Rudy

Penulis

Senin, 30 April 2001 00:00 WIB


RUDY Singgih mereka bunuh. Di sebuah malam (dalam catatan: menjelang akhir April 2001), empat orang polisi menggedor, memecahkan kaca jendela sambil berteriak, dan akhirnya masuk. Rudy ada di rumah, segera menyerah, dan mereka membawanya ke luar. Istri dan kedua anaknya, keduanya belum lima tahun, menyaksikan, ketakutan. ”Saya serahkan dia, Pak, tapi jangan diapa-apakan,” istri itu berkata, hampir menangis.

Di luar pintu, mereka menembak kaki Rudy. Dalam keadaan luka ia diseret ke sebuah mobil yang menunggu di jalan. Dengan cepat mobil pun berangkat dari daerah perumahan di Buahbatu, Bandung itu. Esok paginya diketahui: Rudy di kamar mayat, dengan sebuah luka di kaki dan sebuah liang lagi di dadanya. ”Lubang itu lebar,” kata istrinya, yang datang melihat mayatnya di rumah sakit. Tampaknya ia ditembak dari punggung, tembus jantung. Tapi tak ada autopsi.

Rudy Singgih mereka bunuh. Begitu mudah. Dan tiba-tiba kita, orang biasa yang suka duduk-duduk di rumah menonton telenovela, berjalan santai di lorong pusat-pusat belanja, bercanda dengan anak, lari pagi, atau bernyanyi di karaoke, tiba-tiba kita sadar: kekejaman bukanlah perihal yang jauh. Ia bisa datang menghantam orang yang kita kenal, orang yang seperti kita, yang suka duduk-duduk menonton telenovela, berjalan santai di shopping mall, dan bernyanyi.

Kenapa? Dia mencoba melawan polisi, kata juru bicara kepolisian di Bandung. Saya membayangkan Rudy tersungkur di mobil polisi itu. Dengan apa ia melawan? Dengan sangkur, kata polisi suatu kali. Dengan belati, kata polisi di kali lain. Dengan….

Saya kenal Rudy. Pernah bekerja dengan dia, pernah bepergian dengan dia, dan bercanda dengan dia. Saya tak bisa membayangkan Rudy memegang sebilah bayonet. Dia bukan orang yang tangkas untuk lari atau berkelahi, apalagi dengan satu kaki yang sudah ditembak. Rudy Singgih mereka bunuh. Kini kekejaman bisa dilakukan dengan sedikit energi, dalam sebuah dinas. Dan mereka selalu punya alasan.

Di rumah di Buahbatu itu polisi berteriak, ”Penjahat!” Istri Rudy tak mencoba membantah. Saya juga tak akan membuat Rudy bebas dari kesalahan. Ada selalu kecenderungan untuk serta-merta membuat seorang yang dianiaya menjadi suci. Penderitaannya seakan-akan menebus habis dosa apa pun. Saya tidak mengikuti kecenderungan itu. Bagi saya korban terjadi dalam suatu momen yang jadi sebuah awal dari apa yang kemudian, bukan sebuah momen yang bertaut dengan masa lalu. Pada momen ketika korban menjadi korban, manusia pun menjadi apa yang dalam bahasa Indonesia dengan baik disebut ”sesama”. Ada sebuah transformasi. Tetapi ia tak mengubah masa lalu seseorang yang diperkosa atau mati diinjak-injak dan diludahi. Kita tidak selamanya bisa menjadi ”sesama” dengan orang di masa lalu itu.

Tapi antara seorang yang dibunuh karena ia jahat dan seorang yang dibunuh karena empat orang polisi berteriak ”ia jahat!” ada sebuah beda yang sepenuhnya kualitatif. Kejahatan bukanlah hasil sebuah kesimpulan polisi, empat orang atau sebatalion. Ada jalan panjang, ada proses, yang harus dilalui, dan jalan atau proses itu disebut ”ragu”. Di ujung sini si penuduh, di ujung sana si tertuduh, dan tertuduh harus mendapatkan manfaat dari jalan panjang itu untuk tidak dipastikan bersalah.

Kita kini seharusnya sudah hafal dengan itu—mengenal betul bahwa sebuah kepanjangan tangan hukum (dalam cerita sebelum perang polisi disebut ”hamba wet”) bukanlah hukum itu sendiri. Tapi Rudy Singgih mereka bunuh. Dan tidak hanya dia. Ada seorang yang pernah membuat statistik sederhana dengan cara yang sederhana: baca Pos Kota dan hitung jumlah orang yang tewas ditembak polisi ketika ditangkap dengan tuduhan kriminal, dan Anda akan menemukan angka yang mengejutkan—kurang-lebih 100 orang setahun. Tapi kita, orang biasa yang suka duduk-duduk di rumah menonton telenovela, berjalan santai di lorong pusat-pusat belanja, bercanda dengan anak, lari pagi, atau bernyanyi di karaoke, umumnya tak mengenal mereka. Tiap pembunuhan menyorotkan satu cahaya terang, dan beribu-ribu kematian terjadi dalam bayang-bayang. Media massa memberitahukan adanya mereka, tetapi media massa juga menjauhkan mereka. Di halaman sekian kolom sekian surat kabar, di jam sekian dalam acara X di televisi, sebuah peristiwa, sesuatu yang mengandung kedalaman, telah menjadi sebuah fakta: sesuatu yang datar, rata.

Dan kebuasan pun menjadi datar dan rata, sebuah titik dalam satu deretan, titik yang satu sama lain tak bisa dibedakan. Dalam arti yang sangat muram, Rudy Singgih berjasa justru dalam kematiannya yang menyedihkan itu: dia mengingatkan bahwa ia bukan sekadar satu titik, bahwa ia berbeda—dan begitu pula halnya setiap orang yang ditembak mati tanpa keraguan oleh polisi, dibunuh hanya karena seorang atau sejumlah polisi berteriak ”penjahat!” Tanpa proses pengadilan. Rudy, tanpa dikehendakinya sendiri, membuat kebuasan yang rutin itu tampak terus-menerus membinasakan orang yang masing-masing istimewa. Kini, setidaknya untuk beberapa saat ini, wajah seseorang yang punggungnya ditembus peluru itu adalah wajah yang tak tergantikan.

Dan tiba-tiba kita sadar bahwa kekejaman bukanlah perihal yang jauh. Tidak, kita tidak berada di wild, wild west. Dalam dunia yang dibawakan kembali oleh film John Wayne dan Clint Eastwood, kematian adalah kemungkinan siapa saja, sebab tak ada yang memonopoli kekerasan. Dalam dunia kita hari ini, setiap orang biasa-biasa saja adalah calon korban dan setiap pemegang pistol calon algojo. Kekejaman pun berkerumuk di depan pintu, tinggal mengetuk minta masuk.

Goenawan Mohamad

Berita terkait

Vladimir Putin Kembali Dilantik sebagai Presiden Rusia untuk Periode Kelima

1 jam lalu

Vladimir Putin Kembali Dilantik sebagai Presiden Rusia untuk Periode Kelima

Vladimir Putin kembali menjabat sebagai presiden Rusia untuk periode kelima selama enam tahun ke depan. Bakal mengalahkan rekor Stalin.

Baca Selengkapnya

Studi: Marah 8 Menit Saja Bisa Tingkatkan Peluang Serangan Jantung

1 jam lalu

Studi: Marah 8 Menit Saja Bisa Tingkatkan Peluang Serangan Jantung

Efek akut marah-marah pada kerja pembunuh darah, yang mungkin menambah peluang serangan jantung dan stroke.

Baca Selengkapnya

Tahan Bupati Sidoarjo Gus Muhdlor Setelah 2 Kali Mangkir, Penyidik KPK Sempat Cek ke Rumah Sakit

1 jam lalu

Tahan Bupati Sidoarjo Gus Muhdlor Setelah 2 Kali Mangkir, Penyidik KPK Sempat Cek ke Rumah Sakit

KPK akhirnya menahan Bupati Sidoarjo Gus Muhdlor setelah dua kali mangkir dari pemeriksaan. Tidak dilakukan jemput paksa.

Baca Selengkapnya

Lee Do Hyun Sebut Nama Lim Ji Yeon di Pidato Baeksang, Netizen Heboh

1 jam lalu

Lee Do Hyun Sebut Nama Lim Ji Yeon di Pidato Baeksang, Netizen Heboh

Pidato pendek yang dibacakan Lee Do Hyun langsung mendapat respons dari banyak pihak yang dinilai menunjukkan bucin ugal-ugalan ke Lim Ji Yeon.

Baca Selengkapnya

Pemkot Surabaya Rayakan HJKS ke-731

2 jam lalu

Pemkot Surabaya Rayakan HJKS ke-731

Pemerintah Kota (Pemkot) Surabaya menggelar Hari Jadi Kota Surabaya (HJKS) ke-731 pada 31 Mei 2024, dengan tema 'Satukan Tekad Surabaya Hebat'.

Baca Selengkapnya

61 Kepala Daerah Jadi Tersangka Korupsi pada 2021-2023, ICW: Lingkaran Setan Sejak Awal

2 jam lalu

61 Kepala Daerah Jadi Tersangka Korupsi pada 2021-2023, ICW: Lingkaran Setan Sejak Awal

Peneliti ICW mengatakan mayoritas modus korupsi itu berkaitan dengan suap-menyuap dan penyalahgunaan anggaran belanja daerah.

Baca Selengkapnya

Film KHD tentang Ki Hadjar Dewantara Baru Tayang 2026 Mendatang, Ini Alasan Gina S. Noer

2 jam lalu

Film KHD tentang Ki Hadjar Dewantara Baru Tayang 2026 Mendatang, Ini Alasan Gina S. Noer

Gina juga mengatakan, film biopik yang ia garap memang cenderung lama, termasuk film KHD ini.

Baca Selengkapnya

Pembunuhan Pengusaha Kerajinan Tembaga di Boyolali, Korban dan Pelaku Terlibat Hubungan Sesama Jenis

2 jam lalu

Pembunuhan Pengusaha Kerajinan Tembaga di Boyolali, Korban dan Pelaku Terlibat Hubungan Sesama Jenis

Irwan, tersangka pembunuhan pengusaha kerajinan tembaga di Boyolali terlibat hubungan sesama jenis. Irwan murka karena tak dituruti minta Rp 500 ribu.

Baca Selengkapnya

Saldi Isra Minta KPU Tandai Kantor Hukum yang Sering Ajukan Renvoi Alat Bukti

2 jam lalu

Saldi Isra Minta KPU Tandai Kantor Hukum yang Sering Ajukan Renvoi Alat Bukti

Saldi meminta kepada komisioner KPU, Mochammad Afifuddin, untuk menandai kantor masing-masing kuasa hukum karena seringnya mengajukan renvoi.

Baca Selengkapnya

Ciri Pasangan Suka Mengontrol, Bikin Anda Tak Berdaya dan Kehilangan Harga Diri

2 jam lalu

Ciri Pasangan Suka Mengontrol, Bikin Anda Tak Berdaya dan Kehilangan Harga Diri

Pasangan gemar mengontrol. Anda dibuat tak berdaya dan hanya bisa menuruti kemauannya karena takut berpisah, ditinggalkan atau diusir dari rumah.

Baca Selengkapnya