Setelah Eksekusi Mary Jane Ditunda

Penulis

Jumat, 1 Mei 2015 23:23 WIB

Perintah Presiden Joko Widodo agar eksekusi tembak mati Mary Jane Fiesta Veloso ditunda adalah keputusan tepat. Ini bukan pembatalan eksekusi. Sebab, nantinya bisa saja proses hukum menunjukkan Mary Jane, warga Filipina, memang bersalah.

Nasib Mary akan ditentukan oleh pengakuan Maria Kristina Sergio, sesama warga Filipina, yang beberapa jam sebelum Mary Jane dieksekusi menyerahkan diri ke polisi di negaranya. Maria mengaku dialah yang merekrut dan menjebak Mary Jane agar membawa narkotik hingga tertangkap di Yogyakarta, lima tahun silam.

Untuk sementara, Mary Jane terselamatkan. Vonis hukuman matinya bisa saja berubah jika kelak terbukti dia hanya korban kejahatan sindikat Maria. Kepada polisi Filipina, Maria mengaku merekrut Mary untuk dipekerjakan di Malaysia setelah lebih dulu menemui agen di Indonesia. Saat Mary ke Indonesia itulah narkotik seberat 2,6 kilogram diselipkan di kopernya. Mary mengaku tak tahu-menahu ada narkotik di kopernya.

Pengakuan Maria itu merupakan fakta baru yang harus dipertimbangkan. Pemerintah harus menunggu proses hukum terhadap Maria di negaranya tuntas. Dengan demikian, bisa dipastikan benarkah Mary Jane hanya korban kejahatan Maria atau memang dia kurir anggota sindikat seperti yang dituduhkan kepadanya.

Kini, nasib Mary Jane sepenuhnya di tangan Presiden Joko Widodo. Pasalnya, tidak ada lagi upaya hukum yang dapat ditempuh Mary. Pengajuan permohonan peninjauan kembali (PK) akan terbentur Surat Edaran Mahkamah Agung Nomor 7 Tahun 2014 tentang Pengajuan PK dalam Perkara Pidana. Surat ini membatasi pengajuan PK hanya satu kali, dan kesempatan tersebut sudah digunakan oleh Mary. Selayaknya surat edaran ini ditinjau ulang karena terbukti, dalam perkara Mary, novum atau bukti baru dapat ditemukan kapan saja.

Advertising
Advertising

Jika pengajuan PK kedua tidak dimungkinkan, yang tersisa adalah upaya politik. Presiden Joko Widodo harus menguatkan instruksinya yang menangguhkan eksekusi mati Mary itu dengan mengeluarkan kebijakan khusus. Jangan sampai eksekusi mati Mary dilaksanakan sebelum proses peradilan terhadap Maria menghasilkan putusan berkekuatan hukum tetap. Jika vonis terhadap Maria itu ternyata dapat membantu Mary secara signifikan, Jaksa Agung Indonesia dapat mengajukan kasasi demi kepentingan hukum terhadap putusan Mary.

Untuk itu, penasihat hukum Mary mesti kembali mengajukan grasi. Memang, sesuai dengan Pasal 3 Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2010 yang merupakan perubahan terhadap UU No. 22/2002 tentang Grasi, pengajuan grasi hanya bisa satu kali. Sebelumnya, Presiden sudah menolak permohonan grasi Mary.

Sebagai langkah politis, Presiden Joko Widodo dapat saja menganulir keputusan penolakan pemberian grasi itu jika memang proses hukum membuktikan Mary Jane benar-benar korban perdagangan manusia. Bukankah pertimbangan Presiden dalam memberikan grasi termasuk pertimbangan kemanusiaan dan tetap menjunjung tinggi rasa keadilan serta kepastian hukum? Kebijakan khusus dari Presiden ini dapat menjadi status akhir dari penangguhan eksekusi mati terhadap Mary Jane.

Berita terkait

Macam Masalah pada Leher dan Cara Mengatasi

1 menit lalu

Macam Masalah pada Leher dan Cara Mengatasi

Pegal pada leher sering mengganggu aktivitas sehari-hari sehingga penting untuk mendeteksi penyebabnya terlebih dulu dengan memahami cara penanganan.

Baca Selengkapnya

Timnas U-23 Indonesia Witan Sulaeman Punya Ritual Telpon Orang Tuan Sebelum Bertanding

4 menit lalu

Timnas U-23 Indonesia Witan Sulaeman Punya Ritual Telpon Orang Tuan Sebelum Bertanding

Saat ini Witan Sulaeman dan para pemain timnas U-23 Indonesia tengah berlaga di Piala Asia U-23 2024.

Baca Selengkapnya

Pelindo Layani 2,2 Juta Orang Saat Mudik Lebaran 2024

6 menit lalu

Pelindo Layani 2,2 Juta Orang Saat Mudik Lebaran 2024

Sebanyak 2.260.360 orang tercatat menggunakan layanan kepelabuhanan PT Pelabuhan Indonesia (Persero) atau Pelindo di 63 terminal penumpang selama periode libur panjang Lebaran, pada 26 Maret - 26 April 2024.

Baca Selengkapnya

2.089 Peserta Akan Ikuti UTBK SNBT di Itera, Ini Ketentuannya dari Panitia

16 menit lalu

2.089 Peserta Akan Ikuti UTBK SNBT di Itera, Ini Ketentuannya dari Panitia

Sebanyak 2.089 peserta akan mengikuti UTBK SNBT 2024 di Institut Teknologi Sumatera atau Itera, besok.

Baca Selengkapnya

Peneliti BRIN Pertanyakan Benih Padi Cina Mampu Taklukkan Lahan Kalimantan

20 menit lalu

Peneliti BRIN Pertanyakan Benih Padi Cina Mampu Taklukkan Lahan Kalimantan

BRIN sampaikan bisa saja padi hibrida dari Cina itu dicoba ditanam. Apa lagi, sudah ada beberapa varietas hibrida di Kalimantan. Tapi ...

Baca Selengkapnya

5 Perbedaan Jaminan Hari Tua dan Jaminan Pensiun BPJS Ketenagakerjaan

22 menit lalu

5 Perbedaan Jaminan Hari Tua dan Jaminan Pensiun BPJS Ketenagakerjaan

Ini perbedaan Jaminan Hari Tua dan Jaminan Pensiun BPJS Ketenagakerjaan dilihat dari pengertian, tujuan, manfaat, kepesertaan, hingga besaran iuran.

Baca Selengkapnya

Partai Gelora Tolak PKS Gabung Kubu Prabowo, PKB Ogah Ikut-ikutan

26 menit lalu

Partai Gelora Tolak PKS Gabung Kubu Prabowo, PKB Ogah Ikut-ikutan

Aboe Bakar mengatakan PKS ingin berbuat sesuatu bagi bangsa Indonesia setelah dua periode atau 10 tahun berada di luar pemerintahan.

Baca Selengkapnya

Kiper Timnas U-23 Indonesia Ernando Ari Minta Doa ke Ibunya sebelum Laga Semifinal Piala Asia U-23 2024 Lawan Uzbekistan

29 menit lalu

Kiper Timnas U-23 Indonesia Ernando Ari Minta Doa ke Ibunya sebelum Laga Semifinal Piala Asia U-23 2024 Lawan Uzbekistan

Ibu kiper timnas U-23 Indonesia, Ernando Ari, Erna Yuli Lestari, mengungkapkan bahwa anaknya menelponnya meminta didoakan menjelang pertandingan.

Baca Selengkapnya

The Problematic Constitutional Court Ruling

29 menit lalu

The Problematic Constitutional Court Ruling

The drama behind the Constitutional Court's ruling over the presidential election dispute.

Baca Selengkapnya

Cerita Korban Gempa Garut Bertahan di Rumahnya yang Rawan Roboh

29 menit lalu

Cerita Korban Gempa Garut Bertahan di Rumahnya yang Rawan Roboh

Korban gempa Garut bertahan di rumah mereka yang rawan roboh karena tidak ada tempat pengungsian.

Baca Selengkapnya