Vonis Sesat untuk Bocah Nias

Penulis

Selasa, 24 Maret 2015 22:23 WIB

VONIS mati untuk anak di bawah umur adalah pengkhianatan ganda terhadap prinsip keadilan. Sudah kerap dibahas: nyawa tak boleh direnggut sebagai ganjaran perbuatan jahat. Eksekusi mati tak memberikan kesempatan kepada pelaku untuk memperbaiki diri. Telah banyak studi dilakukan: angka kriminalitas di negara yang menerapkan hukuman mati tidak lebih rendah dari negara yang menolaknya. Karena itu, hukuman mati lebih merupakan manifestasi "dendam" ketimbang upaya untuk mengurangi kejahatan.

Vonis mati terhadap anak-anak adalah pengkhianatan kedua. Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Anak jelas menyebutkan anak-anak tidak boleh dituntut lebih dari 10 tahun atau hanya bisa dituntut maksimal setengah dari hukuman orang dewasa. Konvensi Hak Anak serta Kovenan Hak Sipil dan Politik PBB dengan tegas menyebutkan hukuman mati dan hukuman seumur hidup tidak boleh dijatuhkan kepada anak-anak.

Korban "pengkhianatan ganda" itu adalah Yusman Telaumbanua. Syahdan, Mei 2013, oleh hakim Pengadilan Negeri Gunung Sitoli, Sumatera Utara, ia divonis mati karena membunuh Kolimarinus Zega, Jimmi Trio Girsang, dan Rugun Br. Haloho. Ketika itu usia Yusman baru 16 tahun. Ketiganya dibunuh ketika hendak membeli tokek dari Rusula Hia, kakak ipar Yusman--juga telah divonis mati. Tak jelas motif pembunuhan itu. Sejumlah keterangan menyebutkan, Yusman disangka membunuh karena ikut kabur bersama empat tukang ojek yang mengantar korban. Rombongan tukang ojek raib hingga kini. Yusman ditangkap empat bulan setelah kejadian.

Pengadilan mendasarkan usia Yusman pada keterangan lisan para saksi: ia lahir pada 1993 atau berusia 20 tahun ketika divonis. Komisi untuk Orang Hilang dan Tindak Kekerasan (Kontras) menemukan fakta berbeda. Dalam surat baptis disebutkan bahwa Yusman lahir pada 1996 atau ia berusia 17 ketika divonis. Berdasarkan peraturan, seseorang tidak lagi dianggap anak-anak ketika berusia 18. Yusman tidak memiliki akta kelahiran.

Keanehan lain, pengacara Yusman dan iparnya justru yang meminta hakim menjatuhkan hukuman mati--lebih berat dari permintaan jaksa yang menuntut hukuman seumur hidup. Belum jelas apa motif pengacara tersebut. Tak jelas pula mengapa hakim "bermurah hati" mengabulkan tuntutan penasihat hukum terdakwa. Dalam pemeriksaan, Yusman, yang tak lancar berbahasa Indonesia, tidak didampingi penasihat hukum. Ada pula indikasi dia diintimidasi.

Komisi Yudisial harus memeriksa kasus ini. Hakim yang tak cermat memeriksa usia terdakwa, hingga salah mengambil keputusan, harus diberi sanksi. Organisasi advokat selayaknya memeriksa para pembela. Keputusan ini harus dipersoalkan dalam pengadilan banding hingga kasasi. Pemerintah harus menyediakan pengacara independen.

Advertising
Advertising

Kasus Yusman menambah panjang catatan buruk Indonesia dalam penerapan hukuman mati. Setelah menjadi omongan dunia karena mengeksekusi mati terpidana narkotik, selayaknya kita tak menambah cemooh: membiarkan anak kecil suatu ketika harus menghadap regu tembak.

Berita terkait

TNI Kerahkan 24 Ribu Personel Gabungan untuk Pengamanan Pelantikan Prabowo-Gibran

3 menit lalu

TNI Kerahkan 24 Ribu Personel Gabungan untuk Pengamanan Pelantikan Prabowo-Gibran

Personel gabungan TNI yang berasal dari tiga matra akan dikerahkan untuk mengamankan proses pelantikan Prabowo-Gibran.

Baca Selengkapnya

Fambi Mait Teme, Pameran Foto Ekspedisi Arah Singgah yang Angkat Hubungan Masyarakat Adat dan Alam

8 menit lalu

Fambi Mait Teme, Pameran Foto Ekspedisi Arah Singgah yang Angkat Hubungan Masyarakat Adat dan Alam

Media perjalanan dan pariwisata TelusuRI menggelar Pameran Foto Ekspedisi Arah Singgah: Fambi Mait Teme.

Baca Selengkapnya

Golkar Ungkap Alasan Optimistis Dapat 8 Kursi Menteri di Kabinet Prabowo

9 menit lalu

Golkar Ungkap Alasan Optimistis Dapat 8 Kursi Menteri di Kabinet Prabowo

Sekjen Golkar yakin delapan kader Golkar yang dipanggil oleh presiden terpilih Prabowo akan menjadi menteri.

Baca Selengkapnya

Cara Membuat Kartu BPJS Kesehatan secara Online dan Offline

13 menit lalu

Cara Membuat Kartu BPJS Kesehatan secara Online dan Offline

Cara membuat kartu BPJS Kesehatan dapat dilakukan secara mandiri dengan mengunduhnya di aplikasi Mobile JKN. Ini informasinya.

Baca Selengkapnya

Alasan Profesor Tsinghua University Stella Christie Mau Gabung di Kabinet Prabowo

14 menit lalu

Alasan Profesor Tsinghua University Stella Christie Mau Gabung di Kabinet Prabowo

Profesor Tsinghua University, Stella Christie, juga mengikuti pembekalan di kediaman Prabowo di Hambalang, pada Kamis kemarin.

Baca Selengkapnya

Segini Gaji yang Harus Dibayar PT Indofarma untuk Karyawan

15 menit lalu

Segini Gaji yang Harus Dibayar PT Indofarma untuk Karyawan

Ini perkiraan gaji yang harus dibayarkan terhadap para pegawai PT Indofarma dan PT Indofarma Global Medika.

Baca Selengkapnya

Jadwal Bola Akhir Pekan, 19-20 Oktober 2024: Liga Inggris, Liga Spanyol, Liga Italia, Liga Jerman, Liga Prancis, Liga Arab Saudi, MLS, dan Liga 1

15 menit lalu

Jadwal Bola Akhir Pekan, 19-20 Oktober 2024: Liga Inggris, Liga Spanyol, Liga Italia, Liga Jerman, Liga Prancis, Liga Arab Saudi, MLS, dan Liga 1

Jadwal Bola akhir pekan ini akan menampilkan Liga Inggris, Liga Spanyol, Liga Italia, Liga Jerman, Liga Prancis, Liga Arab Saudi, MLS, dan Liga 1.

Baca Selengkapnya

Janji Selalu Ada untuk Putra Liam Payne, Louis Tomlinson: Cerita Betapa Hebat Ayahnya

16 menit lalu

Janji Selalu Ada untuk Putra Liam Payne, Louis Tomlinson: Cerita Betapa Hebat Ayahnya

Louis Tomlinson berjanji akan menjadi paman yang bisa diandalkan untuk putra Liam Payne.

Baca Selengkapnya

Exynos 2500 Diungkap di Geekbench

16 menit lalu

Exynos 2500 Diungkap di Geekbench

Exynos 2500, telah muncul di platform benchmark populer Geekbench yang mengungkap detail utama chipset tersebut

Baca Selengkapnya

Aktivis 98 yang Masuk Kabinet Prabowo Dikaitkan dengan Stockholm Syndrome, Apa Itu?

17 menit lalu

Aktivis 98 yang Masuk Kabinet Prabowo Dikaitkan dengan Stockholm Syndrome, Apa Itu?

Stockholm Syndrome, yang dikaitkan dengan aktivis 98, adalah sebuah respons emosional yang dirasakan korban kejahatan yang mengalami penyanderaan.

Baca Selengkapnya