Nuklir

Penulis

Senin, 14 Mei 2007 00:00 WIB

Tanggal 6 Agustus 1945 pukul 8:15 pagi, bom itu dijatuhkan di atas Kota Hiroshima. Hantamannya sama dengan 22 kiloton bahan peledak, tapi ada yang lebih mengerikan ketimbang itu: panas itu luar biasa. Seluas 10 kilometer persegi wilayah kota itu rata dengan tanah, 100 ribu orang mati seketika. Api yang terbit dari panas itu seakan-akan bertaut dengan api pembakaran jenazah yang tak putus-putusnya.

Saya akan selalu teringat sebuah foto tentang kiamat itu, yang dipasang di bangunan peringatan di Hiroshima hari ini: ada sepotong sisa trotoar di dekat bank, dan pada permukaan semennya tercetak sebuah bekas hitam, seperti siluet sesosok tubuh manusia. Kata orang, itu adalah bekas tubuh yang musnah dilalap panas sekian ratus derajat Celsius, dan tertinggal melekat di tanah, ketika ia dihantam panas yang dahsyat.

Kengerian itu sekali-sekali diingat orang kembali, dan lama-kelamaan jadi klise, dan perasaan jadi tumpul, dan horor di Hiroshima hanya jadi bagian dari petuah: "Wahai, saudara-saudara, menggunakan senjata semacam itu dalam perang adalah sebuah perbuatan yang jahat!"

Sudah tentu. Tapi bahwa sampai hari ini orang masih menyiapkan persenjataan nuklir menunjukkan bahwa petuah itu tak efektif. Ada argumen bahwa jahat atau tidaknya sebuah keputusan dalam perang bergantung pada tingkat kecemasan untuk hidup terus, kecemasan kalau negeri lainatau apa pun yang disebut "musuh"menghantam negeri sendiri sampai luluh-lantak. Apa yang jahat dan tak jahat bukan lagi persoalan yang relevan ketika manusia terpaksa.

"Terpaksa" tentu saja keadaan yang ditentukan secara sepihak. Dengan demikian, "jahat" atau "tak jahat" di situ tak mungkin ditentukan secara obyektif. Tapi manusia membutuhkan penghalalan yang lebih universal. Akan dikatakan bahwa proses menentukan batas "keterpaksaan" itu dilakukan oleh para pengambil keputusan yang rasional. Dengan demikian hubungan antara rasionalitas dan kebijakan senjata nuklir dianggap sebagai sesuatu yang patut.

Advertising
Advertising

Amerika Serikat, satu-satunya negara yang pernah menggunakan senjata atom dalam sejarah, sejauh ini bisa menunjukkan muka bahwa kepatutan itu ada padanya. Pada Juli 1945 Presiden Truman bersyukur, dan menulis dalam catatan hariannya: "Pasti sesuatu yang baik bagi dunia bahwa kerumunan Hitler dan Stalin tak menemukan bom atom." Dengan kata lain, bom yang membunuh 100 ribu manusia sekaligus di Hiroshima dan 40 ribu lagi di Nagasaki pada 1945 itu juga tanda rasionalitas yang "baik bagi dunia": penghancuran itu terpaksa dilakukan untuk mempercepat Jepang kalah dan Perang Dunia II selesai.

Orang lupa bahwa Jerman di bawah Hitler juga akan menganggap ada rasionalitas dalam keputusan mereka seandainya negeri itu mampu menjatuhkan dua buah bom atom di negeri musuh. Tapi Hitler dan Stalin telah digambarkan sebagai kekuatan gelap, dan kekuatan gelap pasti tak ada hubungannya dengan rasionalitas. Kekuatan gelap adalah sesuatu yang "tak normal". Lihatlah kini Ahmadinejad di Teheran dan Kim Jong-il di Pyongyang: orang-orang yang ganjil.

"Normal" dan "rasional" adalah kualitas yang ditentukan dengan menyembunyikan apa yang tak "normal" dan tak "rasional" pada diri sendiri atau seorang lain. Sebab tak ada jaminan, ketika saya tentukan bahwa saya harus mempertahankan diri, kalau perlu dengan cara paling brutal, ketentuan saya itu tak datang dari paranoia, atau trauma, atau sadisme, atau mungkin juga keserakahan.

Menjelang akhir 1980-an, ketegangan hilang antara Amerika, Uni Soviet, dan RRC. Dunia bernapas lega. Sebuah kesempatan untuk membangun perdamaian yang stabil terbuka, ketika tak ada satu kekuatan pun terpaksa menyiapkan arsenal nuklir yang menakutkan itu.

Dalam semangat ini, pada 1994 para wakil rakyat Amerika di Kongres membuat sebuah ketentuan: harus jadi kebijakan Amerika Serikat untuk tak melakukan riset dan pembangunan senjata nuklir tingkat rendah yang baru. Dengan kata lain, senjata nuklir di bawah lima kiloton tak boleh dihasilkan lagi.

Tapi kemudian datanglah kabar buruk: pemerintahan Bush. Wakil Presiden Cheney sudah lama menghendaki sebuah situasi yang akan menyatukan Amerika kembali jadi kekuatan yang ampuhseperti ketika menghadapi Perang Dunia II dan Perang Dingin, dan sebab itu ia mendapat alasan yang bagus ketika "11 September 2001" terjadi. Sejumlah anggota kabinetnya sudah lama bersiap menunjukkan kekuasaan Amerika di dunia dengan menyerbu Irak dan mengubah peta Timur Tengah, dan sebab itu dipertalikannya Usamah bin Ladin dengan Saddam Hussein dan Saddam Hussein dengan "senjata pemusnah massal".

Pemerintahan Bush juga yang kemudian memutuskan untuk membangun apa yang disebut "bunker buster", senjata nuklir tingkat rendah yang dapat dikirim buat menembus bunker yang menyembunyikan senjata dan pasukan musuh di bawah tanah. Senjata nuklir mini juga bisa dipergunakan sebagai perlengkapan taktis di medan perang.

Pada Mei 2003, Senator Dianne Feinstein dan Edward Kennedy mengusulkan satu amendemen untuk mengembalikan ketentuan tahun 1994. Bagi para pendukung amendemen ini, mengaktifkan kembali penelitian nuklir akan mendiskreditkan komitmen Amerika sendiri terhadap perjanjian melarang penyebaran senjata maut itu. "Seraya kita membujuk Korea Utara dan Iran untuk mengakhiri program nuklir mereka," kata Kennedy pada Juni 2004, "seraya kita meminta bekas Uni Soviet untuk mengamankan lumbung nuklirnya agar tak jatuh ke tangan para teroris, pemerintahan Bush kini ingin meningkatkan perlombaan senjata."

Tapi Feinstein dan Kennedy kalah suara di Senat. Dan kita tak tahu, siapa yang "normal" dan "rasional" dalam memutuskan keadaan "terpaksa" bagi Amerika Serikat kini.

Goenawan Mohamad

Berita terkait

Sengketa Pileg, PPP Klaim Suara Calegnya di Papua Tengah Pindah ke PDIP

2 menit lalu

Sengketa Pileg, PPP Klaim Suara Calegnya di Papua Tengah Pindah ke PDIP

PPP meminta MK agar memerintahkan KPU untuk melakukan penghitungan suara ulang atau PSU di Kabupaten Paniai.

Baca Selengkapnya

Suku Bunga Acuan Naik Jadi 6,25 Persen, BCA Belum akan Ikuti

2 menit lalu

Suku Bunga Acuan Naik Jadi 6,25 Persen, BCA Belum akan Ikuti

BCA belum akan menaikkan suku bunga, pasca BI menaikkan suku bunga acuan ke angka 6,25 persen.

Baca Selengkapnya

Antony Blinken kepada Hamas: Terima Saja Proposal Israel yang 'Luar Biasa Murah Hati'

2 menit lalu

Antony Blinken kepada Hamas: Terima Saja Proposal Israel yang 'Luar Biasa Murah Hati'

Menlu AS Antony Blinken mendesak Hamas untuk segera menerima proposal Israel yang terbaru dan "sangat murah hati" untuk melakukan gencatan senjata.

Baca Selengkapnya

Pimpinan MPR RI Akan Bangun Komunikasi Politik

3 menit lalu

Pimpinan MPR RI Akan Bangun Komunikasi Politik

Menjelang transisi politik kepemimpinan nasional, MPR RI akan melakukan Silaturahmi Kebangsaan ke berbagai tokoh bangsa.

Baca Selengkapnya

Kematian Tragis Polisi: Brigadir RA Tewas Diduga Bunuh Diri dan Pembunuhan Brigadir Yosua oleh Ferdy Sambos Cs

3 menit lalu

Kematian Tragis Polisi: Brigadir RA Tewas Diduga Bunuh Diri dan Pembunuhan Brigadir Yosua oleh Ferdy Sambos Cs

Kematian Brigadir Ridhal Ali Tomi alias Brigadir RA, mengingatkan kasus pembunuhan Brigadir Yosua Hutabarat alias Brigadir J pada 2022.

Baca Selengkapnya

Sinopsis The Midnight Romance in Hagwon, Drakor Pengganti Queen of Tears

3 menit lalu

Sinopsis The Midnight Romance in Hagwon, Drakor Pengganti Queen of Tears

The Midnight Romance in Hagwon menghadirkan Wi Ha Joon dan Jung Ryeo Won sebagai pemeran utama, tayang mulai 11 Mei 2024.

Baca Selengkapnya

7 Rekomendasi Makanan Ibu Hamil Trimester Pertama yang Bagus untuk Janin

5 menit lalu

7 Rekomendasi Makanan Ibu Hamil Trimester Pertama yang Bagus untuk Janin

Ada beberapa rekomendasi makanan ibu hamil trimester pertama yang harus Anda ketahui. Namun, pastikan makanan sudah dicuci bersih dan matang.

Baca Selengkapnya

Para Menteri Jokowi Ikut Nobar Timnas U-23 vs Uzbekistan di Istana

8 menit lalu

Para Menteri Jokowi Ikut Nobar Timnas U-23 vs Uzbekistan di Istana

Presiden Jokowi mengundang relawan dan Menteri untuk hadir ke Istana menyaksikan dan nonton bareng semifinal AFC U-23 Indonesia lawan Uzbekistan.

Baca Selengkapnya

Timnas Indonesia Vs Uzbekistan: Waspadai Gelandang Serang Abbosbek Fazyzullaev

8 menit lalu

Timnas Indonesia Vs Uzbekistan: Waspadai Gelandang Serang Abbosbek Fazyzullaev

Timnas Indonesia vs Uzbekistan, waspada Abbosbek Fazyzullaev merupakan salah satu pemain timnas Uzbekistan yang bermain di Liga Rusia.

Baca Selengkapnya

Polisi Pastikan Tidak Ada Orang Lain di dalam Alphard Saat Brigadir RA Tembak Kepalanya

15 menit lalu

Polisi Pastikan Tidak Ada Orang Lain di dalam Alphard Saat Brigadir RA Tembak Kepalanya

Polisi menyatakan tidak ada orang lain di dalam Alphard saat Brigadir RA bunuh diri dengan cara menembak kepalanya.

Baca Selengkapnya