang terbuka seperti Pancasila, kita bukan sesuatu yang mustahil, meskipun tak dengan sendirinya mungkin. Sebab itu manusia bersyukur justru dengan berendah-hati.

Goenawan Mohamad

Berita terkait

Duel Irak vs Indonesia di Piala Asia U-23, Ilham Rio Fahmi Ingin Buat Sejarah ke Olimpiade

1 menit lalu

Duel Irak vs Indonesia di Piala Asia U-23, Ilham Rio Fahmi Ingin Buat Sejarah ke Olimpiade

Ilham Rio Fahmi akan berusaha membalas kepercayaan dari pelatih kepala Shin Tae-yong apabila diturunkan dalam laga Timnas U-23 Irak vs Indonesia.

Baca Selengkapnya

Wamendag ke Mesir Bahas Perjanjian Dagang Bilateral di Tengah Kondisi Ekonomi Global yang Tidak Stabil

6 menit lalu

Wamendag ke Mesir Bahas Perjanjian Dagang Bilateral di Tengah Kondisi Ekonomi Global yang Tidak Stabil

Pemerintah Indonesia terbuka terhadap pemanfaatan transaksi imbal dagang business-to-business (b-to-b).

Baca Selengkapnya

Kontroversi Sivakorn Pu Udom, Wasit VAR yang Akan Awasi Laga Timnas U-23 Indonesia vs Irak

7 menit lalu

Kontroversi Sivakorn Pu Udom, Wasit VAR yang Akan Awasi Laga Timnas U-23 Indonesia vs Irak

Sivakorn Pu Udom , wasit VAR yang akan mengawasi laga timnas U-23 Indonesia vsIrak kerap membuat keputusan kontroversial.

Baca Selengkapnya

Cerita Calon Mahasiswa Disabilitas Ikut UTBK 2024 di Unesa

16 menit lalu

Cerita Calon Mahasiswa Disabilitas Ikut UTBK 2024 di Unesa

Unesa menjadi lokasi pelaksanaan UTBK SNBT 2024 untuk calon mahasiswa disabilitas.

Baca Selengkapnya

Peringati Hari Pendidikan Nasional, Mahasiswa UGM Gelar Aksi Tuntun Tranparansi Biaya Pendidikan

17 menit lalu

Peringati Hari Pendidikan Nasional, Mahasiswa UGM Gelar Aksi Tuntun Tranparansi Biaya Pendidikan

Mahasiswa UGM menggelar aksi menuntut transparansi biaya pendidikan dan penetapan uang kuliah tunggal (UKT).

Baca Selengkapnya

Segera Hadir di Subang Smartpolitan, Berikut Profil BYD Perusahaan Kendaraan Listrik

19 menit lalu

Segera Hadir di Subang Smartpolitan, Berikut Profil BYD Perusahaan Kendaraan Listrik

Keputusan mendirikan pabrik kendaraan listrik di Subang Smartpolitan menunjukkan komitmen BYD dalam mendukung mobilitas berkelanjutan di Indonesia.

Baca Selengkapnya

Berusia 477 Tahun, Berikut Sejarah Kota Semarang Hingga Peristiwa Pertempuran Lima Hari

20 menit lalu

Berusia 477 Tahun, Berikut Sejarah Kota Semarang Hingga Peristiwa Pertempuran Lima Hari

Sejarah Kota Semarang bermula pada abad ke-8 M, bagian dari kerajaan Mataram Kuno bernama Pragota, sekarang menjadi Bergota menjadi pelabuhan.

Baca Selengkapnya

Fakta tentang Gustavo Petro, Presiden Kolombia, Pembela Hak-hak Palestina

23 menit lalu

Fakta tentang Gustavo Petro, Presiden Kolombia, Pembela Hak-hak Palestina

Kolombia pernah berhubungan akrab dengan Israel, tetapi Gustavo Petro, sang presiden, tidak pernah menahan diri untuk mengkritik negara Zionis itu.

Baca Selengkapnya

Jalan Raya di Cina Ambles, Sedikitnya 48 Orang Tewas

24 menit lalu

Jalan Raya di Cina Ambles, Sedikitnya 48 Orang Tewas

Korban tewas akibat amblesnya jalan raya di Cina selatan telah meningkat menjadi 48 orang

Baca Selengkapnya

Apple dan Microsoft Bilang ke Jokowi Mau Investasi di Indonesia, Ahli ICT Beri Catatan Ini

27 menit lalu

Apple dan Microsoft Bilang ke Jokowi Mau Investasi di Indonesia, Ahli ICT Beri Catatan Ini

Ahli ini menyatakan tak anti investasi asing, termasuk yang dijanjikan datang dari Apple dan Microsoft.

Baca Selengkapnya