Konferensi Asia-Afrika dan World Economic Forum-dua event yang diselenggarakan di Jakarta pekan ini-mesti dimanfaatkan sebesar-besarnya oleh pemerintah Indonesia untuk meningkatkan kerja sama internasional. Lebih dari 600 orang dari sekitar 35 negara akan hadir. Potensi bisnis harus dengan cergas ditangkap.
Konferensi Asia-Afrika diselenggarakan untuk memperingati perhelatan sejumlah negara dari dua benua dalam konferensi yang diselenggarakan 60 tahun silam ini. World Economic Forum adalah event tiga tahunan tokoh-tokoh ekonomi global yang kali ini dipusatkan pada isu Asia Timur. Diselenggarakan pada 19-21 April, World Economic Forum mengambil topik "Anchoring Trust in East Asia's New Regionalism".
Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Sofyan Djalil menyatakan bahwa kedua forum akan menjadi panggung bagi Indonesia untuk memperkenalkan sejumlah program, termasuk di bidang maritim dan infrastruktur. Pemerintah juga akan mengundang investor, termasuk dengan memberikan sejumlah insentif. Misalnya pemberian bebas visa kepada 30 negara untuk menggenjot pertumbuhan jumlah wisatawan.
Hasil survei PricewaterhouseCoopers (PwC) yang dirilis dalam pertemuan Asia-Pacific Economic Cooperation (APEC) di Beijing, November tahun lalu, menyebutkan Indonesia merupakan salah satu tujuan investasi terpopuler para CEO (chief executive officer) di Asia-Pasifik. Survei tersebut menunjukkan 67 persen dari 600 responden eksekutif korporasi di Asia-Pasifik menyatakan perusahaannya berencana meningkatkan investasi di wilayah APEC dalam setahun ke depan. Indonesia bersama Cina, Amerika, Hong Kong, dan Singapura dinyatakan sebagai daerah tujuan investasi favorit. Sebanyak 57 persen responden menyatakan akan berinvestasi pada proyek sarana dan prasarana di negara-negara APEC dalam 3-5 tahun ke depan.
Keterkaitan antarnegara tampaknya akan menjadi daya tarik investasi di kawasan ini. Indonesia, misalnya, mencanangkan pembangunan tol laut. Cina akan menghidupkan kembali Jalur Sutra laut dengan inisiatif "One Belt, One Road". Negara-negara Asia Tenggara akan memulai Komunitas Ekonomi ASEAN pada akhir tahun ini, selain memiliki konsep ASEAN Master Plan for Connectivity. Dengan demikian, pergerakan sumber daya manusia, barang, dan jasa akan bebas mengalir di seluruh kawasan yang meliputi 10 negara dengan populasi lebih dari 600 juta.
Indonesia harus merebut kesempatan emas itu. Kerja sama yang dijalin tidak boleh hanya berhenti pada penandatanganan memorandum of understanding. Para menteri juga harus melanjutkan kesepahaman itu ke level yang lebih operasional. Pengalaman selama ini menunjukkan banyak MoU berhenti di atas kertas. Tak ada tindak lanjut yang berarti.
Di dalam negeri, sejumlah perbaikan harus segera dilakukan. Sistem perizinan harus diperbaiki. Kebijakan tidak boleh plinplan sehingga membingungkan investor. Kepastian hukum harus mendapat perhatian.
Tanpa perbaikan yang berarti, seribu kongres dan event internasional hanya akan menjadi seremoni semata.