Ellya dan KPK

Penulis

Selasa, 24 Maret 2015 05:05 WIB

Idrus F. Shahab


Boneka cantik dari India


Boleh dilirik


Tak boleh dibawa...


Ellya Khadam menyanyi seperti bintang India. Dengan garis hitam memanjang yang mengikuti lancip matanya; titik hitam (bindi) pada jidatnya; mengenakan sari, memakai rok panjang, tapi bagian perut tetap terbuka, ia berdendang dalam rangkaian nada tinggi, dua oktaf di atas normal, layaknya para bintang film India. Selagi masih hidup, sosok yang lahir dengan nama Siti Alya Husnah ini membungkus dirinya dengan selimut budaya India yang kental.


Advertising
Advertising

Dangdut yang kosmopolit ini adalah hasil pertemuan tiga elemen—India, Melayu, dan Arab. Dan Ellya Khadam, dengan Boneka dari India yang melambungkan namanya, memperlihatkan suatu periode peralihan penting: dari masa Melayu Deli ke masa dangdut India. Terus terang saja, perkembangan ini berpangkal pada politik tingkat tinggi antikolonialisme dan antineokolonialisme yang sedang galak-galaknya dijalankan Bung Karno pada 1950-1960-an.


Menyanyikan Boneka dari India—dalam ketukan 4/4, melodinya dalam tangga nada mayor yang riang, ditingkahi tepuk tabla yang mendorong orang bergoyang ketimbang merenung—Ellya menari dan mengerling. Orang pun banyak yang jatuh hati kepadanya. Lagu Boneka dari India tetap dicintai, bahkan menjadi klasik, kendati pada kemudian hari muncul data bahwa lagu itu seperti pinang dibelah dua dengan Sam Bahar Kata, karya penggubah lagu India Lata M.


Selain Sam Bahar Kata, ada setumpuk musik India yang ternyata telah disontek beberapa seniman dangdut terkenal di negeri ini. Dari soundtrack film Andaaz yang berjudul Dil Use Do pada 1971, lahirlah lagu SMS yang kemudian menjadi heboh luar biasa beberapa tahun yang lalu. Apabila Dil Use Do dibawakan dengan aransemen gesek yang cukup kompleks, lagu SMS yang dilantunkan 30-an tahun setelahnya itu justru disajikan ulang dengan cara bersahaja: diiringi organ tunggal.


Ada etika yang salah. Tapi ketika hampir semua orang melakukannya, yang terjadi adalah sebuah kesepakatan bersama tentang nilai. Banyak seniman dangdut kita yang pernah mengambil jalan pintas di atas, banyak pegawai negeri yang menyelenggarakan acara tak penting demi menghabiskan sisa anggaran, tak sedikit wartawan yang menerima amplop, atau elite kepolisian yang menerima “setoran” dari bawah. Apa boleh buat, yang salah di mata masyarakat umum rupanya tidak mutlak salah di lingkungan komunitas.


Manakala kepentingan sektoral mengalahkan kepentingan nasional, yang universal dapat dipatahkan oleh yang particular. Tampaknya kita pun tidak punya pilihan kecuali hidup dalam “tempurung” masing-masing. Miris sekali, hampir 70 tahun negara ini merdeka, keberadaan “pusat” pun hanya tampak samar-samar. Kita pun semakin kerap menyaksikan benturan antara tempurung yang satu dengan tempurung yang lain dalam suasana survival to the fittest. Yang benar tidak selalu bisa mengalahkan yang salah, tapi yang kuat selalu dapat mengalahkan yang lemah.


Negara telah memudar, tak lagi seheroik-sekarismatik 70 tahun lalu. Ketika kriminalisasi terhadap KPK berlangsung, kita telah menampik apa yang dulu diperjuangkan dengan taruhan besar: membangun nilai bersama di atas nilai kelompok.


Dalam ironi ini, sebaiknya kita cukup menikmati Ellya yang pandai menari, mengerling, dan berdendang dalam salah satu film Benyamin S di stasiun televisi: Boneka cantik dari India, Boleh dilirik, Tak boleh dibawa...




Berita terkait

Polri Akui Ada Kendala Identifikasi Teror Bom Pimpinan KPK

14 Januari 2019

Polri Akui Ada Kendala Identifikasi Teror Bom Pimpinan KPK

Polisi mengakui menemukan kendala dalam mengidentifikasi bom molotov dan bom palsu di rumah pimpinan KPK Agus Rahardjo dan Laode M Syarif.

Baca Selengkapnya

Idul Fitri, Novel Baswedan Salat Id di Masjid Dekat Rumah Sakit

25 Juni 2017

Idul Fitri, Novel Baswedan Salat Id di Masjid Dekat Rumah Sakit

Karena kondisi matanya belum pulih, Novel Baswedan hanya bisa merayakan Idul Fitri di rumah sakit di Singapura.

Baca Selengkapnya

Alasan Polisi Belum Bisa Mengungkap Penyerang Novel Baswedan

19 Mei 2017

Alasan Polisi Belum Bisa Mengungkap Penyerang Novel Baswedan

Polda Metro Jaya membantah bekerja lambat dalam mengungkap kasus serangan terhadap penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Novel Baswedan.

Baca Selengkapnya

Kapolda Metro: Serangan ke Novel Sangat Terencana, Digambar Dulu  

26 April 2017

Kapolda Metro: Serangan ke Novel Sangat Terencana, Digambar Dulu  

Kapolda Metro Jaya Inspektur Jenderal Mochamad Iriawan mengatakan serangan kepada Novel Baswedan sangat terencana dengan baik.

Baca Selengkapnya

2 Orang yang Difoto Dekat Rumah Novel Ternyata Informan Polisi

24 April 2017

2 Orang yang Difoto Dekat Rumah Novel Ternyata Informan Polisi

Dua orang yang difoto dekat rumah Novel Baswedan berprofesi sebagai debt collector sekaligus jadi informan polisi untuk kasus pencurian motor.

Baca Selengkapnya

Polisi Periksa Terduga Pelaku Serangan ke Novel Baswedan

21 April 2017

Polisi Periksa Terduga Pelaku Serangan ke Novel Baswedan

Polisi tengah memeriksa seorang yang diduga pelaku penyiram air keras pada Penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Novel Baswedan.

Baca Selengkapnya

Tiga Regu Khusus Ini Selidiki Teror Air Keras terhadap Novel Baswedan  

13 April 2017

Tiga Regu Khusus Ini Selidiki Teror Air Keras terhadap Novel Baswedan  

Polda Metro Jaya membentuk tim khusus untuk menyelidiki kasus penyerangan terhadap penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi, Novel Baswedan.

Baca Selengkapnya

Teror Tak Lumpuhkan Novel dan KPK

13 April 2017

Teror Tak Lumpuhkan Novel dan KPK

Air keras disiramkan ke wajah Novel Baswedan. Patut diduga, otak pelakunya berkeinginan agar Novel roboh dan KPK rapuh. Tidak berlebihan jika dikatakan bahwa Novel Baswedan adalah ikon di KPK. Karena itu, menyerang Novel berarti pula menggempur KPK.

Baca Selengkapnya

Kapolda: Jangan Blunder Lama Ungkap Serangan ke Novel Baswedan

12 April 2017

Kapolda: Jangan Blunder Lama Ungkap Serangan ke Novel Baswedan

Kapolda Metro Jaya Irjen Mochammad Iriawan meminta seluruh jajarannya untuk bekerja maksimal mengungkap kasus serangan terhadap Novel Baswedan.

Baca Selengkapnya

Serangan ke Novel Baswedan, Kapolda Metro: Ada yang Menyuruh

12 April 2017

Serangan ke Novel Baswedan, Kapolda Metro: Ada yang Menyuruh

"Tentu ada motif. Ada pelaku di lapangan yang menyiram tentu ada yang menyuruh. Tidak mungkin berdiri sendiri," ucap Iriawan.

Baca Selengkapnya