Batas

Penulis

Senin, 27 November 2006 00:00 WIB

Betapapun besarnya, kekuatan Amerika terbatas.

BOM atom dijatuhkan di Nagasaki dan Hiroshima, dengan cahaya panas yang mengerikan pada bulan Agustus 1945. Jepang pun takluk. Maka Amerika Serikat keluar dari perang besar itu dengan kekuatan yang membuat gentar siapa saja. Tak ada yang menandingi. Dari musim panas yang bersejarah itu, abad ke-20 seperti sudah siap menjadi "Abad Amerika".

Tapi pada bulan November, Walter Lippmann menuliskan kata-kata itu dalam kolom regulernya, Today & Tomorrow: "Betapapun besarnya, kekuatan Amerika terbatas." Ia tak terbawa oleh suasana bertepuk tangan. Ia tak hanyut.

Saya tak tahu kenapa ia bisa melihat, sendirian, apa yang tak dilihat orang ramai itu. Lippmann pernah mencemaskan demokrasi sebagai medan "mentalitas kawanan". Ia melawan itu, dan anehnya terkadang ia bisa memberikan sesuatu kepada orang banyak yang tengah menghadapi tahun-tahun yang merisaukan.

Tahun yang seperti itu tak putus-putusnya datang pada abad ke-20. Dan Lippmann, jurnalis terbesar pada zamannya, yang hidup antara 1889 dan 1974, telah melintasi pelbagai babakan besar dalam sejarah: dua perang dunia, beberapa dasawarsa "Perang Dingin", dan sederet panjang pemerintahan, sejak Presiden Woodrow Wilson sampai Richard Nixon. Hampir tiap hari dalam hidupnya ia mengamati, merenungkan, menulisdengan pikiran jernih dan rasa prihatin yang sejati.

Advertising
Advertising

Juga ketika para pemimpin politik di Washington, DC, tengah membusungkan dada. Menyadari diri sebagai pemegang monopoli mutlak atas senjata pemusnah, AS mulai berani berkeras menghadapi salah satu kekuatan penting yang muncul dari Perang Dunia II: Uni Soviet. Ketika Moskow ingin meminjam uang untuk membangun ekonomi yang berantakan, Washington tak mendengarkan. Kedua pihak memang sejak mula saling curiga, tapi sejak itu mereka jadi bermusuhan secara terbuka. Tulis Lippmann dengan nada masygul: Amerika "tengah menuju ke sebuah bencana".

Bencana itu menjadi nyata ketika Uni Soviet berhasil mengembangkan senjata atom sendiri. Sejak itu dunia hidup dalam "Perang Dingin" yang selalu hanya beberapa senti jaraknya dari kiamat. Tapi dari segi lain juga bisa dikatakan bahwa justru sebab itu sebuah "perdamaian" pun berlangsungmeskipun palsu. Setelah Uni Soviet mempunyai peluru-peluru kendali nuklir, sebuah balance of terror pun terjadi, dan kedua pihak sama-sama ketakutan untuk memulai menembak.

Ketakutantapi bersama dengan itu, hilangnya ketakaburan. Sebagaimana dikutip oleh Ronald Steel dalam Walter Lippmann and the American Century, kolumnis besar ini menyebut sebuah kata yang agak ganjil dalam politik internasional: humility, kerendah-hatian, yang baginya jadi sumber sikap arif menghadapi dunia. Ia juga menyebut good manners, fi'il yang baik, dan courtesy of the soul, sikap santun dari batinhal-hal yang menurut dia harus dibawakan oleh kekuatan-kekuatan besar di dunia, agar mereka "diterima oleh yang lain".

Suara seorang ethikus yang kuno dalam politik internasional? Lippmann agaknya tak bermaksud demikian. Ia hanya ingin sesuatu yang praktis: bagaimana membentuk sebuah komunitas dunia yang terasa "lebih adil", dan sebab itu yang kuat mudah diterima oleh yang lemah, dan pemaksaan tak terjadi, hingga lebih sedikit pula kemungkinan konfliknya. Di balik nada ethisnya, ia tak buta terhadap Realpolitik.

Sebab itu perdamaian, baginya, bukanlah dunia yang berubah jadi satu. Seperti John Lennon, hanya dalam lagu kita bisa membayangkan negara-negara hilang dari muka bumi: "Imagine, there is no country". Selepas lagu itu, dunia akan kembali tampak terdiri dari kekuatan yang berbeda-bedadan Lippmann tak percaya bahwa kekuatan yang besar bersedia menyerahkan nasibnya kepada kekuatan yang lebih kecil, meskipun mereka membentuk suara mayoritas di dunia.

Pada tahun 1943, ia menulis buku dengan judul yang kering tapi isi yang eksplosif, U.S. Foreign Policy: Shield of the Republic. Tak disangka-sangka, buku itu terjual laris, hampir setengah juta kopi dibeli khalayak dalam waktu singkat. Argumennya kini terasa biasa saja, namun di tengah kecamuk perang di Eropa, ketika orang memimpikan kerukunan dunia, argumen itu punya daya pukul tersendiri.

Lippmann bertolak dari asumsi bahwa untuk kerukunan dunia, yang penting bagi setiap negeri adalah "kepentingan nasional". Perdamaian bukan datang karena orang menafikan "kepentingan nasional", melainkan karena sejumlah kekuatan besar bersedia bekerja sama.

Tiap kehendak bekerja sama mengandung kesadaran akan bataskata lain dari kerendah-hatian. Itu sebabnya Lippmann memandang Uni Soviet dan penyebaran pengaruhnya di Eropa Timur sebagai sesuatu yang harus diterimasebagaimana AS mempunyai "wilayah pengaruh" di bagian dunia lain. Dunia tak mungkin dikendalikan oleh satu pusat. Tata dunia adalah sebuah oligarki yang tidak tunggal....

Ini semua berubah, pada suatu hari, hampir seperempat abad setelah Lippmann meninggal. Tembok Berlin dihancurkan. Uni Soviet berhenti menjadi sebuah pengimbang Amerika. Bisakah, dan perlukah, kini Amerika bicara tentang "kerendah-hatian"? Bisakah kita, seperti Lippmann pada tahun 1945, mengatakan bahwa betapapun besarnya, kekuatan Amerika terbatas?

Presiden Bush akan bilang "tidak". Ia merasa bisa mengabaikan suara PBB dan suara orang ramai di dunia, begitu ia memutuskan untuk menyerang Irak. Batas, baginya, adalah kata yang sulit dipahami. Ia tak pernah membaca Lippmann: "Tak ada kiat yang lebih sulit ketimbang menjalankan sebuah kekuasaan yang besar dengan tepat... semua tergantung bagaimana kita secara kena mengukur kekuatan kita, dan bagaimana secara benar melihat kemungkinan-kemungkinan dalam keterbatasannya...."

Goenawan Mohamad

*)Catatan Pinggir ini pernah dimuat di Tempo edisi 16 Maret 2003

Berita terkait

15 Ribu Orang Serbu Tiket Sheila on 7 di Pekanbaru, Habis Dipesan dalam 7 Menit

5 menit lalu

15 Ribu Orang Serbu Tiket Sheila on 7 di Pekanbaru, Habis Dipesan dalam 7 Menit

Dalam tujuh menit war tiket nonton konser Sheila on 7 dibuka, sudah belasan ribu orang memesannya.

Baca Selengkapnya

Kecuali Partai Gelora, Gerindra-Golkar-PAN-Demokrat Buka Peluang PKS Gabung ke Prabowo

7 menit lalu

Kecuali Partai Gelora, Gerindra-Golkar-PAN-Demokrat Buka Peluang PKS Gabung ke Prabowo

Sejumlah partai politik yang tergabung dalam KIM membuka peluang PKS untuk bergabung ke Prabowo, kecuali Gelora. Apa alasan Gelora menolak PKS?

Baca Selengkapnya

Alur dan Besaran Bantuan Perbaikan Rumah Korban Terdampak Gempa Garut dari BNPB

8 menit lalu

Alur dan Besaran Bantuan Perbaikan Rumah Korban Terdampak Gempa Garut dari BNPB

BNPB terus mengupayakan penanggulangan dampak gempa Garut.

Baca Selengkapnya

Hilirisasi Banyak Dimodali Asing, Bahlil Sentil Perbankan

12 menit lalu

Hilirisasi Banyak Dimodali Asing, Bahlil Sentil Perbankan

Menteri Investasi Bahlil Lahadalia buka suara soal dominasi penanaman modal asing (PMA) atau investasi asing ke sektor hilirisasi di Indonesia.

Baca Selengkapnya

Mengintip Liburan Mewah di Laut Merah ala Cristiano Ronaldo

12 menit lalu

Mengintip Liburan Mewah di Laut Merah ala Cristiano Ronaldo

Ronaldo memotret Laut Merah dan menandai kunjungannya ke The St. Regis Resort Red Sea, sebuah properti mewah yang menjadi perhatian.

Baca Selengkapnya

Menteri KKP Ajak Investor Asing Investasi Perikanan

16 menit lalu

Menteri KKP Ajak Investor Asing Investasi Perikanan

Kementerian Kelautan dan Perikanan atau KKP mengajak investor untuk investasi perikanan di Indonesia.

Baca Selengkapnya

Pengamat Ungkap Syarat Calon Lain Bisa Imbangi Khofifah di Pilkada Jatim 2024, Apa Saja?

19 menit lalu

Pengamat Ungkap Syarat Calon Lain Bisa Imbangi Khofifah di Pilkada Jatim 2024, Apa Saja?

Khofifah dinilai menjadi calon terkuat pada Pilkada Jatim 2024.

Baca Selengkapnya

Daftar Keluarga Jokowi yang Terima Penghargaan dari Pemerintah: Iriana, Anwar Usman, dan Bobby Nasution

22 menit lalu

Daftar Keluarga Jokowi yang Terima Penghargaan dari Pemerintah: Iriana, Anwar Usman, dan Bobby Nasution

Sejumlah keluarga Presiden Joko Widodo atau Jokowi mendapat penghargaan dari pemerintah: Iriana, Bobby Nasution, dan Anwar Usman.

Baca Selengkapnya

Hari Ketiga Usai Gempa Garut, 267 Rumah Warga Terdampak dan 11 Warga Terluka

29 menit lalu

Hari Ketiga Usai Gempa Garut, 267 Rumah Warga Terdampak dan 11 Warga Terluka

Sebanyak 267 rumah warga terdampak gempa yang terjadi pada Sabtu malam, 27 April 2024.

Baca Selengkapnya

Usulkan Pembagian IUP ke Ormas Keagamaan, Bahlil: Nanti Dicarikan Partner

32 menit lalu

Usulkan Pembagian IUP ke Ormas Keagamaan, Bahlil: Nanti Dicarikan Partner

Menurut Bahlil, pembagian IUP untuk ormas keamaaan bukan masalah selagi dilakukan sesuai dengan baik.

Baca Selengkapnya