Tentara

Penulis

Senin, 4 Juni 2007 00:00 WIB

Perlukah kita tentara?

Pertanyaan ini pasti mengejutkan jenderal yang duduk di depan itudan itulah soalnya. Saya tak gemar mengejutkan siapa pun, terutama seorang jenderal gemuk yang tak saya kenal, yang mungkin punya jantung berlemak, aorta yang macet, dan telinga yang gampang terganggu. Saya duga, ia sudah lama tak mendengar teriakan "siap!" apalagi tembakan pistol. Maka dengan tulus ikhlas pertanyaan itu tak saya teruskan.

Saya keluar dari ruang tunggu di bandara itu, berjalan menuju kios makanan ringan sambil mencoba melupakan adegan di Grati, Pasuruan, yang tersiar kembali di layar televisi: empat orang penduduk Alas Tlogo mati ditembak oleh beberapa anggota Korps Marinir. Ini bukan perang, tentu saja. Orang-orang Alas Tlogo itu bukan pasukan bersenjata republik lain. Mereka hanya ingin mendapatkan tanah yang jadi sengketa mereka dengan Angkatan Laut.

Seperti banyak orang, saya marah: penduduk Alas Tlogo itu belum tentu punya alasan yang sah, misalnya untuk menebang 12 ribu pohon mangga siap panen di tanah itu seperti yang mereka lakukan pada tahun 2001. Apalagi, menurut Pengadilan, tanah itu milik sah Angkatan Laut, dan tak akan digunakan buat bisnis, melainkan untuk pusat latihan tempur. Dengan kata lain, yang bersenjata tak dengan sendirinya di pihak yang salah, dan yang lemah tak serta-merta benar. Tapi ditembak?

Saya memandang ke luar, ke sebuah perempatan: sebuah monumen tampak. Sebuah patung prajurit, yang seperti di mana-mana di Indonesia sejak 1967 ingin mengesankan bahwa negeri ini didirikan dengan senjatasebuah cara membaca sejarah yang salah.

Advertising
Advertising

Di saat memandang monumen yang aneh itu saya makin ingin tahu seberapa jauh sebenarnya kita, dan Republik Indonesia, perlu tentara. Kejadian di Grati dimulai dengan kebutuhan akan tempat latihan tempur. Seandainya Indonesia tak perlu tentara, tanah itu bisa digunakan untuk, misalnya, pabrik sepatu.

Tapi saya tak mengemukakan itu sebagai persoalan kepada siapa pun, apalagi kepada pak jenderal tadi. Saya tak mau bertengkar. Namun saya tetap ragu: saya tahu bahwa tentara berfungsi untuk mempertahankan Republik, tapi jangan-jangan kita dan tentara kita tak jelas benar apa saja dari Republik yang harus dipertahankan, dan dari siapa ia harus dipertahankan. Seingat saya, selama Indonesia berdiri, belum ada usaha yang terus-menerus untuk merebut wilayah Indonesia. Masa depan juga tampaknya aman; perang perebutan teritorial telah jadi amat mahal dan ruwet, dan tampaknya di dunia sekitar kita tak ada orang gila, juga orang Singapura, yang ingin melakukannya.

Tapi saya tahu, tentara memang dipertahankan dalam sejarah, karena sejarah dibangun dari bayangan kemungkinan yang terburuk. Peradaban bahkan bisa dikatakan telah digerakkan oleh pelbagai gambaran mimpi yang mengganggu. Demikianlah lahir pelbagai manifestasi dari jimat, persembahan korban, feng sui, sabuk pengaman, asuransi kecelakaan, senjata nuklir, dan tentara: manusia mengantisipasi kekalahannya, dan mencoba menangkalnya. Maka sebuah negara berdiri dengan kemungkinan akan dijatuhkan negara lainmeskipun kita tak hidup dalam zaman yang dengan yakin mewarisi Mahabharata, Iliad, dan perang-perang Perjanjian Lama.

Atau mungkin pada mulanya adalah Kain yang membunuh Abil. Manusia merasakan ada yang tak cukup dan ada yang tak adil. Keadaan "alami" yang digambarkan Hobbesketika manusia saling melenyapkan dan me-minggirkanadalah keadaan di mana semua sama-sama mempunyai a sense of entitlement, semua sama-sama merasa berhak atas sesuatu, dan "sesuatu" itu langka.

Dikotomi pun ditarik, antara "kita" dan "mereka", dan segera sesudah itu, pelbagai kategori diciptakan, untuk mengendalikan dunia dan orang lain. Negara dibangun dari kelangkaan dan pengendalian itu. Negara adalah pagar benteng: ada yang selalu dibuang keluar dari ruangnya.

Tapi tidakkah ada alternatif? Mungkin ada. Saya terpikir sesuatu yang agaknya tak terpikir jenderal gemuk itu, yakni membaca sebaris sajak Subagio Sastrowardojo: "Kematian hanya selaput/gagasan yang gampang diseberangi". Bila kita tahu kematian begitu akrabdemikianlah pikir sayamanusia akan tahu bahwa kelangkaan dan pengendalian hanyalah satu bagian dari peradaban: bagian yang lupa, bahwa kita bukan hanya makhluk yang menyadari potensi, tapi juga impotensi diri. Dalam kata-kata Agamben: "Manusia adalah hewan yang mampu atas impotensialitasnya".

Di tepi jurang ketidakberdayaan itu, sebuah celah, sebuah tepi, terbuka. Masing-masing bukanlah kekuatan yang akan menang sendiri, dan dengan demikian meminggirkan. Hidup pada akhirnya terbatas. Dengan demikian, kesadaran akan impotensi itu adalah juga sebuah potensi. Dan hidup pun akan berlanjut, akan lebih ada ruang bebas di atas kebutuhan akan kekuasaan dan kekerasan.

"Tapi kita tak hidup dalam sebuah surga sebelum Kain membunuh Abil!" tiba-tiba saya bayangkan jenderal itu akan berkata menjawab semua pikiran yang saya katakan kepadanya dan dia tidak pingsan. "Kau jangan melamun," katanya pula.

Tentu saja ia benar, dan saya akan mengakui itu dalam percakapan yang sebenarnya tak pernah terjadi itu. Tapi juga kita tak harus membayangkan semua kita adalah Kain dan Abil. Kita juga tak bisa berilusi bahwa pembunuhan itu bisa menyebabkan kemenangan. Kita tak melamun bahwa kita punya ruang, bahkan ruang yang luas dan selalu tersedia, di mana Tuan, wahai Jenderal, sebenarnya tak diperlukan!

Apakah saya terlalu agresif? Saya khawatir begitu. Tapi saya kira di zaman ini tentara memang harus siap diperlakukan berbeda: sebagai ornamen sebuah Republikbak sepasukan drum band dalam parade hari kemerdekaan.

Goenawan Mohamad

Berita terkait

Top 3 Tekno: Prestasi Teknik Sipil Unej, Investasi Microsoft, dan Cuaca Jawa Barat

6 menit lalu

Top 3 Tekno: Prestasi Teknik Sipil Unej, Investasi Microsoft, dan Cuaca Jawa Barat

Top 3 Tekno Berita Terkini Senin pagi ini, 6 Mei 2024, dimulai dari artikel prestasi tim mahasiswa Teknik Sipil Universitas Jember (Unej).

Baca Selengkapnya

Kunci Tim Bulu Tangkis China Raih Gelar Piala Uber 2024, Titel Ke-16 Sepanjang Sejarah

9 menit lalu

Kunci Tim Bulu Tangkis China Raih Gelar Piala Uber 2024, Titel Ke-16 Sepanjang Sejarah

China meraih gelar ke-16 Piala Uber setelah mengalahkan tim putri bulu tangkis Indonesia dengan skor telak 3-0. Mengatasi tekanan adalah kunci.

Baca Selengkapnya

Tips Menghindari Kursi Pesawat Tanpa Jendela Menurut Pakar Penerbangan

11 menit lalu

Tips Menghindari Kursi Pesawat Tanpa Jendela Menurut Pakar Penerbangan

Ada cara untuk menghindari kursi pesawat tanpa jendela, namun tidak mudah.

Baca Selengkapnya

Bocoran Terbaru Ungkap Fitur AI iOS 18, Ini Detailnya

16 menit lalu

Bocoran Terbaru Ungkap Fitur AI iOS 18, Ini Detailnya

Aplikasi inti iOS Apple telah dijadwalkan untuk menerima peningkatan AI.

Baca Selengkapnya

Perluas Jangkauan di NTB, Indosat Tambah 131 Mini Gerai IM3 dan 3Kiosk Baru

18 menit lalu

Perluas Jangkauan di NTB, Indosat Tambah 131 Mini Gerai IM3 dan 3Kiosk Baru

Seiring bertambahnya BTS 4G baru peningkatan trafik data Indosat di wilayah Nusa Tenggara tumbuh sampai 82 persen dibandingkan masa sebelum ekspansi

Baca Selengkapnya

Cegah Sindikat Joki di UTBK SNBT 2024, UPN Veteran Jatim dan UGM Lakukan Ini

19 menit lalu

Cegah Sindikat Joki di UTBK SNBT 2024, UPN Veteran Jatim dan UGM Lakukan Ini

Isu sindikat joki kembali mewarnai pelaksanaan UTBK SNBT tahun ini. Berikut cara UPN Jatim dan UGM mencegahnya.

Baca Selengkapnya

Jokowi Luncurkan 6 Program Pendidikan Dokter Spesialis Berbasis Rumah Sakit

22 menit lalu

Jokowi Luncurkan 6 Program Pendidikan Dokter Spesialis Berbasis Rumah Sakit

Presiden Jokowi menyoroti pentingnya infrastruktur kesehatan negara dalam jangka panjang.

Baca Selengkapnya

Google Rilis ChromeOS 124 untuk Chromebook, Ini Fitur-fitur Barunya

30 menit lalu

Google Rilis ChromeOS 124 untuk Chromebook, Ini Fitur-fitur Barunya

Berikut peningkatan-peningkatan yang ada pada pembaruan ChromeOS 124.

Baca Selengkapnya

Bukan Filmapik, Ini 12 Daftar Tempat Nonton Film Legal

30 menit lalu

Bukan Filmapik, Ini 12 Daftar Tempat Nonton Film Legal

Bukan di Filmapik, berikut ini daftar tempat nonton film legal yang bisa Anda pilih. Umumnya tempat film ini ada biaya langganan dan masih terjangkau.

Baca Selengkapnya

Soal Pesan Luhut ke Prabowo, Pengamat Sebut 'Orang Toxic' Bisa Menyasar Siapapun

30 menit lalu

Soal Pesan Luhut ke Prabowo, Pengamat Sebut 'Orang Toxic' Bisa Menyasar Siapapun

Menurut Adi, menteri toxic yang dimaksud Luhut bisa menjadi racun bagi presiden dan merugikan pemerintahan.

Baca Selengkapnya