Perkuat Moratorium Hutan

Penulis

Rabu, 20 Mei 2015 22:19 WIB

Presiden Joko Widodo memang telah memperpanjang moratorium penerbitan izin baru kawasan hutan primer dan lahan gambut pekan lalu. Namun keputusan yang dituangkan dalam Instruksi Presiden Nomor 8 Tahun 2015 itu sama sekali tak memperkuat moratorium versi pemerintah Presiden Susilo Bambang Yudhoyono pada 2011 dan 2013 yang dinilai lemah. Tidak adanya perubahan signifikan dalam inpres itu jelas bakal membuka peluang eksploitasi hutan di Indonesia.

Selama tiga tahun sejak moratorium diterapkan, kawasan hutan yang mesti dilindungi justru tergerus secara masif. Dalam moratorium disebutkan ada 28,39 juta hektare hutan primer dan lahan gambut yang perlu dilindungi. Jumlah itu belum termasuk 13,5 juta hektare hutan dalam kondisi kritis yang membutuhkan rehabilitasi. Tapi, bukannya menambah luas wilayah hutan konservasi atau setidaknya mempertahankan jumlah yang ada, faktanya luas hutan yang hilang kian membengkak tiap tahun.

Hilangnya lahan gambut merupakan salah satu yang paling mengkhawatirkan. Dari hasil riset Kemitraan dan Wahana Lingkungan Hidup, tercatat lebih dari 914 ribu hektare lahan gambut di empat provinsi telah lenyap. Area itu hampir seluas Hong Kong. Sedangkan luas hutan alam primer yang menghilang mencapai 663 kilometer persegi atau seluas DKI Jakarta.

Kebijakan moratorium itu, bagaimanapun, tak lepas dari kesepakatan perjanjian bilateral REDD+ antara pemerintah Indonesia dan Norwegia pada 2010. Dalam kesepakatan itu, Indonesia dituntut mengurangi emisi karbon dengan cara membatasi penerbitan surat izin baru. Imbalannya, Norwegia akan memberi kompensasi sebesar US$ 1 miliar atau setara dengan Rp 13 triliun. Fakta raibnya ekosistem penjaga karbon terpenting di Asia-Pasifik itu jelas bisa mengancam kesepakatan tersebut.

Pemerintah Jokowi semestinya tak boleh mengulangi kesalahan yang sama sebagaimana dilakukan pemerintah sebelumnya. Salah satu yang dituntut adalah memasukkan mekanisme sanksi bagi daerah yang selama ini terbukti paling sering mengeluarkan izin prinsip pembukaan lahan di kawasan yang justru masuk dalam moratorium. Tapi, bukannya memperkuat inpres lama dengan produk kebijakan baru, Presiden justru terkesan meng-copy-paste kebijakan lama yang compang-camping.

Dalam inpres baru, ada pengecualian bagi permohonan yang telah mendapatkan izin prinsip. Pengecualian ini jelas semakin tak menjamin kawasan hutan yang masuk wilayah moratorium akan selamat dari proses deforestasi dan degradasi. Semestinya wilayah yang baru mendapat izin prinsip dapat dicegah kerusakannya dengan tidak mengeluarkan izin produksi. Ini semua demi memperbaiki tata kelola hutan.

Advertising
Advertising

Pengecualian lain adalah lahan untuk padi dan tebu. Klausul ini mengisyaratkan bahwa inpres yang baru mengikuti kehendak investor. Saat ini memang para pengusaha sedang gencar mencari wilayah untuk izin tebu dengan dalih mempertahankan kedaulatan pangan dan energi. Padahal sektor perkebunan tebu dan bisnis padi skala besar akan menjadi faktor baru penyebab deforestasi di beberapa wilayah.

Dengan sejumlah kelemahan itu, kita layak pesimistis. Inpres baru agaknya tak sanggup menekan laju perusakan hutan primer dan lahan gambut. Jika kebijakan itu tak direvisi dengan sejumlah pasal yang memperkuat perlindungan hutan, patut dicemaskan wilayah dengan luas berkali lipat Hong Kong akan amblas tak bersisa.

Berita terkait

Indonesia Lolos ke Final Piala Uber 2024, Gregoria Mariska Tunjung Optimistis dengan Pertumbuhan Pemain Tunggal Putri

2 menit lalu

Indonesia Lolos ke Final Piala Uber 2024, Gregoria Mariska Tunjung Optimistis dengan Pertumbuhan Pemain Tunggal Putri

Indonesia lolos ke final Piala Uber 2024, Gregoria Mariska Tunjung optimistis dan bangga dengan pertumbuhan para pemain tunggal putri generasi baru.

Baca Selengkapnya

Pakar Ulas Sengketa Pilpres: MK Seharusnya Tidak Berhukum secara Kaku

7 menit lalu

Pakar Ulas Sengketa Pilpres: MK Seharusnya Tidak Berhukum secara Kaku

Ahli Konstitusi UII Yogyakarta, Ni'matul Huda, menilai putusan MK mengenai sengketa pilpres dihasilkan dari pendekatan formal legalistik yang kaku.

Baca Selengkapnya

Microsoft Tanamkan Investasi 2,2 Milyar Dolar AS di Malaysia, Apa yang Dibidik?

8 menit lalu

Microsoft Tanamkan Investasi 2,2 Milyar Dolar AS di Malaysia, Apa yang Dibidik?

Microsoft juga akan bekerja sama dengan pemerintah Malaysia untuk mendirikan Pusat Keunggulan AI Nasional dan meningkatkan kemampuan keamanan siber.

Baca Selengkapnya

Tentukan Langkah Indonesia ke Final Piala Uber 2024, Komang Ayu Cahya Dewi Mengaku Sempat Tegang

11 menit lalu

Tentukan Langkah Indonesia ke Final Piala Uber 2024, Komang Ayu Cahya Dewi Mengaku Sempat Tegang

Komang Ayu Cahya Dewi memastikan kemenangan regu putri Indonesia atas Korea Selatan di babak semifinal Piala Uber 2024 pada Sabtu, 4 Mei 2024.

Baca Selengkapnya

TNI-Polri Evakuasi Jenazah Warga Sipil yang Dibunuh TPNPB-OPM di Kampung Pogapa

17 menit lalu

TNI-Polri Evakuasi Jenazah Warga Sipil yang Dibunuh TPNPB-OPM di Kampung Pogapa

Aleksander Parapak tewas ditembak kelompok bersenjata TPNPB-OPM saat penyerangan Polsek Homeyo, Intan Jaya, Papua

Baca Selengkapnya

33 Desa di Wajo Sulawesi Selatan Terendam Banjir, Listrik Padam di Tengah Evakuasi

25 menit lalu

33 Desa di Wajo Sulawesi Selatan Terendam Banjir, Listrik Padam di Tengah Evakuasi

Banjir merendam 33 desa di Kabupaten Wajo, Sulawesi Selatan pada Jumat, 3 Mei 2024, pukul 03.03 WITA.

Baca Selengkapnya

LPEM UI: Proyeksi Ekonomi RI Tumbuh 5,15 Persen di Kuartal I 2024

34 menit lalu

LPEM UI: Proyeksi Ekonomi RI Tumbuh 5,15 Persen di Kuartal I 2024

Perayaan bulan suci Ramadan dan hari raya Idul Fitri juga dapat memacu pertumbuhan ekonomi domestik lebih lanjut.

Baca Selengkapnya

Menlu India Tak Terima Komentar Joe Biden tentang Xenofobia

41 menit lalu

Menlu India Tak Terima Komentar Joe Biden tentang Xenofobia

Menteri Luar Negeri India menolak komentar Presiden AS Joe Biden bahwa xenofobia menjadi faktor yang menghambat pertumbuhan ekonomi negaranya.

Baca Selengkapnya

NasDem dan PKB Dukung Prabowo, Zulhas: Biasa Saja, Masyarakat Jangan Baper

42 menit lalu

NasDem dan PKB Dukung Prabowo, Zulhas: Biasa Saja, Masyarakat Jangan Baper

Zulhas menganggap dukungan dari NasDem dan PKB ke Prabowo sebagai sesuatu yang biasa saja. Ia mengimbau masyarakat tak baper.

Baca Selengkapnya

Suhu Panas di Thailand, Petani Pakai Boneka Doraemon untuk Berdoa agar Turun Hujan

46 menit lalu

Suhu Panas di Thailand, Petani Pakai Boneka Doraemon untuk Berdoa agar Turun Hujan

Sejumlah negara Asia Tenggara, termasuk Thailand, mengalami panas ekstrem beberapa pekan ini. Suhu 40 derajat Celcius terasa 52 derajat Celcius.

Baca Selengkapnya